Berawal dari modal bisnis yang diperoleh Mujiono dari BCA sebesar Rp 6 miliar. Namun di tengah jalan, beberapa jenis usahanya tidak menghasilkan sehingga perputaran uangnya terganggu.
"Saya akhirnya jual beberapa tempat usaha untuk membayar utang saya di bank, termasuk rumah saya yang di Sumberejo Kulon ini saya jual untuk membayar utang yang macet selama dua tahun ini," ungkapnya.
Warga Dusun Karangtengah, Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut itu menjual rumahnya yang lain di Desa Sumberejo kepada seseorang yang baru dikenalnya, Ali. Ali disebut merupakan perantara dari seseorang yang memiliki uang.
![]() |
Rumah yang berdiri di atas lahan seluas 4.629 meter persegi itu juga ditawar oleh Ali, dari yang semula dijual seharga Rp 17,5 miliar hingga akhirnya disepakati sebesar Rp 15,1 miliar.
"Barang-barang seperti meja antik itu ikut, kemudian minta dapur disempurnakan, termasuk gudangnya juga. Awalnya saya tawarkan Rp 17,5 miliar, kemudian dia bilang nawar sekali di angka Rp 15,1 miliar itu," jelas pria tiga anak ini.
Selain bangunan, ada pula lahan kosong, 2 gudang besar dan 14 kolam ikan yang menjadi satu paket dalam rumah itu. "Namanya Pak Ali itu juga minta gudang dipasang galvalum. Kolam (ikan) dibenahi. Terus tempat itu dibuatkan parkir, minimal untuk 5 mobil," ungkap Mujiono sambil menunjuk lahan kosong di rumah yang ditaksir Ali tersebut.
Dari proses pengecekan lokasi rumah hingga deal harga, Mujiono tidak curiga dengan gelagat Ali, karena percaya perantara.
![]() |
Untuk menunjukkan keseriusan Ali, Mujiono diminta datang ke rumah untuk mengambil uang pada hari Jumat (16/3). Pria ini kemudian diberi kardus yang disebut berisi uang sejumlah Rp 4,5 miliar. Rencananya uang itu akan disetorkan langsung ke bank tapi karena sudah sore, maka penyetoran ditunda.
"Saya disarankan untuk setor pada Senin pagi dan saya sanggupi. Pak Ali bilang daripada Pak Muji balik lagi ke Blitar, uang di kardus itu disimpan saja dan Pak Muji harus janji sesuai dengan agama Pak Muji untuk tidak membuka uang dalam kardus itu," beber Mujiono.
Mujiono tak membuka kardus itu. Selanjutnya pada hari Senin (19/3), ia pergi ke BCA Tulungagung dan menyetorkan uang dalam kardus. Harusnya Ali juga datang, tapi Mujiono tak bisa menghubungi ponselnya.
"Saya menghubungi sopir travel yang biasa disewa Pak Ali, katanya Pak Ali sudah ke Tulungagung sejak pagi, tapi tidak muncul juga," ujar Mujiono.
![]() |
Akhirnya, Mujiono berinisiatif menyetorkan kardus ke teller. Baru diketahui isinya ternyata uang mainan. "Ya Allah, saya seakan mau pingsan. Karena dilihat dari bentuknya saja sudah beda dengan uang yang asli," tutur Mujiono.
Kasus ini kemudian ditangani oleh Polres Tulungagung, Mujiono sendiri diperiksa sebagai saksi. Saat dicek, uang-uang mainan itu terdiri atas mata uang Rupiah dan Dolar AS.
Tak hanya itu, semenjak menyerahkan sekardus uang mainan tersebut, Ali disebut menghilang bersama sang istri. Ketika ditelusuri ke rumahnya di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, hanya ada anak dan adik ipar Ali.
"Saya belum kenal baik dengan Pak Ali. Katanya Gus (anak pemuka agama), kalau saya tidak pandang itu Gus atau apa yang jelas saya jual rumah untuk bayar utang, itu saja," tandas Mujiono.
Mujiono mengaku baru satu tahun yang lalu mengenal Ali melalui seorang perantara dari Jakarta. Itupun tidak pernah bertemu. Hingga suatu ketika ia menelepon dan menanyakan rumah yang dijual Mujiono.
Lewat keterangan kepala dusun tempat Ali tinggal, warganya itu sebenarnya cukup populer dan memiliki aula yang bertuliskan nama padepokan.
"Sekitar 15 tahun lalu, dia mulai kedatangan banyak tamu yang golek tombo (cari obat). Yang golek tombo pada nginep empat sampai lima hari di rumahnya itu," papar Sukarman.
Namun Sukarman mengeluh Ali tak pernah mau melaporkan keberadaan tamu-tamunya ke pamong desa meski berulang kali diingatkan. (lll/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini