Tes PCR Jadi Syarat Terbang, Epidemiolog UGM: Langkah Sia-sia

Tes PCR Jadi Syarat Terbang, Epidemiolog UGM: Langkah Sia-sia

Jauh Hari Wawan S. - detikNews
Rabu, 27 Okt 2021 10:52 WIB
Presiden Joko Widodo meminta penurunan harga tes PCR menjadi Rp 300 ribu. Kemenkes menyatakan akan mengecek terlebih dahulu dan melakukan perhitungan.
Ilustrasi tes PCR. (Foto: Grandyos Zafna)
Sleman -

Pemerintah baru saja mengeluarkan aturan mewajibkan tes polymerase chain reaction (PCR) untuk penumpang pesawat. Meski kebijakan ini menuai banyak pro dan kontra juga ditolak oleh masyarakat, pemerintah kembali merencanakan menjadikan tes PCR sebagai syarat wajib perjalanan di masa pandemi COVID-19 untuk semua moda transportasi.

Meski mengundang kritik terkait soal keadilan, penggunaan syarat wajib tes PCR untuk penumpang pesawat terbang dinilai sebagai bentuk antisipasi penularan COVID-19 di Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3, 2, dan 1 Covid-19 di Jawa-Bali.

Sedangkan calon penumpang moda transportasi darat, laut, dan kereta api dengan tujuan Jawa-Bali maupun non Jawa-Bali berstatus PPKM Level 3 dan 4 disyaratkan vaksinasi minimal dosis pertama plus keterangan hasil negatif PCR dengan masa berlaku 2x24 jam, atau hasil rapid test antigen yang berlaku 1x24 jam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau alasannya ini, sepengetahuan saya ini rilis dari satgas dan PCR dianggap lebih efektif dalam mendeteksi apalagi saat ini kapasitas kan sudah diperbolehkan 100 persen. Jadi, mereka ingin skrining lebih ketat," ujar epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), dr Bayu Satria Wiratama, M.P.H, dalam keterangannya, Rabu (27/10/2021).

Bayu menegaskan sejak awal tidak setuju penggunaan antigen atau PCR untuk syarat perjalanan dengan moda transportasi apapun. Menurutnya, penggunaan antigen atau PCR dinilai tidak efektif jika hanya digunakan pemeriksaan satu kali tanpa indikasi apapun. Misalnya indikasi kontak erat.

ADVERTISEMENT

"Jadi, bagi saya itu langkah sia-sia dan selama ini satgas tidak pernah juga melakukan evaluasi atau studi untuk membuktikan bahwa penggunaan antigen atau PCR itu efektif mencegah penularan lintas daerah," terangnya.

Bayu melihat kebijakan semacam ini tidak ditemui di negara lain untuk perjalanan domestik di dalam negeri. Dia juga menilai meskipun hasil PCR atau antigen negatif tidak menjamin seseorang sedang tidak terinfeksi. Terlebih pemeriksaan hanya dilakukan sekali tanpa indikasi dinilai lemah efektivitasnya.

"Karenanya yang lebih penting adalah vaksin dan memakai masker serta sirkulasi udara yang baik," ungkapnya.

Untuk itu, katanya, sebagai solusinya perlu mempertimbangkan kembali aturan tersebut. Jika perlu lakukan pencabutan atas aturan menggunakan PCR atau antigen tersebut dan melakukan evaluasi efektif atau tidak.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Dalam pandangannya pemerintah Indonesia sering kali membuat kebijakan tanpa dilandasi alasan ilmiah yang kuat. Kalaupun kemudian ingin mengurangi jumlah penumpang sebaiknya kembali saja dengan aturan pembatasan kapasitas.

"Jadi, tidak perlu dengan PCR. Belum lagi nanti ada permainan surat antigen atau PCR palsu yang hanya akan menguntungkan finansial para pembuat suratnya. Sekali lagi paling penting di perjalanan domestik itu masker, vaksin dan sirkulasi udara yang baik serta bisa jaga jarak," paparnya.

Ia menambahkan meski dengan PCR tidak menjamin tidak ada penularan. Untuk itu, yang terpenting vaksin, disiplin dalam pemakaian masker dan jaga jarak yang ketat.

"Dengan cara-cara seperti itu saya kira sudah cukup membantu. Hal itu perlu saya sampaikan sebab penelitian di Indonesia sampai saat ini masih kurang membahas mengenai sebenarnya seberapa besar risiko tertular di transportasi publik. Karena kembali lagi pemegang datanya tidak mau melakukan evaluasi soal itu," pungkasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads