Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jepara, Jawa Tengah mencatat angka perceraian hingga September tahun ini mayoritas diajukan oleh pihak istri. Dari 1.641 perkara cerai per September 2021 ini, 1.262 perkara di antaranya merupakan gugatan dari pihak istri.
Kepala Pengadilan Agama Jepara Rifai mengungkap faktor perceraian dalam rumah tangga mayoritas gegara perselisihan hingga adanya sosok orang ketiga. Rifai juga menyinggung soal besaran gaji pihak istri yang lebih tinggi daripada suami.
"Pertengkaran terus menerus dan ekonomi. Kita lihat sebelum dulu ada perusahaan itu, cerai gugat sedikit karena istri masih di rumah manut gitu ya sedangkan memberikan nafkah itu suami," kata Rifai kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Rabu (29/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rifai pun membandingkan era saat sebelum adanya perusahaan yang memperkerjakan para istri dengan saat ini. Menurutnya, peningkatan ekonomi dari pihak wanita menjadi alasan pengajuan cerai di Jepara.
"Sedangkan ada perusahaan ini istri bisa bekerja sendiri dan gaji lebih besar gaji sendiri dibanding dengan suami. Sehingga kadang-kadang yang terjadi adalah karena merasa mampu dan kuat membeli sendiri apalagi kalau kemudian suami gaji sedikit dikasih sedikit pula. Sehingga hal-hal demikian istri tidak terima dengan kelakuan oleh suaminya itu," sambung dia.
Dia memerinci pada periode Januari-September 2021 ada 2.097 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jepara. Dari jumlah tersebut 399 perkara di antaranya merupakan pengajuan dispensasi, 1.262 perkara cerai gugat, dan 379 cerai talak. Jumlah ini disebut tidak ada peningkatan yang signifikan jika dibandingkan tahun lalu.
"Kalau perceraian cerai gugat 1.630 tahun lalu, tahun ini sampai bulan September 1.262, cerai talak 2020 524 perkara per Desember, tahun ini per September cerai talak 379. Tahun ini perkara masuk ada 2.097 perkara per September 2021 ini, sampai akhir bulan ya tidak jauh dari tahun kemarin," terang dia.
Meski begitu, pihaknya mencatat adanya peningkatan dispensasi nikah pada tahun 2021 ini. Menurut Rifai, hal ini karena ada perubahan undang-undang soal batas minimal usia pernikahan baik laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
"Dispensasinya 2020 ada 423 perkara, sekarang sudah 399 perkara. Ini masih ada tiga bulan. Dispensasi belum ada perubahan undang-undang 174 ini yang tadinya umur 16 tahun dengan perubahan 16 tidak boleh menikah, jadi ada kenaikan umur tiga tahun. Jadi tiga tahun penumpukan lumayan," terang Rifai.
"Andai 16 tahun boleh menikah kan tidak menumpuk seperti itu. Penambahan saya kira ada penambahan usia dari undang-undang seperti itu," pungkas dia.
(ams/mbr)