![]() |
Khoiri terus mempertanyakan pembangunan landmark tersebut karena hingga landmark itu selesai pun, tak ada perwakilan dari Pemkab Gresik yang datang ke ahli waris rumah Gajah Mungkur.
"Mereka kan alasannya pingin memperkenalkan cagar budaya di Gresik. Kami ndak pateken (peduli)," lanjut Khoiri.
Bahkan Khoiri meminta agar landmark tersebut dibongkar saja karena sejak dari awal pembangunannya dianggap menyalahi dan tidak mengedepankan etika.
"Harapan kami dibongkar saja. Tak mengedepankan etika dan tak ada itikad baik. Sampai sekarang pun (Pemkab Gresik) asem-adem saja," tukas Khoiri.
Kehebohan kedua adalah biaya di balik pembangunan landmark tersebut yang mencapai Rp 1 miliar. Biaya tersebut berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) PT Petrokimia Gresik.
![]() |
"Rp 1 Miliar," ujar Manajer Humas PT Petrokimia Gresik Muhammad Ihwan
Ihwan mengatakan dana sebesar itu merupakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Petrokimia Gresik. Untuk penggunaannya, kata Ihwan, pihaknya menyerahkannya kepada Pemkab Gresik.
"Kami diminta oleh Pemkab Gresik. Desain dan semuanya dari pemda (Pemkab Gresik)," kata Ihwan.
Namun pihak Pemkab Gresik belum bisa menjelaskan untuk apa saja dana sebanyak itu. Pemkab Gresik belum bisa dimintai keterangan sama sekali.
Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Gresik enggan menanggapi soal proyek tersebut. "Njenengan ke asisten II, bukan saya yang ngurusi," ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Gresik Gunawan Setiaji.
Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Gresik Ida Lailatus Sa'diyah belum bisa dikonfirmasi. Panggilan ke ponsel Ida tidak diangkat.
(iwd/fat)