Menurut warga yang juga anggota Koramil Wonomerto, Serda Edy Susanto, terjangan lahar hujan dari lereng Gunung Bromo ini sudah terjadi untuk kedua kalinya. Bahkan ia menyebut ini adalah yang terbesar.
"Kalau kejadian persisnya kemarin sore pak, sekitar pukul 04.00 WIB. Saat itu tiba-tiba lahar dingin datang dan meruntuhkan jembatan sementara," terangnya kepada detikcom, Kamis (29/11/2018).
Jembatan yang ambrol adalah jembatan darurat yang dipergunakan oleh warga dua kecamatan untuk melintas, itupun hanya bisa dilalui pejalan kaki dan pengendara sepeda motor. Sementara itu jembatan yang permanen tengah diperbaiki karena ambruk tahun lalu.
|  Foto: M Rofiq | 
Akibat ambrolnya jembatan darurat tersebut, aktivitas warga setempat menjadi terganggu. Jika tidak, jembatan yang tersisa hanya dapat diakses dengan berjalan kaki atau mereka harus memutar sejauh 10 km.
"Kalau harus memutar ya harus menempuh jarak 10 km," tambah Edy.
Salah satu warga bernama Iswati mengaku tak bisa menjajakan dagangannya ke desa atau kecamatan seberang karena ambrolnya jembatan itu.
Ia sudah menunggu ojek hingga tiga jam lamanya namun nihil, padahal biasanya banyak tukang ojek yang mangkal di sekitar jembatan.
"Sudah dari tadi nunggu ojek disini pak, mungkin gara-gara jembatan ambruk mereka enggan kesini dikira tidak ada penumpang. Mau jalan kaki, kayaknya nggak mungkin pak karena jauh berkilo-kilo jaraknya," ungkap Iswati. (lll/lll)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 