Jika lokalisasi dihidupkan kembali, warga dan anak-anak akan malu menyandang kampungnya sebagai tempat prostitusi. Tak hanya anak-anak, remaja dan perempuan-perempuan di Dolly-Jarak akan malu menyandang perkampungannya.
"Dulu anak-anak takut menyebutkan daerah asalnya dari Putat. Tapi kini mereka mulai berani menyebut daerahnya," kata Ketua RT 5 RW 3 Putat Jaya, Nirwono Supriyadi kepada detikcom di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jalan Arjuno, Jumat (31/8/2018).
Bahkan, lanjut Nirwono, ada seorang warganya berangkat dan pulang kerja terpaksa turun ke daerah lain saat naik angkot, dari pada turun di kawasan Dolly. Sebab, dia khawatir jika turun atau naik dari Dolly-Jarak, dianggap pelanggan lokalisasi.
"Stigma itu otomatis tersandang dengan sendirinya. Nah jika sudah berubah seperti sekarang lalu dikembalikan lagi menjadi prostitusi, bagaimana psikologis mereka, yang jelas mereka kembali malu," tambahnya.
Atik, salah satu pemilik UKM Mampu Jaya membuat sepatu sandal mengaku senang dengan kondisinya sekarang. Apalagi dirinya mengajak ibu-ibu sekitar Dolly untuk bekerja dan membantu ekonomi warga.
"Kami pun mulai berani mengatakan tinggal di Dolly. Karena kondisi kami sudah berubah," tambah Atik. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini