Belakangan ini warga Klaten, Jawa Tengah digegerkan dengan kemunculan kuburan palsu di berbagai tempat, yang terbaru di Sungai Dengkeng atau anak Bengawan Solo. Kuburan-kuburan palsu tersebut dinilai sebagai ungkapan protes atas suatu ketidaknyamanan.
"Iya itu (kuburan palsu) menurut saya ungkapkan atas ketidaknyamanan. Intinya itu masih sesuatu yang positif, jangan ditanggapi negatif," kata mantan Ketua Paguyuban Seni Rupa Kabupaten Klaten (Pasren), Ansori kepada detikcom, Jumat (10/9/2021).
Ansori menuturkan pembuatan kuburan palsu bisa dikaitkan dengan bentuk protes warga. Dia mencontohkan seperti yang dibuat di tepi jembatan timur stasiun dan di Tulung karena sampah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu karena warga protes. Warga protes karena ada orang yang membuang sampah sembarangan, bahkan ada bangkai dibuang begitu saja," sambung Ansori.
Setelah bau mengganggu, kata Ansori, warga berinisiatif membuat kuburan untuk lucu-lucuan. Tak hanya kuburan, tapi juga dibelikan payung biasa digunakan untuk upacara kematian.
"Dibuatkan lucu-lucuan, iseng. Tapi ndak papa itu baik karena ungkapan protes masyarakat kan bermacam-macam, kalau mau protes frontal kan nggak berani jadi protes halusnya seperti itu, terlepas siapa yang mau diprotes," papar Ansori.
Ansori menyebut bentuk protes dengan membuat instalasi kuburan dinilai lebih spesifik. Menurutnya bentuk protes itu masih dinilai wajar.
"Pihak terkait, pemerintah atau siapapun mestinya tanggap. Toh, itu menurut saya masih wajar," imbuh Ansori.
Ansori pun menduga ada ketidaknyamanan warga ketika ditanya soal kuburan palsu di tengah Sungai Dengkeng yang merupakan anak Bengawan Solo. Menurutnya keberadaan makam palsu itu pun harus ditanggapi dengan positif.
"Terlepas yang diprotes apanya dan siapa, itu harus ditanggapi dengan pikiran jernih. Syukur kalau ditanggapi dan direspons," ucap Ansori.
Selengkapnya di halaman berikutnya...
Ansori menambahkan dari sisi seni, makam palsu itu bisa disebut seni instalasi. Tapi seni instalasi tidak hanya soal kritik, tapi harus ada unsur estetika, keindahan sampai edukasi.
"Ya seni instalasi itu kan harus ada unsur estetika, tidak hanya kritik tapi ada keindahan dan edukasi. Kalau kuburan dibuat di tengah jalan ya itu malah mengganggu," terang Ansori.
Diwawancara terpisah, pembuat kuburan palsu di jembatan stasiun Klaten, Kuncoro Fendi Nugroho, mengaku membuat gundukan mirip makam karena lokasi tersebut menjadi tempat buang sampah.
"Muncul inisiatif itu (kuburan palsu) setelah dibersihkan petugas DPU. Kita bentuk kuburan, kita kasih kembang, kita kasih payung agar pembuang sampah jera," kata Kuncoro pada detikcom.
Kuncoro menyebut kuburan palsu itu dibuat dengan harapan masyarakat bisa lebih terbuka untuk tidak membuang sampah sembarangan. Terlebih lokasi tersebut merupakan salah satu jalan protokol yang ramai orang lalu-lalang.
"Ya biar akhlak orang yang buang sampah itu berubah. Itu kan jalan protokol, ramai setiap hari, masa bau dan tidak enak dilihat mata," lanjut Kuncoro.
Sebelumnya diberitakan, warga di sekitar Sungai Dengkeng, Klaten yang merupakan anak Bengawan Solo, dikagetkan dengan munculnya dua gundukan menyerupai makam atau kuburan. Gundukan disertai batu menyerupai nisan itu terlihat di bawah Bendung Talang, Desa Talang, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah.
Ketua RT 1 RW 2 Dusun Talang Wetan, Eko Juporo, mengaku kaget dengan ada gundukan mirip makam itu. Tapi dirinya meyakini itu hanya ulah orang iseng.
"Tidak ada kuburan di situ karena itu sungai. Itu hanya dibentuk-bentuk orang iseng saja, tidak ada kuburan di situ selama ini," kata Eko saat ditemui detikcom di rumahnya, Kamis (9/9).