Mencoba Rasanya Dipasung di Trenggalek Innovation Festival

Mencoba Rasanya Dipasung di Trenggalek Innovation Festival

Adhar Muttaqin - detikNews
Jumat, 22 Nov 2019 10:10 WIB
Seorang warga mencoba rasanya dipasung ditemani mantan korban pasung/Foto: Adhar Muttaqin
Trenggalek - Puskesmas Dongko memiliki cara unik untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya pasung bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Pihaknya mengajak masyarakat merasakan dipasung.

Satu set alat pasung dibawa ke Trenggalek Innovation Festival (TIF) di Alun-alun. Masyarakat diajak untuk mencoba sensasi dipasung selama 15 menit, lengkap dengan rantai dan gembok yang menjerat pergelangan kaki.

Perawat Puskesmas Dongko, Liana mengatakan, dengan mencoba alat pasung pihaknya ingin mengedukasi masyarakat secara langsung, bagaimana penderitaan para korban pasung.


"Kami ingin warga yang merasa waras itu untuk mencoba alat yang riil ini selama 10 sampai 15 menit saja, bagaimana rasanya. Bandingkan dengan para korban pasung yang tujuh tahun atau 35 tahun dipasung," kata Liana, Jumat (22/11/2019).

Salah seorang warga, Apan Ridlo yang sempat mencoba alat pasung mengaku cukup tersiksa, sebab kedua kaki terjerat sehingga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia mengaku setuju dengan upaya pembebasan pasung, karena dinilai tidak manusiawi.

"Tidak enak banget, padahal ini baru beberapa menit. Jadi kalau memang pasung harus dilepas saya sepakat," kata Apan.

Hal senada disampaikan seorang wartawan media lokal, Henny Putra yang juga sempat menjajal alat pasung. Pemasungan dinilai akan semakin memperparah keadaan, sebab semua aktivitas terbelenggu, bahkan untuk berdiri pun tidak bisa.

"Saya tidak bisa membayangkan, jika selama tujuh tahun dipasung, tidak bisa gerak kemana-mana. Makan minum dan yang lain juga harus di tempat ini," kata Putra.

Liana menambahkan, sebelum program pembebasan pasung dijalankan, di wilayahnya terdapat 19 warga korban pasung. Bentuk pemasungan beraneka ragam. Mulai dari dihimpit kaki, dikerangkeng dalam bilik kecil hingga dirantai di pohon.


Upaya membebaskan para korban pasung membutuhkan perjuangan ekstra, tim puskesmas harus bekerjasama dengan lintas instansi termasuk dengan masyarakat dan keluarga pasung. Tak jarang tim pembebasan mendapat tentangan dari keluarga dan masyarakat sekitar. Karena mereka khawatir apabila dilepas korban pasung akan kembali mengamuk dan membahayakan lingkungan.

"Kadang ada tantangan lain, setelah kami bebaskan kemudian kami bawa ke rumah sakit, setelah sembuh kami pulangkan, ternyata ada sebagian keluarga dan masyarakat yang takut dan tidak percaya bahwa sudah sembuh atau bisa disembuhkan," kata Liana.

Padahal menurutnya, rata-rata pengidap gangguan jiwa masih bisa disembuhkan. Dengan catatan mendapat dukungan penuh dari keluarga hingga masyarakat yang ada di sekitarnya.

Pihaknya mengakui, proses penyembuhan pasien gangguan jiwa terkadang menemui kendala dari lingkungan. Stigma masyarakat yang memberikan label pengidap gangguan jiwa sebagai orang gila dinilai akan menghambat proses pemulihan.

"Jangan panggil dia gila, itu akan menghambat kesembuhan mereka. Alhamdulillah sekarang pasung di Dongko sudah zero," ujar Liana.


Untuk mendukung upaya pemulihan para pengidap gangguan jiwa maupun korban pasung, Puskesmas Dongko memberikan berbagai kegiatan dan program pembinaan.

"Kita ada pelatihan ketrampilan, kemudian ada permainan dan edukasi. Dulu sebelum program dijalankan setiap bulan ada 40 lebih pasien rehabilitasi, sekarang tinggal satu," pungkasnya.
Halaman 2 dari 3
(sun/bdh)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.