Pemkot Surabaya mengatakan bahwa penyegelan itu dilakukan pada 31 Agustus 2018. Saat itu Satpol PP Surabaya menindak lanjuti permintaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya untuk melaksanakan bantuan penertiban di TRS.
"Iya, Jumat tanggal 31 Agustus lalu kami menerima bantuan penertiban," ujar Irvan saat dihubungi detikcom, Selasa (4/9/2018).
Dari pantauan detikcom, bagian gerbang TRS tertempel stiker bertuliskan 'Pelanggaran'. Terbentang juga garis Satpol PP yang dibentangkan di antara jeruji pintu gerbang. Tak hanya bagian luar, bagian dalam juga tertempel stiker 'Pelanggaran'.
Kabag Humas Pemkot Surabaya M Fikser mengatakan penyegelan tersebut terkait dengan perizinan. "Penyegelan dilakukan terkait perizinan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Karena Kontrak Hak Pengelolaan (HPL) nya di atas Hak Guna Bangunan (HGB) habis pada 2006," kata Fikser.
![]() |
Penyegelan itu membuat PT Sasana Taruna Aneka Ria (Star) selaku pengelola TRS meradang. Menurut Direktur Operasional PT Star Didik Harianto, penyegelan itu dlakukan secara sepihak.
"Awal mula terjadi permasalahan adalah pada tahun 2006," ujar Didik.
Didik mengatakan awalnya Pemkot Surabaya ingin membantu mengeluarkan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT Sasana Taruna Aneka Ria (Star) selaku pengelola TRS untuk melakukan pengembangan TRS. Namun HGB tersebut hingga kini tak kunjung diterbitkan.
Didik juga mengatakan pemkot juga tidak memperpanjang Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan SIUP PT Star. Bahkan menurut Didik, Pemkot Surabaya menginginkan agar PT Star dibubarkan dengan alasan berbenturan dengan perwali tahun 2014.
![]() |
"Padahal dalam Peraturan Menteri Perdagangan tidak disebutkan jika TDP, SIUP, dan HO itu tidak perlu diperpanjang. Tapi pihak pemkot meminta diperpanjang dengan dalih adanya perwali tahun 2014. Salah satu isi perwali berbunyi setiap taman rekreasi harus memiliki luas 3 hektar. Sedangkan kami hanya 1,7 hektar," kata Didik.
Didik menambahkan pihaknya dengan pemkot sudah bertemu, namun pertemuan itu menemui jalan buntu. Didik menyebut pemkot mengeluarkan pencabutan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) pada 27 Agustus.
"TDUP dicabut pada 27 Agustus, akhirnya kami tidak bisa operasional lagi karena tidak ada izin. Dan 31 Agustus kami disegel," ujar Didik.
Didik menyampaikan jika TRS masih memiliki perjanjian dengan pemkot atas penggunaan lahan tanah hingga 2026. Namun pihak investor yang menaungi PT Star belum berani melakukan pengembangan TRS karena terkendala HGB yang dijanjikan oleh Pemkot yang belum juga terbit.
![]() |
Pihak investor PT Far East Organization (FEO) yang menjadi pemegang saham PT Star ingin bertemu dengan Wali Kota Surabaya untuk menyelesaikan polemik ini.
"Kami sudah pernah mengirimkan surat selama tiga kali ke pemkot untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan investor kami yang kini di Prancis juga ingin bertemu langsung untuk membahas persoalan ini. Namun belum juga direspon. Kami juga pernah difasilitasi oleh BKPM di Jakarta untuk membahas ini dengan pemkot, tapi juga belum dikonfirmasi," ujar Didik.
Penyegelan tersebut membuat FEO akan melayangkan gugatan ke Pemkot Surabaya. "PT FEO itu memiliki kuasa hukum di Indonesia. Saya mendengar akan melakukan gugatan kepada Pemkot Surabaya terkait penyegelan TRS," ujar Didik.
Didik mengatakan berdasarkan kuasa hukum PT FEO, penyegalan TRS tidak dibenarkan karena dilakukan secara sepihak. Padahal TRS dimiliki oleh dua pemegang saham. TRS dimiliki oleh dua pemegang saham yakni PT FEO yang memiliki saham sebesar 62,5 persen dan Pemkot Surabaya sebesar 37,5 persen.
![]() |
Baca juga: Segel TRS, Pemkot Surabaya Bakal Digugat |
"Menurut mereka (kuasa hukum PT FEO) ini tidak dibenarkan. Karena PT Star ini adalah berbadan hukum. Harusnya mereka duduk bareng untuk membahas bersama saat rapat umum pemegang saham (RUPS). Tapi, kenapa kalau RUPS itu cuman satu. Itu masalah pokoknya. Terus bagaimana tiba-tiba satunya minta tutup," jelas Didik.
Sebelumnya, Didik juga menyayangkan jika ada perselisihan data dalam hal ini terkait kontrak yang seharusnya bisa diselesaikan antar pemilik saham pada RUPS, dalam hal ini PT FEO dan Pemkot Surabaya.
"Kontrak kami sebenarnya tahun 2026 habisnya. Namun kami mendengar di berita itu tahun 2019. Padahal untuk tahun 2019 itu adalah kontraknya Hi Tech Mall, bukan TRS," ungkap Didik.
Meski disegel, namun 80 karyawan TRS belum dirumahkan atau di-PHK. Mereka masih dipekerjakan. Mereka masih terlihat membersihkan dan merawat wahan-wahana yang ada di TRS. (iwd/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini