Rentetan bencana alam terjadi di Jawa Barat sepanjang tahun 2021. Bencana yang terjadi berupa tanah longsor hingga banjir bandang yang mengakibatkan puluhan orang tewas.
Tidak hanya itu, bencana yang rata-rata disebabkan oleh pelanggaran rencana tata ruang dan alih fungsi lahan itu juga menyisakan trauma mendalam bagi para korban terdampak. Pengembalian fungsi lahan, baik hutan, perbukitan maupun sungai, menjadi solusi agar bencana serupa tidak terjadi di masa mendatang.
Detikcom merangkum sejumlah bencana yang terjadi di Jawa Barat dan sempat menarik perhatian banyak pihak sepanjang tahun 2021.
Longsor Cimanggung Renggut 40 Nyawa
Diawal tahun, tepatnya 10 Januari 2021, longsor terjadi di Desa Cihanjuang, Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Tebing setinggi 50 meter dengan lebar tebing yang longsor sepanjang 60 meter yang berada di belakang Kompleks Pondok Daud, amblas.
Nahasnya, sebagian rumah di Perum SBG Parakan Muncang yang berada di atas bukit juga ikut ambles. Total korban tewas dalam kejadian ini berjumlah 40 orang.
"Waktu saat kejadian pada saat itu dalam kondisi hujan deras, tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari atas lereng. Warga di dalam rumah yang posisinya di atas itu enggak sempat keluar," kata salah seorang warga, Asep (40) saat ditemui di lokasi, Minggu (10/1/2021).
Longsor hari itu terjadi dua kali. Longsor pertama terjadi sekitar pukul 16:00 WIB. Respon cepat dilakukan TNI, Polri dan Tim penangana bencana Subang. Tim gabungan, berusaha melakukan pertolongan dan mengevakuasi warga yang diduga tertimbun longsoran.
Namun naas, ketika tim masih berjibaku melakukan penanganan awal, longsor susulan terjadi pada pukul 20:00 WIB. Sejumlah petugas dan masyarakat yang berada di lokasi justru ikut tertimbun.
Beberapa orang berhasil selamat, namun beberapa orang lainnya meninggal dunia karena tertimbun. Danramil Cimanggung Kapten Setyo Pribadi, MP Cimanggung Suhanda dan Petugas BPBD Sumedang Yedi masuk ke dalam daftar korban meninggal dunia akibat tertimbun longsor susulan yang terjadi di lokasi.
Uu (49), satu dari 25 korban selamat dalam bencana longsor, menceritakan badannya sempat tertimbun material longsoran. "Pas longsor pertama saya masih di rumah, pas longsor kedua susulan, saya ada di lokasi," kata Uu kepada detikcom, Minggu (10/1/2021).
Uu yang merupakan Ketua RT 01 mengungkapkan, sebelum longsor susulan itu, ia sedang bersama petugas BPBD dan Polsek Cimanggung sedang ikut melakukan pendataan warga serta menyiapkan lahan miliknya untuk dijadikan lokasi pembuangan material longsor.
"Tiba-tiba longsor susulan itu pun terjadi. Ada sekian detik, ada longsor susulan. Saya kedorong dari ujung lapang voli sekitar 20 meteran dan saya nyangkut di ram (kawat) lapang voli. Saya sendiri menyelamatkan diri, enggak ada yang menyelamatkan, enggak ada orang, sama takut semuanya, lari semuanya," ungkap UU.
"Enggak, saya lagi mendata, mengkoordinasikan untuk membuang tanah dan batu ke tanah saya," imbuhnya.
Operasi SAR dilakukan selama 9 hari, Sebelumnya pencarian korban dibagi ke dalam beberapa sektor, diantaranya tempat hajatan dan lapangan voli, kemudian sektor di belakang perumahan dan sektor dekat masjid. Operasi SAR dihentikan pada 18 Januari. Seluruh korban yang dinyatakan meninggal dunia berjumlah 40 orang.
Pakar Geologi sekaligus Dosen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dicky Muslim mengungkapkan, terdapat beberapa hasil analisis yang memperlihatkan penyebab bencana longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Pusat Riset Kebencanaan Unpad, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, serta sejumlah alumni FTG Unpad ditemukan bahwa wilayah yang terjadi longsor memiliki kontur lahan yang curam dengan beberapa hasil temuan.
"Tadinya wilayah ini bekas tambang batu dan tanah urugan, lalu kemudian diratakan dan dijadikan perumahan," ujar Dicky dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (12/1/2021).
Secara geologi, struktur tanah dan batuan di Perumahan SBG Cihanjuang itu termasuk bagian batuan vulkanik Ayu. Artinya, produk batuan vulkanik muda yang belum dipisahkan sehingga masih bercampur antara lapisan keras dan halus.
Karena termasuk batuan vulkanik muda, maka lapisan tanah dan batuan ini cukup rentan. Kerentanan ini sudah terlihat sebelumnya di beberapa titik. Kemudian, tim ahli pun menemukan batas bagian tenggara perumahan berhadapan dengan tebing yang dibatasi dengan saluran air.
Diduga, kata dia, ketika hujan besar tiba saluran air itu terjadi peresapan atau infiltrasi dan membentuk bidang gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor. Sejumlah rumah yang berbatasan dengan tebing juga terlihat ada yang retak. Hal ini sudah mengindikasikan bahwa wilayah itu berpotensi terjadi pergeseran tanah yang akan memicu terjadinya longsor.
Diperparah dengan adanya proyek permukiman baru yang dibangun di atas tebing bagian utara dan tenggara perumahan SBG. Dicky mengatakan, adanya aktivitas lalu lintas alat berat di tebing tersebut turut menambah potensi longsor semakin besar.
"Secara geoteknik aktivitas tersebut melemahkan ikatan butir tanah di situ, sehingga berpotensi longsor. Apalagi memang sebelumnya wilayah longsor tersebut merupakan sengkedan yang ditanami pohon, kemudian ditebang dan di bagian bawahnya dijadikan perumahan," papar Dicky.
Bagian utara perumahan pun terdapat bekas galian tambang yang dibangun menjadi kawasan perumahan. Kata Dicky, berdasarkan penuturan warga di lokasi terdapat air terjun. Secara geologi, keberadaan air terjun menandakan adanya sesar atau patahan.
"Sehingga kalau ada hujan besar, gempa, akan ada pembebanan berlebih yang kemungkinan akan terjadi longsor," ungkapnya.
(mud/mud)