Mengunjungi Ngupit, Kawasan Bong Supit Legendaris Sejak Kerajaan Mataram

ADVERTISEMENT

Round-Up

Mengunjungi Ngupit, Kawasan Bong Supit Legendaris Sejak Kerajaan Mataram

Achmad Syauqi - detikNews
Senin, 10 Jan 2022 06:58 WIB
Kampung Ngupit, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (9/1/2022).
Salah satu papan bong supit di Ngupit, Klaten. (Foto: Achmad Syauqi/detikcom)
Klaten -

Tak cuma Bogem di Kalasan, Sleman. Rupanya bong terkenal juga ada di Klaten, Jateng. Tepatnya di Daerah Ngupit di Kecamatan Ngawen, Klaten. Kawasan ini memiliki sejarah panjang profesi tukang sunat atau bong supit. Profesi tersebut bahkan sudah sejak masa kerajaan Mataram Islam.

"Cerita simbah-simbah dulu, bong-bong supit di sini itu setiap setahun sekaliseba(menghadap) ke Keraton Solo," ungkap Mugo Laksono (66), warga Dusun Sogaten, Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Klaten kepada detikcom, Sabtu (8/1).

Mugo mengatakan di zaman dulu para bong supit di daerah Ngupit (Ngawen dan sekitarnya) dibagi wilayah kerjanya oleh keraton. Ada yang wilayah tengah ada yang ke barat.

"Ada yang wilayah sini ke barat sampai Gunung Merapi. Ada yang Kecamatan Ngawen, Jogonalan ke timur," ucap Mugo.

Di zaman dirinya masih kecil, sebut Mugo, ada beberapa nama bong yang terkenal membuka praktik. Ada nama terkenal seperti Iman Suharjo, Iman Iskandar, Samsuri dan Joyo.

"Ada Mbah Iman Suharjo, Iman Iskandar, Amat Samsuri. Itu ada yang kakak beradik, di Kahuman ada Mbah Joyo mantan Modin (kesra Desa)," lanjut Mugo.

Kades Ngawen, Kecamatan Ngawen, Sofik Ujianto mengatakan daerah Ngupit identik dengan bong supit. Profesi tukang khitan itu ada secara turun-temurun dirintis oleh Kiai Sorowadi, seorang ulama besar zaman Mataram Islam.

"Jadi Kiai Sorowadi itu di zaman Mataram, tinggal di Sorowaden, Kahuman. Di kampung saya ada Mbah Sorogati, kampungnya Sogaten ini," papar Sofik.

Sofik Ujianto, menjelaskan sunat model di desanya, merupakan sunat tradisional. Tidak ada suntik karena biusnya menggunakan semprot.

"Jadi tradisional, karena hanya menggunakan obat luar, semprot dan telur untuk menghentikan pendarahan. Selalu dipantau pemerintah, sebulan sekali dulu koordinasi dengan RS DKR yang sekarang jadi Puskesmas," sebut Sofik pada detikcom, Sabtu (8/1).

Menurut Sofik, meskipun dunia kedokteran berkembang dengan teknik suntik tetapi supit di desanya selama bertahun-tahun tetap tradisional. Sehingga penggunaan obat juga tidak sembarangan.

"Pokoknya memasukkan obat tidak boleh, itu juga di-briefing di RSDKR seperti itu. Jadi obatnya ya disemprot karena tradisional turun-temurun," terang Sofik.

Bahkan, ucap Sofik, untuk mengatasi pendarahan hanya menggunakan telur mentah. Luka pada pasien akan diolesi dengan putih telur mentah.

"Telur dipecah, diambil putih telur diberikan ke luka yang pendarahan. Caranya seperti itu, saya pernah mempraktikkan dan betul pendarahan berhenti," papar Sofik.

Hingga seiring perkembangan zaman, imbuh Sofik, bong supit mulai diarahkan dan dibolehkan menggunakan antibiotik.

"Diberikan pengarahan oleh RS DKR tidak boleh memberi obat dalam yang lain selain antibiotik. Terus obat lain cuma tabur dan obat semprot," ungkap Sofik.

Sofik menambahkan dirinya sendiri pernah mempraktikkan teknik tradisional yang diajarkan bapaknya. Sejak mahasiswa dirinya sudah membuka praktik sebagai bong supit.

"Saya mulai menyunat sejak kuliah, saat bapak lelah saya yang menyunat. Sempat berhenti, tapi saat ini saya mulai merintis, mengumpulkan alat dan obat," sambung Sofik.

Slamet (40), seorang warga mengatakan dirinya disunat oleh bong Ngupit saat kelas 1 SMP menceritakan pengalamannya. Dia mengaku tak merasa sakit kala itu meski caranya masih tradisional.

"Sunatnya manual, yang saya rasakan tidak sakit karena diajak mengobrol. Setelah sebentar mengobrol, ternyata sunat sudah selesai, tidak terasa," ungkap Slamet kepada detikcom.

Dwi Joko (36) yang juga merupakan alumni bong Ngupit lainnya mengatakan sunat di bong Ngupit sembuhnya cepat.

"Tiga atau empat hari sudah bisa saya gunakan main sepak bola. Tidak sakit dan tidak bengkak kayak yang lainnya, tapi itu dulu," tutur Dwi kepada detikcom.

Simak juga 'Sunat ala 'Bengkong' Betawi, Prosesnya Diklaim Cuma 2 Menit':

[Gambas:Video 20detik]



(mbr/mbr)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT