Tindakan awal yang dilakukan Dinkes setempat adalah menemui keluarga si anak. Anak ini lantas dibawa ke Puskesmas Sumberwringin.
"Si anak langsung diperiksa secara medis untuk mengetahui ada tidaknya kelainan yang dideritanya, termasuk memberikan makanan tambahan yang mendukung peningkatan gizinya," ungkap Imron saat dihubungi detikcom, Kamis (23/8/2018).
Diakui Imron, kasus gizi buruk di wilayah kerjanya memang tinggi. Penyebabnya pun beragam.
"Banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain persoalan ekonomi, sosial budaya, maupun sumber daya manusia. Dan itu saling terkait," terangnya.
Pihaknya selama ini telah melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi gizi buruk, di antaranya mendatangi sejumlah wilayah yang berpotensi tinggi terjadi gizi buruk seperti di Kecamatan Botolinggo, Cermee, Klabang, serta Sumberwringin.
"Ini sebagai langkah preventif, untuk memantau dan menekan agar jangan sampai meluas. Kalapun ada, biar segera ada penanganan," katanya.
Dinkes setempat juga meluncurkan program Pos Gizi Kita di kawasan sangat terpencil, yakni di Desa Jampit, Kecamatan Ijen. Untuk saat ini, program tersebut masih bersifat pilot project.
Program itu diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat desa setempat, yaitu memberikan pemahaman kesehatan pada kaum perempuan tentang langkah promotif, preventif, dan kuratif, khususnya dalam penanggulangan dan pencegahan gizi buruk dan stunting pada balita.
"Harapannya, ke depan Pos Gizi Kita seperti ini akan menular ke dasa lain," jelas Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Bondowoso, dr Titik Erna Erawati dalam kesempatan terpisah.
Selain itu, lanjut Titik, pihaknya juga melakukan upaya penekanan dari hulu dengan pemberian tablet FE (tambah darah) pada remaja putri dan ibu yang sedang hamil, terutama di kawasan terpencil.
"Tablet itu secara rutin akan diberikan pada para remaja putri. Seminggu sekali, satu tablet," papar Titik.
Berdasarkan data dari Pemantauan Status Gizi Jawa Timur tahun 2017, angka penderita gizi buruk di Bondowoso telah mencapai 16,47 %. Namunhingga pertengahan tahun atau bulan Juni 2018, angka penderita gizi buruk justru meningkat dan mencapai angka 38,3%.
Diberitakan sebelumnya, seorang anak asal Desa Tegaljati, Kecamatan Sumberwringin, diduga mengalami gizi buruk karena di umurnya yang telah menginjak 3 tahun, berat badannya hanya sekitar 8 kg.
Dari keterangan keluarga, si anak memang mengalami gizi buruk sejak dilahirkan. Saat lahir, anak ini hanya berbobot 1,7 kg dengan panjang 45 cm. Ia juga disebut sering sakit. (lll/lll)











































