PSH UII Minta Pemindahan Ibu Kota Baru Dikaji Ulang, Ini Alasannya

PSH UII Minta Pemindahan Ibu Kota Baru Dikaji Ulang, Ini Alasannya

Jauh Hari Wawan S. - detikNews
Senin, 27 Des 2021 16:32 WIB
Desain Istana Negara di Ibu Kota Baru
Desain Istana Negara di Ibu Kota Baru (Foto: Dok. Tangkapan Layar Facebook PUPR)
Sleman -

Isu pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur menjadi pembahasan hangat di tahun 2021. Pada penghujung tahun ini, Civitas Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan.

Dekan FH UII Abdul Jamil mengatakan ada beberapa pertimbangan yang mendasari sikap tersebut. Termasuk dari segi urgensi untuk memindah Ibu Kota Negara.

"Makanya gini apakah benar di sana itu nanti akan menjadi ibu kota, kalau nanti menjadi ibu kota itu urgensi nggak? Itu menarik harus jawab dari segi politik. Kalau urgensinya hanya membuka lahan untuk ekonomi, untuk bisnis, untuk pembangunan gedung, industri dan sebagainya kan berarti ya merusak dari sisi hutan," kata Jamil saat dihubungi wartawan, Senin (27/12/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami melihat bahwa itu belum seurgensi itu. Kami minta untuk dihentikan jangan diteruskan. Karena dari kajian yang kemarin disampaikan oleh BNPB itu di situ ada banjir bandang, perubahan iklim dan sebagainya itu kan dari aspek-aspek yang lain," sambungnya.

Jamil juga melihat dari segi politis soal pemindahan Ibu Kota Negara ini. Dia pun mempertanyakan apakah nantinya Kalimantan Timur ini nantinya hanya akan menjadi daerah otoritas seperti Batam atau benar-benar Ibu Kota.

ADVERTISEMENT

"Contoh gini di apakah di Kalimantan itu nanti memang menjadi ibu kota atau hanya sekadar otoritas? Itu kajian politiknya. Kalau hanya sekadar otoritas kan berarti Ibu Kota masih di Jakarta," terang Jamil.

Dia menerangkan, adanya Ibu Kota baru ini otomatis membuat perpindahan penduduk. Tentu dengan adanya perpindahan penduduk ini mau tidak mau harus membuka lahan untuk permukiman.

"Ada perpindahan penduduk urbanisasi dari daerah mana ke daerah mana karena di sana mesti menjadi daerah yang mungkin dianggap sebagai (pusat) ekonomi baru," bebernya.

"Nah berarti kan di sana lahan yang tadinya hutan menjadi lahan perumahan, (jadi) industri. Berarti kan ada perubahan dari sisi hutan menjadi perkampungan, perkotaan dan itu tentu akan menjadi sebab. Itu kajian dari segi politik dan lain-lain," imbuhnya.

Jamil kemudian mengutip data BNPB yang menyatakan dalam dua dekade terakhir bencana hidrometeorologi memiliki angka kejadian tertinggi. Pada kenyataannya bencana alam yang terjadi di Indonesia selama satu tahun ini hampir 90 persen adalah bencana hidrometeorologi.

Selanjutnya di halaman berikut...

Lihat juga Video: Menteri PAN-RB Sudah Seleksi ASN untuk Ditugaskan di Ibu Kota Baru

[Gambas:Video 20detik]



Selain itu, bencana banjir mendominasi sebesar 41 persen dari 2.329 peristiwa bencana alam, dimulai dari banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi pada awal tahun, hingga banjir bandang di Kota Batu Jawa Timur. Di sisi lain, Greenpeace Indonesia menyebut luasan lahan deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,13 juta ha atau setara 3,5 kali luas Pulau Bali.

Kerusakan lingkungan juga terjadi kerena lemahnya kepatuhan berbagai industri dalam mengelola limbah hasil produksi sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

"Kegiatan deforestasi harus segera dihentikan. Rencana pembangunan Ibu Kota Negara baru juga perlu ditinjau ulang. Selain itu, penegakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang masih timpang, perlu juga segera diperbaiki," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads