Dalam aksinya, para aktivis itu menolak dengan tegas Permendikbud No, 23 Tahun 2017, tentang kebijakan 5 hari belajar. Bahkan mereka juga mendesak agar presiden Jokowi menurunkan Mendikbud.
Selain berorasi dan meneriakkan yel-yel, mereka juga membentangkan sejumlah poster dan meyebarkan pampflet tentang penolakan atas kebijakan Mendikbud yang akan merepkan FDS.
BACA JUGA: Hampir 9 Jam di Sekolah, Pelajar: Full Day School Banyak Manfaatnya
Menurut mereka, kebijakan Mendikbud yang akan mererapkan FDS dapat mengancam keberadaan madrasah diniyah dan sejenisnya. Sebab, madrasah diniyah biasanya baru memulai pembelajaran seusai jam belajar di sekolah formal.
"Kebijakan itu tentu saja mengancam sekitar 170 madarasah diniyah yang ada di Bondowoso. Belum lagi di tempat-tempat lain," kata Ahdari, salah seorang pengunjuk rasa, Selasa (16/8/2017).
BACA JUGA: 8 Sekolah SD-SMA Yayasan Hasyim Asyari Terapkan Full Day School
Pantauan detikcom di lokasi, aksi yang digelar aktifis PMII tersebut mendapat pengamanan ektra aparat keamanan. Pasalnya, dalam waktu yang hampir bersamaan di dalam gedung dewan digelar sidang paripurna mendengar pidato kenegaraan presiden dalam rangka HUT Kemerekaan.
Sehingga, aksi unjuk rasa yang digelar para mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Bondowoso itu hanya bisa digelar di tepi jalan depan gedung wakil rakyat tersebut. Polisi melarang mereka masuk ke dalam.
BACA JUGA: Mengintip Kesibukan Pelajar Full Day School di Jombang
Aksi mahasiswa tersebut akhirnya ditemui Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir. Kepada para pengunjuk rasa dia menyampaikan akan tetap menampung aspirasi yang disampaikan para mahasiswa.
"Perlu kami sampaikan, soal menurunkan menteri adalah hak preogratif presiden. Tapi, aspirasi ini tetap akan kami tampung dan kami sampaikan," kata Ahmad Dhafir. (bdh/bdh)











































