Seorang ibu di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Ariyanti (32), berjuang seorang diri untuk membesarkan putrinya Citra Kirana (10) yang mengidap cerebral palsy. Ariyanti ditinggal minggat suaminya karena kondisi buah hatinya itu.
"Kondisi lahir bayinya telat lahir (lebih dari perkiraan HPL), bayi sudah dalam kondisi membiru, ketubannya airnya hijau. Seperti itu. Suami saya meninggalkan saya, sejak melihat anaknya tidak normal. Dia langsung menghilang sampai saat ini belum tahu kabarnya," tutur Ariyanti saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Pemalang, Kamis (18/3/2021).
Ariyanti bercerita setelah lahir, bayinya harus mendapatkan perawatan khusus di rumah sakit selama beberapa hari. Beruntung, Kirana bertahan dan kondisinya membaik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira tidak akan bertahan lama (anaknya). Alhamdulillah, hingga saat ini kondisinya sehat, walaupun berkebutuhan khusus. Saya merawat titipan Allah ini," ucapnya.
Ariyanti menuturkan selama ini dia membesarkan putri tunggalnya itu dengan bantuan kedua orang tuanya Suriyah dan Tanwi. Ayahnya Tanwi merantau di Bekasi untuk menjadi sopir becak dan selalu mengiriminya uang Rp 200 ribu per bulan untuk menambah biaya makan sehari-hari.
Kakak sulung Ariyanti, Turino, juga turut membantunya memenuhi kebutuhan Citra maupun mengantar keponakannya untuk berobat ke dokter. Namun, sejak kakaknya itu meninggal 40 hari yang lalu, Ariyanti harus menjadi tulang punggung buah hatinya itu.
"Alhamdulillah, sudah dua minggu ini saya kerja di konveksi di Bantarbolang. Ayah saya, kerja juga untuk memenuhi kebutuhan Kirana, dia menarik becak di Bekasi," tuturnya.
Ariyanti menuturkan putri tunggalnya itu sedianya harus kontrol ke rumah sakit di Semarang untuk memantau perkembangannya, sedangkan untuk terapi dilakukan RSUD di Azhari Pemalang. Tak hanya itu, Kirana juga harus mengkonsumsi makanan khusus karena tak bisa makan nasi.
"Sejak kakak saya meninggal (40 hari yang lalu), saya berpikir harus kerja lebih keras lagi, untuk mencukupi kebutuhan Kirana. Selama 10 tahun ini, kakak yang membantu memenuhi kebutuhan susu maupun operasional saat mau kontrol ke rumah sakit," kata Ariyanti yang sempat bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya ini.
Ariyanti menyebut putrinya rutin kontrol di RSUP dr Kariadi Semarang, dan terapi di RS Azhari Pemalang seminggu sekali. Namun, kadang kala dia terkendala biaya bahkan untuk ongkos perjalanan.
"Kalau layanan kesehatan, kami ikut BPJS mandiri. Cuma yang berat itu diongkos ke rumah sakitnya. Ini saja saya belum bayar (BPJS)," jelasnya.
Selengkapnya kata Kepala Desa soal keluarga Ariyanti dan putri tunggalnya yang berkebutuhan khusus...
Meski begitu, Ariyanti juga tak melupakan kebutuhan anaknya untuk sekolah. Kirana dia sekolahkan di SLB Negeri 1 Pemalang yang berjarak sekitar satu jam dari rumahnya.
"Prinsip saya, anak saya dapat pendidikan untuk masa depannya. Walaupun kondisinya seperti itu. Anak saya harus semangat belajar, agar ada bekal keterampilan," tuturnya.
"Kondisi orang tua saya sudah sepuh (tua), umur saya juga tidak tahu sampai kapan. Saya hanya mempersiapkan, jika kami tidak ada. Kasihan Citra Kirana harus sendirian," ucap Ariyanti lirih sembari mengusap air matanya.
Diwawancara terpisah, Kepala Desa Kalimas Mudjiono, mengakui kegigihan Ariyanti yang merawat putri berkebutuhan khususnya itu. Mudjiono menyebut keluarga Ariyanti pun sudah tercatat sebagai keluarga kurang mampu.
"Iya saya akui semangat warga kami itu. Keluarga itu, memang tergolong keluarga kurang mampu. Kita di desa, sebisa mungkin hadir di tengah-tengah warga seperti itu," kata Mudjiono saat berbincang dengan detikcom.
![]() |
Dia menuturkan beberapa bantuan juga sudah diusulkan pemerintah desa untuk membantu Ariyanti. Salah satunya diajukan untuk menerima santunan dari Dinas Sosial Pemalang.
"Kami sebagai kepala desa, apa pun yang terjadi pada warga kami, kami harus hadir memenuhi kewajiban kami sebagai pelayan masyarakat," katanya.