Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) Resimen Mahasiswa (Menwa) Batalyon 905 Jagal Abilawa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menjadi sorotan publik setelah seorang mahasiswa Gilang Endi Saputra (21) tewas saat Diksar Menwa UNS. Lalu bagaimana sejarah Menwa UNS?
Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni UNS, Rohman Agus Pratomo, mengatakan Menwa UNS telah berganti nama menjadi Korps Mahasiswa Siaga (KMS) Batalyon 905 Jagal Abilawa. Koprs ini berdiri pada 17 Juli 2001.
"Berdasarkan AD/ART Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa ini, berdirinya 17 Juli 2001. Kami masih mencari data AD/ART yang lama," kata pria yang akrab disapa Tomi itu, saat dijumpai di UNS, Selasa (2/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menwa UNS diperkirakan sudah ada sejak sekitar tahun 1985. Sebab, Diksar Menwa yang dilakukan tahun ini merupakan yang ke-36 kalinya.
"Kemungkinan memang berkisar tahun 1980-an, karena UNS kan berdiri 1976. Pasti ormawa yang berdiri pertama itu seperti himpunan mahasiswa jurusan, baru ormawa lain-lain," ujar dia.
Menurutnya, kegiatan Menwa di UNS selama ini antara lain membantu mengatur ketertiban selama berlangsung kegiatan universitas, seperti wisuda dan Dies Natalis UNS. Selain itu, Menwa juga memiliki kegiatan internal, salah satunya ialah diksar saat perekrutan anggota baru.
Kegiatan diksar bernama Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) Pra Gladi Patria XXXVI tahun ini bisa saja menjadi kegiatan terakhir dari Menwa UNS. Sebab salah satu pesertanya, Gilang Endi Saputra (21), tewas dalam diksar pada Minggu (24/10).
Sejak kasus itu mencuat, kisah-kisah kekerasan Menwa UNS di masa lalu kembali muncul dan ramai diperbincangkan di media sosial. Salah satunya yakni adanya kasus serupa pada 2013 yang juga menyebabkan peserta Diksar Menwa UNS tewas.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Presiden BEM UNS, Zakky Musthofa bersama mahasiswa lain juga mempertanyakan adanya kasus tahun 2013 itu saat berdemonstrasi. Dia mengatakan mendapatkan informasi awal dari media sosial.
"Akun yang bersangkutan sudah kami konfirmasi dan berani mempertanggungjawabkan pernyataannya (tentang tewasnya peserta Diksar Menwa 2013)," kata Zakky usai aksi unjuk rasa di UNS, Senin (1/11).
Tim evaluasi dibentuk, Menwa dibekukan
Sejak insiden diksar itu, UNS membentuk tim khusus untuk mengevaluasi kegiatan diksar tersebut. Tugas mereka mencari fakta memberi rekomendasi Rektor UNS dalam menentukan sanksi kepada ormawa jika memang terbukti bersalah.
Berdasarkan Peraturan Rektor UNS nomor 26 tahun 2020 tentang organisasi kemahasiswaan UNS, sanksi diberikan kepada organisasi yang tidak sesuai dengan peraturan. Ada tiga jenis sanksi yang mungkin diberikan.
"Mekanisme dilakukan oleh bidang kemahasiswaan dan alumni berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jenis sanksi bisa berupa peringatan, pembekuan atau pembubaran organisasi kemahasiswaan. Ada 3 sanksi itu," kata Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Sutanto, Rabu (27/10).
Namun sebelum menentukan sanksi, Rektor UNS sudah terlebih dahulu membekukan kegiatan di Menwa UNS. Hal ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor UNS Nomor 2815/UN27/KH/2021 tertanggal 27 Oktober 2021.
Aturan itu antara lain menyatakan bahwa Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa UNS dilarang melakukan aktivitas apapun.
"Ada dugaan pelanggaran aktivitas dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam Surat Izin Kegiatan," kata ketua tim evaluasi kegiatan Diksar Menwa UNS, Sunny Ummul Firdaus kepada wartawan, Sabtu (30/10).
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Hasil autopsi keluar
Pengusutan kasus dugaan kekerasan Diksar Menwa UNS ini juga mendapatkan asistensi dari Polda Jateng. Direskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandhani Rahardjo Puro menyebut kepolisian masih melakukan pendalaman untuk membuktikan adanya kekerasan.
Djuhandhani mengatakan, beberapa alat bukti yang sudah ada yakni hasil visum. Pihaknya pun bakal menggandeng ahli forensik untuk keterangan terkait hasil visum Gilang ini.
"Luka-luka di bagian mana ini? Kasat yang lebih tahu visum luar dan dalam. Ada berapa bekas di kepala, di dalam tubuh korban, tapi ahli yang akan berbicara, apakah itu yang menyebabkan kematian atau tidak?" ujar Direskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandhani Rahardjo Puro usai melakukan asistensi di Polresta Solo, Senin (1/11).
"Visumnya sudah ada dan yang bisa baca visum adalah ahli. Polisi tidak bisa, ahli bisa terangkan hasil visum tersebut," ujar Djuhandhani.