Perlawanan Sedulur Sikep terhadap Belanda tidak dengan kekerasan, melainkan dengan pergerakan membangkang, termasuk menolak membayar pajak.
"Ajaran Sedulur Sikep merangkul, apa lagi membunuh, mencubit orang lain saja tidak boleh. Kita melawan Belanda tidak dengan kekerasan karena dilarang ajaran. Semua orang saudara dan harus hidup rukun," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanah Jawa tetap dipertahankan yaitu dengan cara membangkang, pertama tidak mau perbaiki, gotong royong, semua itu dilakukan kan kepentingan Belanda. Memang membangkang, rela disiksa," sambung Budi.
Dia mengungkapkan hingga kini tradisi-tradisi ajaran Samin Surosentika masih dilestarikan. Seperti tradisi acara pernikahan, memakai pakaian adat, hingga tata cara sopan kepada saudara sekitar.
"Tradisi sampai sekarang jelas dilestarikan, pertama acara nikah, nikah ini soal agama. Kita bicara netral, kita tidak punya tujuan sama sekali menyinggung perasaan sedulur. Itu saling menghargai. Nikah punya ajaran sendiri yang diajarkan leluhur," jelasnya.
Kedua terkait tentang pakaian adat. Menurutnya pakaian adat merupakan warisan leluhur yang sampai saat ini harus dilestarikan. Berikutnya juga terkait tentang tata cara perilaku sesama warga lainnya.
"Tentang pakaian, yang lain mungkin tidak mau bahkan malu. Karena ada leluhur kita menghormati leluhur termasuk pakaian adat," ucap Budi.
Baca juga: Mengenang Sang Pendekar Artidjo Alkostar |
Ditanya terkait pendidikan, kata Budi di Desa Larikrejo sudah ada pendidikan secara formal. Termasuk dia dan keluarganya kebanyakan sudah mengenyam pendidikan formal.
"Pendidikan formal memang ada yang tidak boleh. Kebetulan saya dan sedulur saya pendidikan formal. Semua ada dasarnya. Dasarnya memang dulu larangan semacam itu, masuknya era Belanda. Tidak pendidikan saja, pakaian celana (seperti Belanda) tidak boleh, Sekolah ya sama, sedulur antipenjajah masa dididik penjajah," terang Budi.
Saat ini di Desa Larikrejo ada puluhan jiwa. Mereka tinggal menyebar di perkampungan desa. Kebanyakan Sedulur Sikep di Kudus kesehariannya sebagai petani.
"Tinggalnya menyebar). Mayoritas sebagai petani, kuli bangunan, jualan juga ada," ungkapnya.
(mbr/mbr)