Tragedi susur sungai SMPN 1 Turi, Sleman, yang menewaskan 10 siswi bergulir di kepolisian. Tiga pembina Pramuka sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun ada dampak lain yang ditimbulkan dari kasus tersebut. Selain siswa-siswi SMPN 1 Turi yang selamat dari tragedi susur sungai pada Jumat (21/2) itu, ternyata keluarga tersangka juga mengalami tekanan atau trauma.
Agus Sukamta (58), perwakilan dari keluarga tersangka Isfan Yoppy Andiran alias IYA (36), mengungkapkan hal tersebut. Agus mengatakan saat ini kondisi keluarga Isfan mengalami tekanan hingga takut bertemu dengan orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami bisa memahami, dengan IT (teknologi informasi) yang berkembang, yakni media sosial, sehingga dijadikan viral, itu tentunya yang terjadi pada keluarga IYA. Anaknya takut, bahkan istrinya ini takut, untuk ketemu orang takut," kata Agus saat ditemui di Sleman, Rabu (26/2/2020).
Agus juga menyebut ada tekanan yang besar dari lingkungan sekitar. Bahkan, ujarnya, istri tersangka sering mengigau.
"Tekanan lingkungan besar sekali. Pihak keluarga sangat sedih melihat kejadian itu. Istri sering mengigau dan bertanya-tanya 'bagaimana kondisi anak didik yang hanyut'. Sering seperti itu," ungkapnya.
Pihak keluarga, kata Agus, tidak bisa berbuat banyak. Sebab, menurutnya, medsos tidak bisa dikontrol.
"Persoalan tekanan yang terjadi di medsos itu memang sangat mempengaruhi. Tapi kami sadar medsos itu adalah teknologi pesat. Kami tidak bisa berbuat banyak," paparnya.
Pihak keluarga hanya bisa berharap agar hal-hal terkait peristiwa susur sungai SMPN 1 Turi tidak lagi diviralkan. Diharapkan kondisi psikis istri dan anak tersangka bisa kembali normal lagi. Meski begitu, pihak keluarga mengaku menghormati proses hukum di kepolisian.
"Kami keluarga hanya bisa menerima, (tapi) tolong jangan viralkan karena ini berpengaruh ke istri dan anak," pintanya.
Tonton juga Guru Tersangka Tewasnya 10 Siswi dalam Susur Sungai Minta Maaf :
Agus menambahkan, situasi di lingkungan tempat tinggal keluarga IYA di Sleman tidak kondusif. Anggota keluarga terpaksa diungsikan sejak Sabtu (22/2) lalu. Termasuk kedua anak tersangka juga turut mengalami perundungan.
"Lalu memang anak kerap diejek temannya, 'e ayahmu tersangka'. Anaknya dua, kelas 6 SD dan 5 SD semuanya perempuan," ungkapnya.
"Saat gelar perkara di Polres Sleman si anak kebetulan membuka Youtube dan melihat, itu membuat takut," sambungnya.
Untuk menghindari trauma berkelanjutan, pihak keluarga kemudian melarang istri dan anak tersangka memegang ponsel.
Selain itu, kedua anak tersangka juga sempat tidak sekolah. Dari pihak sekolah akhirnya membantu dengan memberikan pendampingan seperti menjemput untuk berangkat ke sekolah.
Agus melanjutkan, psikolog dari perguruan tinggi juga sudah dua kali menyambangi keluarga IYA.
"Kemarin ada dari perguruan tinggi sebanyak dua kali pendampingan. Untuk memberikan motivasi dan ketenangan untuk istri dan anak," ujar Agus.
Menurut Agus, kondisi ini memang merupakan risiko buntut tragedi susur sungai SMPN 1 Turi. Pihak keluarga menerima apa adanya. Namun, dia berharap polisi juga turun tangan dengan memberikan perlindungan.
"Ini risiko dari kami keluarga iya harus menerima apa adanya. Tapi kami mohon kepada penegak hukum hal ini jadi perhatian," ucapnya.
"Barangkali bisa menjadikan pertimbangan polri untuk melakukan sedikit memberikan perlindungan untuk keluarga tersangka," pintanya.
Diberitakan sebelumnya, Polres Sleman menetapkan tiga orang pembina Pramuka pada kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi sebagai tersangka. Mereka adalah Isfan Yoppy Andrian (36), warga Caturharjo, Sleman; Riyanto (58), warga Turi, Sleman; dan Danang Dewo Subroto (58), warga Ngaglik, Sleman.
Kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi itu berlangsung di Sungai Sempor, Desa Donokerto, Turi, Sleman, pada Jumat (21/2) sore. Dari 249 siswa yang mengikuti susur sungai, sebagian siswa hanyut dan tenggelam. Total 10 siswi ditemukan dalam kondisi meninggal.
Para siswa yang selamat saat ini mendapatkan pendampingan dan santunan dari berbagai pihak, di antaranya Kementerian Sosial yang siap memberi layanan trauma healing. Langkah pendampingan itu sebagai upaya memulihkan kondisi mental para korban.
"Ya tentunya mulai sekarang bagi korban-korban yang masih dirawat, dari Kemensos sudah mengadakan layanan trauma healing," kata Menteri Sosial Juliari P Batubara saat mengunjungi Puskesmas Turi, Sleman, Sabtu (22/2).
"Jadi, nanti juga apabila diperlukan, anak-anak yang masih perlu trauma healing kami sediakan layanan tersebut," sambung Juliari.
Sementara itu, dalam keterangan tertulis, Plt Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Haris Iskandar mengatakan, pascakejadian ini, pihaknya akan melakukan pendampingan psikososial ke sekolah (guru dan siswa). Kemudian penguatan kembali pelaksanaan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) ke semua sekolah dengan pelibatan masyarakat.
"Juga mengevaluasi pelaksanaan program-program kegiatan ekstrakurikuler agar memedomani pedoman yang telah ditetapkan," ujarnya, Senin (24/2).
Kemendikbud juga memberikan santunan Rp 15 juta kepada keluarga siswa yang meninggal. Siswa yang mengalami luka sedang atau dirawat mendapat santunan Rp 2 juta.