Seperti yang dilakukan para siswa SMKN 1 Banyuwangi. Mereka rela berpanas-panasan di bawah terik matahari, tepat pukul 11.08 WIB.
Irma dan Farid melakukan percobaan dengan tumbler dan botol mineral. Mereka mengamati botol yang tak memiliki bayangan. Rupanya saat matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit dan tepat berada di atas kepala atau di titik zenit, bayangan benda hilang, menyatu dengan benda tersebut. Hal ini berlangsung tidak lebih dari 1 menit.
![]() |
"Tiap detik kita catat. Memang benar di Banyuwangi tepat jam 11 lebih 8 menit dan 24 detik bayangan hilang atau menyatu dengan benda. Bayangan hilang sekitar satu menitan," ujar Farid kepada detikcom, Selasa (15/10/2019).
Irma menambahkan, menurutnya meski Banyuwangi mendapatkan penyinaran matahari lebih awal, namun tidak pertama kali mendapatkan titik kulminasi. Sebab yang dihitung bukanlah titik pada perputaran matahari di porosnya, namun perpindahan semu matahari dari bujur dan lintang.
"Karena kita berada di khatulistiwa. Jadi giliran di selatan katulistiwa yang mendapatkan sinar matahari tepat di atas kita saat ini," pungkasnya.
Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Banyuwangi juga melakukan percobaan pengamatan titik kulminasi matahari. Pengamatan matahari saat tetap berada di atas benda yang dipajang menghasilkan benda tersebut tanpa bayangan.
"Cuaca cerah jadi masyarakat bisa mengamati dengan baik saat hari tanpa bayangan di Banyuwangi ini," ujar Forcaster BMKG, Agung Dwi Nugroho kepada detikcom.
Ia menambahkan, fenomena ini sebenarnya rutin terjadi setiap tahun. Dalam setahun fenomena ini terjadi sebanyak dua kali. Fenomena alam ini terjadi sesuai dengan gerak semu matahari. "Ini biasa terjadi pada bulan Maret dan Oktober," tambahnya.
Fenomena ini tidak berbahaya bagi masyarakat. Hanya saja, akan terjadi peningkatan suhu udara antara 0,5 hingga 1 derajat celsius dari suhu normal. Pada bulan Oktober ini suhu normal adalah 32 derajat celsius.
Halaman 2 dari 2