Seperti yang dirasakan Kami (55). Berbekal rumah sayur organik (RSO) di pekarangan rumahnya, ibu dua anak ini bisa membantu menambah pendapatan untuk keluarganya.
RSO seluas 5x10 meter ini dibuatnya tahun 2011 silam. Rumah tanam beratap plastik ultraviolet ini hanya terdiri dari 4 bedeng. Setiap bedeng memiliki lebar 70 cm dengan panjang 10 meter.
"Saya tanam jenis sayur daun, seperti bayam, sawi, selada keriting siomak, kale dan rocket," kata Kami saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Selasa (6/3/2018).
Agar panen sayur di setiap RSO optimal, ada metode khusus yang harus dia terapkan. Setidaknya butuh waktu sekitar 2 minggu untuk menyiapkan lahan.
"Setelah lahan di RSO digemburkan, saya beri pupuk kandang dari kotoran kambing. Kemudian dikasih dekomposer untuk memperkaya mikroba di tanah," terang Kami.
Setelah dibiarkan selama seminggu, RSO siap untuk menanam bibit aneka jenis sayuran. Untuk urusan bibit, Kami mengaku membeli dari tetangganya yang khusus menyemai bibit sayur organik.
"Biasanya satu RSO habis 5 tre bibit, setiap tre berisi sekitar 200 bibit," ungkapnya.
Agar pertumbuhan sayur tak dirusak serangga, lanjut Kami, dirinya menggunakan pestisida alami dari bahan daun sirsak dan buah gadung. Selain itu, jaring dipasang menutup RSO miliknya agar serangga tak bisa masuk menyerang tanaman.
Dari menekuni bisnis ini, Kami dan suaminya, Suharto (59) mengaku mendapatkan pendapatan bersih Rp 400 ribu/bulan. Harga jual hasil panen sayur miliknya juga disebut lebih tinggi lantaran khusus untuk memenuhi pasar supermarket di Surabaya.
"Dulu pekarangan rumah saya ini saya biarkan kosong. Namun, sekarang saya manfaatkan untuk menambah penghasilan," lanjutnya.
Hal yang sama juga dialami Kalimah (52). Dari menanam sayur organik, ibu 3 anak ini rata-rata meraup keuntungan Rp 800 ribu/bulan. Otomatis penghasilan tambahan ini meringankan beban suaminya, Sumadris (56) yang berprofesi sebagai tukang bangunan.
"Sayur kale nero menjadi andalan saya karena harganya Rp 30 ribu perkilogramnya," jelasnya.
Tak hanya petani. Pelaku pembibitan dan pembuat dekomposer juga kebagian berkah dari berkembangnya kampung organik Brenjonk. Salah satunya Hari Samoro (32). Hampir semua jenis bibit sayuran yang ia semai laku dijual untuk memenuhi kebutuhan warga.
Namun tak semata-mata mencari keuntungan, Hari juga memberi garansi kepada para petani yang menggunakan bibit darinya. Jika bibit tersebut mati saat ditanam, petani hanya diminta membayar separuh harga.
"Dari pembibitan dan penjualan dekomposer hayati, sebulan penghasilan saya lebih dari Rp 2 juta," tandasnya. (lll/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini