Sebuah masjid di Desa Samirejo, Kudus, memiliki replika Menara Kudus yang dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Seperti apa kisah di baliknya?
Replika Menara Kudus ini berada di kompleks Masjid Jami Manarul Huda Dukuh Baran Kiringan Desa Samirejo Kecamatan Dawe. Lokasinya berjarak 11 kilometer atau 19 menit dari pusat kota.
Lokasi masjid dengan Replika Menara Kudus ini berada di tengah pedesan Desa Samirejo. Dari sekilas menara tersebut mirip dengan menara peninggalan Sunan Kudus atau Syekh Ja'far Shodiq yang berada di kompleks Masjid, Makam, dan Menara Sunan Kudus Desa Kauman Kecamatan Kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat tiba di depan kompleks masjid tersebut terdapat dua gapura masuk yang disusun bata merah. Pintu masuk berada di sisi selatan dengan atap gapura kayu sedangkan gapura di sisi utara tidak beratap.
Begitu masuk di kompleks masjid, terlihat replika Menara Kudus menjulang tinggi. Tampak tumpukan bata merah tersusun rapi. Mulai dari undakan sampai dengan atap menara, terlihat hampir mirip dengan aslinya.
Selain itu juga terdapat tembok bata merah yang mengelilingi masjid. Tembok tersebut pun menjadi pembatas masjid dengan perkampungan.
Tokoh masyarakat setempat, Noor Habib, mengatakan masjid Jami Manarul Huda merupakan masjid tertua di Desa Samirejo. Masjid ini merupakan peninggalan dari Mbah Kiai Abdullah Asyi Bin Abdisyakur atau yang dikenal dengan Mbah Kiai Udan Panas.
"Tentunya tidak lepas dari Mbah Udan Panas, karena masjid ini satu-satunya peninggalan dari Mbah Kiai Udan Panas. Kenapa disebut dengan Mbah Kiai Udan Panas, karena dulu katanya sesepuh di desa, ketika mendirikan desa ini, hujan panas tanpa berhenti dengan maksud supaya dukuh ini segera berdiri. Sehingga dijuluki Mbah Kiai Udan Panas. Nama aslinya Mbah Abdullah Asyi Bin Abdisyakur," kata Noor saat ditemui di lokasi, Jumat (16/4/2021).
Noor mengatakan masjid ini sempat direnovasi total pada tahun 1993. Masjid yang dulunya bernama Masjid Baitul Muttaqin selesai dibangun dan diresmikan pada 1995.
"Dianggap masjid ini dulu sudah tua, makam oleh Mbah Mbak Kiai Ahmad Musa Maulani dan warga dukuh ini, itu sepakat untuk masjid itu dibangun. Sehingga pada tahun 1993-an itu dibangun dibongkar total waktu itu. Terus tahun 1995 itu diresmikan oleh langsung Nadzir Masjid Mbah Musa Maulani," ungkap dia.
Selang beberapa tahun kemudian, Kyai Ahmad Musa Maulani nadzir masjid terinspirasi untuk mencari berkah dari Sunan Kudus. Alhasil atas sepakat bersama warga setempat, dibangunlah menara yang mirip dengan yang didirikan Sunan Kudus.
"Selang beberapa tahun, karena terinspirasi oleh nama Manarul Huda yang di situ juga tabarukan (mencari berkah) sama Mbah Sunan Kudus maka didirikan lah Menara ini," jelasnya.
"Nama Jami Manarul Huda ini nama yang diberikan oleh Mbah Kiai Haji Arwani Armin. Pada saat itu ketika Mbah Ahmad Musa Maulani masih mondok di Mbah Kiai Arwani tokoh masyarakat sini," lanjut dia.
Noor mengatakan replika Menara Sunan Kudus didirikan pada 1999. Menurutnya biaya pembangunan menara tersebut berasal dari dana swadaya masyarakat sebesar Rp 90 juta.
"Sebagai arsitekturnya mas Suharso warga sini dulu. Pekerjaan waktu dulu sekitar ada belasan orang, warga sini," ungkapnya.
Menurutnya secara arsitektur replika menara hampir mirip dengan yang aslinya dengan ukuran lebih kecil.
"Struktur bangunan menara ini dengan Menara Kudus yang asli, karena memang dasarnya kita tabarukan, semaksimal mungkin sepersis mungkin kita buat desain seperti Menara Kudus (yang asli). Paling kalau ini tanahnya luas maka bisa dibuat lebih persis, tapi berhubung tanahnya sempit kurang 90 persen sama dengan yang asli," jelasnya.
Berapa perbandingan ukuran replika dengan Menara Kudus yang asli?
Adapun ketinggian replika menara sekitar 12 meter dari aslinya sekitar 18 meter. Sedangkan untuk lebar replika menara sekitar 9 meter. Bata merah dalam struktur bangunan itu hanya direkatkan dengan semen biasa.
"Bahkan ini tidak pakai perekat, tapi ini semen biasa, tapi memang dibuat Mbah Sunan Kudus dulu tidak ada semen kok bisa nempel. Namanya tabarukan, kita membuat ini tidak sekadar membuat, tentunya sudah, sudah izin mendapatkan izin. Kalau kita kesulitan, kita berziarah ke sana (makam Sunan Kudus), sambil melihat. Sehingga alhamdulillah dari awal sampai peletakan mustaka saya yang meletakkan, meletakkan mustaka atas itu saya. Alhamdulillah lancar tidak ada halangan suatu apapun," ungkapnya.
Noor mengatakan memang replika ini tidak mungkin mirip 100 persen. Sebab menurutnya Menara Kudus dibuat oleh seorang wali, sedangkan menara replika tersebut dibuat para pekerja.
"Kalau 90 persen iya. Desain undak-undakan persis itu, termasuk ornamen yang ada keramik ke depan. Ada piringan keramik, supaya ada, kita cari. Carinya susah, dapatnya di Juwana kayaknya," jelasnya.
Noor menambahkan keberadaan replika menara tersebut untuk melestarikan dan mencintai peninggalan dari Sunan Kudus. Apalagi Kudus identik dengan menara yang merupakan peninggalan dari Sunan Kudus.
"Mbah Sunan Kudus kan milik kita semua, kita ngalap berkah. Itu suatu bukti kita juga mencintai peninggalan dari Mbah Sunan Kudus," pungkas Noor.