Menurut Kepala Desa Watubonang, Bowo Susetyo, Khotimun kembali ke Dukuh Krajan, Desa Batubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo pada 2008. Ia kembali setelah puluhan tahun menimba ilmu agama di Ponpes Miftahul Falahil Mubtadin yang ada di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang.
Di dusun tersebut ia menjadi pengajar agama. Di sekitar rumahnya, idia juga membangun musala dan gazebo untuk mendukung kegiatan keagamaannya. Di dalam musala tersebut terdapat banner Thoriqoh Akmaliyah Ash-Sholihiyah dan posster bertuliskan 'MUSA AS'.
Khotimun diduga memaparkan fatwa menyimpang pada jemaahnya setelah ada 52 warga Warga Dusun Dukuh Krajan pindah ke Malang dengan menjual aset-aset berharga. Bahkan dalam rilis yang dikeluarkan camat setempat, Khatimun diduga telah menyebarkan tujuh fatwa menyimpang.
Salah satunya tentang perang. Dalam fatwa tersebut, Khotimun diduga telah memberikan doktrin bahwa akan terjadi huru hara pada Ramadan yang akan datang.
"Ramadan tahun ini akan ada huru hara (perang). Jemaah diminta membeli pedang seharga Rp 1 juta. Jemaah yang tidak membeli pedang diharuskan menyiapkan senjata di rumah, sehingga meresahkan masyarakat sekitar. Jemaah berdomisili untuk berlindung di pondok," kata Camat Badegan Ringga Dh Irawan seperti dalam rilis, Rabu (13/3).
Khotimun diketahui telah meninggalkan dusun sejak 2 bulan lalu, sebelum 52 warga lainnya juga turut pergi secara perlahan.
Kini pemerintah setempat tengah berupaya untuk menyadarkan masyarakat agar paparan doktrin Thoriqoh Musa tidak semakin meluas di desa tersebut. Sehingga tidak ada lagi warga yang pergi meninggalkan kampung dengan alasan kiamat sudah dekat. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini