Namun sebenarnya buaya ini bukan buaya liar. Hanya saja karena sering lepas, sang pemilik, Andiyas (55) mengaku terpaksa merelakan buaya ini untuk dibawa oleh BKSDA.
Berikut fakta-fakta menarik tentang buaya bernama Pon-Pon tersebut, seperti dirangkum detikcom, Kamis (12/7/2018).
1. Bukan buaya liar
Foto: Deni Prastyo Utomo
|
Buaya seberat 100 kg dan panjang 2,5 meter itu sebenarnya bukan buaya liar, tetapi telah dipelihara sejak masih kecil oleh Andiyas.
Menurut pengakuan Andiyas, Pon-Pon sudah ia pelihara sejak lima tahun lalu.
"Buaya ini sejak kecil telah saya pelihara, namanya Pon-Pon. Sekarang sudah tumbuh dewasa. Dulu nemunya di tambak dekat sini. Setiap empat hari sekali selalu saya kasih satu ekor ayam," kata Adiyas.
2. Kisah di balik nama Pon-Pon
Foto: Deni Prastyo Utomo/File
|
Pon-Pon adalah buaya betina. Dari cerita Andiyas, ia sengaja memberinya nama agar bisa akrab dengan peliharaannya tersebut.
"Saya memberi nama itu juga agar lebih mudah saat memberi makan. Awal tidak merespons ketika saya panggil Pon-pon. Tapi lama kelamaan akhirnya mau saya panggil saat saya kasih makan," ujar Andiyas saat ditemui detikcom, Rabu (11/7/2018).
Ternyata nama Pon-Pon diberikan lantaran buaya ini ditemukan pada pasaran hari Jawa Pon. "Kenapa saya beri nama Pon-pon. Karena saya dulu nangkapnya pada pasaran hari Jawa Pon," lanjutnya.
Menurut Andiyas, buaya itu ditemukannya di sebuah tambak di sekitar rumahnya. Saat itu ukuran Pon-Pon baru sepanjang 50 cm sehingga dikira biawak.
"Karena banyak warga mengeluh ikan di tambak banyak yang dimakan biawak. Awalnya saya kira itu biawak. Tapi ekornya berbeda motifnya," ungkap Andiyas.
Begitu sampai di rumah, Andiyas meletakkannya di dalam sebuah gentong besar dan terus memberinya makan. Setelah tumbuh besar, Pon-Pon dipindahkan ke sebuah kolam air yang dibuat khusus untuknya di belakang rumah Andiyas.
3. Dipelihara karena mitos
Foto: Deni Prastyo Utomo
|
Andiyas tidak memelihara Pon-Pon tanpa alasan. Ia mengaku ini ada kaitannya dengan leluhurnya.
"Alasan saya memelihara Pon-pon adalah karena leluhur kami, Mbah Sindujoyo, yang mitosnya pernah menolong seekor buaya," ujar Andiyas.
Andiyas mengatakan berdasarkan cerita yang ia dengar bahwa Mbah Sindujoyo merupakan orang yang merintis atau babat alas kawasan Kroman yang kini menjadi kawasan Lumpur, Sindujoyo, dan Kroman itu sendiri.
Saat mencari ikan, kata Andiyas, Mbah Sindujoyo pernah menolong seekor anak buaya yang terjepit akar bakau. Ternyata anak buaya itu adalah anak buaya peliharaan seorang kiai di Madura.
"Ya sudah, saya nurut mbah saja, saya peliharalah Pon-pon," kata Andiyas.
4. Suka dipijat
Foto: Deni Prastyo Utomo/File
|
Andiyas mengaku buayanya itu suka dipijat. "Saya masih teringat betul jika Pon-Pon suka dipijat di bagian lehernya," ungkapnya.
5. Makan empat hari sekali
Foto: Deni Prastyo Utomo/File
|
"Waktu pertama kali saya tangkap, Pon-pon kan masih kecil. Makannya juga ikan-ikan kecil," kata Andiyas.
Ikan-ikan itu diperolehnya dari tambak miliknya. Namun Pon-Pon lebih menyukai ikan yang masih hidup.
Kemudian di tahun kedua, menunya berubah menjadi kepala ayam. Ia biasa memberi makan Pon-Pon tiap empat hari sekali. Ternyata ada alasan khusus mengapa Pon-Pon hanya diberi makan tiap empat hari sekali.
Andiyas mengatakan kalau pada hari keempat, kepala Pon-pon selalu menyembul di permukaan kolamnya. Itu adalah tanda bahwa ia sudah lapar. Barulah Andiyas memberikan kepala ayam kesukaan Pon-pon.
"Saya tahu kapan waktunya ia makan. Sebab kalau lapar pasti kepalanya keluar," jelas Andiyas.
6. Suka 'jalan-jalan'
Foto: istimewa
|
Andiyas mengakui jika Pon-Pon kerap lepas dari kolam dan kandangnya, setidaknya empat kali. "Sejak lima tahun saya pelihara sudah empat kali lepas dari kolam yang saya buat di belakang rumah," kata Andiyas.
Hal ini terjadi ketika usia Pon-Pon mulai beranjak dewasa. Bahkan buaya ini sempat merepotkan Andiyas akibat lepas hampir lebih 1 kilometer dari rumahnya.
"Terakhir yang membuat saya resah adalah terakhir kemarin sebelum saya serahkan ke BKSDA Jatim. Pon-pon lepas hingga ke utara kampung," ungkapnya.
Andiyas juga pernah memergoki Pon-Pon menerobos pagar kandang dan hendak menaiki tembok setinggi satu meter. "Namun saya giring, mau masuk ke kandang," lanjutnya.
Lepasnya Pon-pon juga pernah membuat Andiyas bermalam di sebuah tambak di dekat rumahnya lantaran khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi Kelurahan Lumpur merupakan permukiman padat penduduk.
"Saya juga pernah menunggu Pon-pon yang lepas mulai pukul 10 malam hingga pukul 7 pagi. Pagi itu akhirnya dia muncul dan saya tangkap pakai perangkap ikat tali," ujar bapak enam anak tersebut.
Untuk itulah pria yang berprofesi sebagai petani ini dengan rela memberikannya kepada pihak BKSDA untuk dirawat. Adiyas juga khawatir jika buaya peliharaannya membahayakan keselamatan orang lain.
7. Sempat menangis saat dievakuasi
Foto: Deni Prastyo Utomo
|
Saat hendak dipindahkan dari kandangnya, Pon-Pon memang sempat melawan dan terus bergerak ketika hendak ditangkap.
Dengan perlahan, Adiyasa dibantu oleh sejumlah rekannya menutupkan kaos berwarna hitam di atas kepala Pon-Pon. Butuh waaktu 30 menit untuk bisa mengevakuasi buaya itu ke mobil khusus.
Meski ikhlas, Andiyas mengaku sedih Pon-Pon dievakuasi pihak terkait. Apalagi ia sempat melihat Pon-Pon meneteskan air mata sebelum diangkut dengan mobil milik BKSDA.
"Kemarin saat hendak diangkut dan diikat, kelopak matanya keluar air. Saya kasihan. Seakan dia menangis. Bahkan pon-pon berontak-berontak terus," ujar Andiyas.
Buaya itu berhasil diamankan setelah Andiyas mengelus kepala dan memijat lehernya untuk menenangkan Pon-Pon. Setelah itu Pon-Pon dibawa oleh petugas BKSDA ke penangkaran buaya di Kota Batu.