"Tantangan utama adalah bagaimana agar alat yang kami desain dan buat menjadi aman untuk pasien dan memenuhi kebutuhan pasien dan tenaga medis. Di situlah integrasi tim teknis dengan tim medis menjadi krusial. Jangan sampai alat yang kita buat ternyata tidak bermanfaat atau malah berbahaya untuk dipakai," urainya.
Ia mengakui timnya sangat berhati-hati membuat ventilator ini dengan lebih mempertimbangkan performa alat dan tingkat keamanan. Meski sudah ada kemajuan, saat ini pihaknya sedang memperbaiki fungsi monitoring pressure, flow, oxygen level, serta kemampuan untuk setting parameter pada flow, pressure, respiratory rate.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu presisi dan memiliki kecepatan respons yang layak. Teman-teman dokter di dalam tim kami menjadi rujukan untuk menilai kesiapan alat ini," katanya.
Meski baru sebatas prototipe, ia optimistis ventilator yang mereka kerjakan nantinya bisa diaplikasikan dengan baik akan diproduksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan fasilitas layanan kesehatan masyarakat.
"Kami belum membuat banyak. Masih diuji coba. Sudah kami uji bersama tim dokter kami di RS Sardjito. Masih penyempurnaan. Kemarin ada beberapa sensor tambahan yang diminta oleh tim dokter karena pengukurannya cukup penting," katanya.
Rencananya, tim UGM ini akan membuat tiga jenis ventilator, yakni versi fully featured ventilator (high end), versi low cost dan versi ambu bag conversion. Menurutnya, ventilator ventilator tanpa ambu bag dan versi ambu bag proses pembuatannya sangat murah sehingga bisa diproduksi dalam jumlah besar serta dapat dengan mudah diakses oleh puskesmas sekalipun.
"Target kita paling lambat dalam dua minggu, sudah lengkap semua feature keamanan, sensor, dan mode sudah dikonfigurasi dan prototipe ini bisa digunakan," pungkasnya.
(sip/mbr)