"Saat ada geger-geger (keributan peristiwa PKI di Madiun), keluarga kakek saya diungsikan di Cepu. Keluarga hanya mendengar rumah di Madiun dibakar dan Suparbak meninggal dibunuh orang-orang PKI. Namun, selama ini makam dan apa pun yang berkaitan dengan kakek saya tidak pernah ada," tuturnya.
Dengan mata berkaca-kaca, Yanto mengaku telah berusaha mencari silsilah keluarganya. Kemudian pihak keluarga juga telah mencari keberadaan peninggalan-peninggalan terakhir serta makam Suparbak.
"Sejak tahun 1980, bapak dan paman-paman saya telah mencarinya. Tetapi makam dan berkas-berkas tentang Suparbak tidak pernah ditemukan," lanjutnya.
Dengan berseragam dinas, pria yang merupakan perangkat desa itu mengaku memiliki beberapa dokumen foto kakeknya saat masih muda dan masih menjabat di kepolisian Madiun. Namun saat data itu dicocokkan dengan data dari dinas catatan sipil, tidak ada kecocokan.
"Kami hanya berharap pemerintah bisa membantu untuk mencarikan data-data tentang kakek saya dan menemukan makam kakek saya," pungkasnya.
Pagi tadi, Yanto dan istrinya mengikuti upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Kresek. Upacara tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Madiun H Ahmad Dawami.
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini