Buntut Bentrok Demo Tambang, Warga Wadas Bakal Lapor Komnas HAM

Buntut Bentrok Demo Tambang, Warga Wadas Bakal Lapor Komnas HAM

Heri Susanto - detikNews
Kamis, 29 Apr 2021 14:18 WIB
Jumpa pers LBH dan warga Wadas, Purworejo terkait bentrokan dengan polisi, Kamis (29/4/2021).
Jumpa pers LBH dan warga Wadas, Purworejo terkait bentrokan dengan polisi, Kamis (29/4/2021). (Foto: Heri Susanto/detikcom)
Purworejo -

Warga Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo akan melapor ke Komnas HAM terkait bentrokan dan kekerasan polisi pada Jumat (23/4). Aparat kepolisian dinilai telah melanggar HAM saat agenda sosialisasi pemasangan patok untuk penambangan batuan andesit di lokasi tersebut.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Yogi Nur Fadli menjelaskan ada dugaan telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Kapolres Purworejo. Dari catatan LBH, kata Yogi, Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito bersama anggotanya melakukan kekerasan terhadap warga.

"Ada lima peraturan perundang-undangan, baik hukum pidana maupun yang mengatur HAM telah dilanggar kepolisian. Untuk itu, kami bersama perwakilan warga Wadas yang menjadi korban akan mengirimkan surat ke Komnas HAM," kata Yogi saat diwawancarai di Kantor LBH Yogyakarta, Kotagede, Yogyakarta, Kamis (29/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari catatan dan analisis kami, Kapolres Purworejo beserta anggotanya telah melakukan pelanggaran HAM. Kami akan laporkan ke Komnas HAM melalui berkirim surat di Kantor Pos Besar (Yogyakarta)," lanjut dia.

Dalam laporan ke Komnas HAM tersebut, kata Yogi, disampaikan polisi diduga melanggar Undang-Undang (UU) No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

ADVERTISEMENT

"Pada pasal 18 sangat jelas, barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum bisa dipidana paling lama satu tahun," katanya.

LBH juga menduga polisi telah melakukan penganiayaan terhadap sembilan orang warga dan pendamping hukum. Jumlah itu ditambah dengan 11 orang yang ditangkap.

"Kami menduga polisi melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP," jelasnya.

Dalam membubarkan massa, lanjut Yogi, polisi diduga juga melanggar Pasal 170 KUHP karena bersama-sama melakukan kekerasan.

"Ancamannya dipenjara lima tahun. Selain ketiga aturan itu, UU No 39 tahun 1999 tentang HAM ada lima pasal," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Dwi Prasetya menambahkan dia terkena pukulan dan dipiting pada tulang kering, kepala, dan punggung.

"Harkat martabat saya sebagai manusia dan profesi tidak diindahkan kepolisian," kata dia.

Salah seorang warga Wadas, Muhammad Syarif Nawawi, menjelaskan dirinya saat kejadian sebenarnya tidak berada di lapangan tempat kejadian. Dia mengaku sedang bertugas mendokumentasikan kegiatan mujahadah yang berlangsung di kawasan atas dari tempat kejadian saat bentrokan terjadi.

"Posisi itu (saya) teriak-teriak aja nggak. Pas chaos, saya mendekat dan ada polisi yang bilang jangan difoto-foto, terus saya ditarik dimasukkan di mobil. Tindakan represif di situ," jelasnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Saksikan juga 'Razia Tambang Minyak Ilegal di Jambi, Polisi Tutup 300 Sumur':

[Gambas:Video 20detik]



Nawaf juga menolak tuduhan kepada 11 orang yang ditangkap polisi sebagai provokator. Dia mengungkap, salah seorang yang ditangkap merupakan seorang remaja berusia 16 tahun.

"Pas buka (puasa) di Polres itu, untuk nelen lehernya masih sakit," jelasnya.

Nawaf, sapaannya, juga menegaskan tidak ada yang menunggangi aksi warga. Sebelum ada pendamping LBH, pihaknya sudah menolak pertambangan batu andesit di lokasi itu.

"Sebelum ada LBH kami sudah menolak sampai sekarang masih tetap menolak tambang di desa kami," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Julian juga merespons terkait pernyataan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak yang mempersilakan warga Wadas atau pendamping untuk mengugat secara hukum terkait lahan yang akan dijadikan penambangan batu andesit.

"Daripada kami melakukan litigasi, kami bersabar selama 30 hari ke depan, IPL (Izin Penetapan Lokasi) sudah habis dan tidak bisa diperpanjang. Artinya IPL kedaluwarsa tidak berlaku lagi," urai Julian.

IPL untuk tambang batu di Desa Wadas, lanjutnya, menggunakan SK Gubernur Jawa Tengah No 591/41 tahun 2018 tanggal 7 Juni 2018. Kemudian diperpanjang dengan SK Gubernur No 539/29 Tahun 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Perpanjangan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo.

"Kami bersama warga memilih untuk tetap bertahan karena itu hak kami," jelasnya.

Opsi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kata Julian, sebenarnya pernah akan mereka tempuh pada 2018 silam. Namun rencana itu urung mereka laksanakan karena setelah dicek, waktu untuk menggugat hanya selama 90 hari kerja.

"Mereka datang ke LBH sudah lebih lebih dari 90 hari. Jadi sudah tidak bisa," katanya.

Halaman 2 dari 2
(sip/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads