Kekerasan seksual pada anak dan perempuan di Kabupaten Pangandaran masih membentuk fenomena gunung es. Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Pangandaran menyebut masih ada orang tua yang takut melapor, karena ancaman dari pelaku.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) pada DKBP3A Ayi Rohanah menyebut, terdapat 26 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2020. Jumlah itu, menurun jika dibandingkan tahun lalu yang hanya 16 kasus.
"Masih ada orang tua yang takut lapor karena ancaman dari pelaku," ucap Ayi kepada detikcom, Kamis (27/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap masyarakat tak takut untuk melaporkan jika mendapati dugaan kasus kekerasan. Hal itu, harus segera dilakukan agar korban bisa segera dilindungi dari tangan pelaku.
"Kami harap masyarakat mulai berani melapor apabila terjadi kekerasan dan seksual kepada anak, agar korban bisa terlindungi" ucapnya.
Karena, kata Ayi, pada kenyataanya kekerasan baik seksual atau fisik banyak yang terjadi di lingkungan terdekat, seperti keluarga.
"Kita pantau ke lapangan kondisi kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan safari bersama motivator ketahanan keluarga (Moteker) dan stakeholder relawan perempuan dan pemerhati anak," katanya.
Hal yang paling diutamakan pada safari ini dengan sosialisasi pola asuh anak yang baik dan benar. "Malah justru, kekerasan terjadi karena kurangnya pemahaman literasi keluarga," ucapnya.
Untuk tahapan pelaporan kekerasan seksual dan anak kepada DKBP3A Pangandaran, yakni dengan menghubungi hotline P3A pada nomor 082119361441 atau mendatangani langsung kantor DBKP3A di Jl Stasiun, Margacinta.
"Kita akan langsung kawal terus pengaduan,identifikasi, rehabilitasi kesehatan, pendampingan hukum serta rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial," pungkasnya.
(yum/bbn)