Perjalanan kehidupan selalu diwarnai ragam dinamika yang menyangkut sosial, ekonomi, politik, budaya, gaya hidup dan sebagainya. Tapi kisah kehidupan ternyata tak selalu menyangkut hal-hal logis. Ada kalanya hidup diwarnai oleh peristiwa-peristiwa yang sulit dicerna logika atau pikiran. Kisah aheng berbalut mistis acap kali membuat kita terperangah, bahwa ada dimensi-dimensi lain dalam kehidupan manusia.
Walau pun tak jarang menuai kontroversi dan memantik perdebatan, tapi fenomena kejadian-kejadian aneh ini tentunya tidak untuk diseret kepada ranah percaya atau tidak percaya. Namun lebih kepada memotret fakta kejadian dan mengumpulkan keterangan serta kesaksian dari para pelakunya.
Berikut adalah catatan kisah horor yang sempat menghebohkan masyarakat Jawa Barat di tahun 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah Horor Cianjur
Rumah milik Yanih (470 di Kampung Citengkor, Desa Sukabakti, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat membuat geger. Si empunya rumah mengaku mengalami kejadian aneh. Mulai dari melihat sekelebat bayangan hingga aktivitas poltergeist berupa perabotan yang melayang dan terbanting.
Kejadian ini membuat heboh sejak pertengahan tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Kejadian horor di rumah yang dikelilingi rimbun pepohonan itu membuat geger masyarakat Jawa Barat. Konon teror itu berkaitan dengan kejadian adanya seorang pencuri yang dikeroyok massa hingga meninggal dunia.
Sejumlah ustad dan kalangan tertentu sengaja datang untuk membantu mencari tahu apa yang terjadi dan mengusir mahluk astral yang membuat ulah tersebut. Kepala Desa Sukabakti Tatang sengaja mendatangkan ustad dan menggelar pengajian untuk membantu teror horor yang dialami warganya itu.
Yanih sendiri mengaku usai digelar doa bersama, sejak malam hingga pagi hari, belum terjadi lagi teror 'makhluk gaib' di rumahnya. "Semoga memang tidak ada lagi, saya sudah lelah. Tinggal pun jadi tidak nyaman, apalagi di rumah ada anak kecil, takutnya kenapa-kenapa," ucap Yanih.
Ketua MUI Cianjur Abdul Rauf mengatakan hal yang gaib seperti jin dan sejenisnya memang ada. Serta merupakan mahkluk ciptaan Allah SWT, selain manusia. "Kita memang meyakini jika hal gaib itu ada. Tapi bukan berarti terlalu membesarkan apalagi berkeyakinan berlebih," kata dia.
Adapun ulah jahil mahluk halus hingga memberantakan dan merusak perabotan rumah, dia mengimbau masyarakat agar lebih berserah diri dan banyak berdoa agar dihindarkan dari bahaya dan gangguan jin ataupun setan.
"Semuanya ciptaan yang maha kuasa, maka berdoalah kepada-Nya. Dijauhkan dari hal tersebut. Intinya perbanyak berdoa, zikir dan sholawat," ucapnya.
Terkait adanya masyarakat yang mengaitkan kejadian mistis di rumah Yanih dengan kematian pencuri yang dikeroyok masyarakat usai ketahuan, Abdul Rauf supata tidak menyangkut pautkan. Apalagi mempercayai jika berbagai gangguan tersebut merupakan ulah arwah gentayangan di rumah tersebut.
"Yang meninggal itu sudah putus hubungan dengan dunia. Tidak ada yang namanya arwah gentayangan, jangan sampai mempercayai hal itu. Jin dan setan itu bisa menyerupai siapa saja. Lebih baik doakan almarhum, dan perbanyak sholawat serta doa agar dihindarkan dari ulah jin ataupun setan," katanya.
Jenazah Wali Sulit Diangkat dan Batu yang Terus Membesar
Cerita aheng ini merupakan kisah yang terjadi di Makam Gunungsari, Desa Imbanagara, Kecamatan Ciamis, Jawa Barat. Di tempat ini ada dua batu unik yang bentuknya terus membesar hingga kini. Belum ada penelitian detail, namun seperti itulah kisah yang berkembang dan dipercaya oleh sebagian orang.
Di komplek makam Gunungsari ini terdapat makam Waliyullah Syekh H Abdul Wajah yang merupakan menantu dari Syeh Abdul Muhyi (Pamijahan-Tasikmalaya) dari Mataram. Dia salah seorang penyebar agama Islam di wilayah Imbanagara Galuh pada masa itu. Penerus dari Syekh Abdul Muhyi.
Sedikit sejarahnya, Syekh H Abdul Wajah lahir di Sukapura-Tasikmalaya, namun keturunan asli dari Galuh, yang awalnya bernama Raden Wajah. Sejak kecil sampai dewasa ia diasuh oleh Syeh Abdul Muhyi dan kemudian dinikahkan dengan putrinya Raden Ajeng Wajah.
Lokasi makam ini juga merupakan salah satu tempat Syekh Abdul Wajah bersemedi dan menyebarkan agama Islam. Dia kerap pulang pergi ke wilayah Sukapura dan Galuh dalam menyiarkan agama Islam dengan melintasi Sungai Citanduy.
Konon menurut cerita, Syekh Abdul Wajah meninggal dunia ketika selesai melaksanakan salat duha di bebatuan di Sungai Citanduy. Namun air sungai membawa jenazahnya hanyut. Nah, menurut cerita, muncul dua batu yang menolong Syekh Abdul Wajah. "Jadi ada dua batu menyelamatkan Syekh Abdul Wajah supaya tidak hanyut dan bergerak sendiri membawanya ke pinggir sungai," ujar Darman (59), kuncen Makam Gunungsari, saat ditemui di lokasi.
Meninggalnya Syeh Abdul Wajah diketahui oleh para santri dari Galuh dan Sukapura. Karena ia lahir di Sukapura, para santri mencoba membawanya, namun tidak ada yang sanggup mengangkatnya. Jenazah terasa berat, seolah memberi tanda bahwa dia ingin dikebumikan di tanah Galuh Ciamis.
"Jadi sebelum meninggal Syekh Abdul Wajah pernah berpesan ketika ia meninggal ingin dimakamkan di wilayah Galuh. Setelah mengetahui wasiat itu, para santri dari Galuh (Ciamis) dengan mudah membawa jenazahnya dan dimakamkan di Makam Gunungsari ini karena sebagai keturunan Galuh," tutur Darman.
Konon, menurut dia, ada keajaiban yang terjadi saat jenazah dibawa ke lokasi makam. Dua batu yang dianggap telah menyelamatkan jenazah Syekh Abdul Wajah itu ternyata berada tak jauh dari area pemakaman. "Jadi batu itu dengan sendirinya berpindah dari Sungai Citanduy ke sini. Padalah tidak ada santri yang membawanya. Jarak ke sungai juga cukup jauh," kata Darman.
Darman, yang sejak kecil bersama kakek dan bapaknya, telah lama mengenal makam tersebut. Batu yang dulunya hanya sebesar ember ukuran sedang, kini terlihat membesar. "Batu yang di depan gerbang itu tadinya di dalam, karena makam ditata jadi dipindahkan ke pintu depan kuburan. Dulu diangkat oleh tiga orang juga bisa. Sekarang lebih dari lima orang pun tidak bisa. Sejak tahun 70, seingat saya batu itu kecil. Tapi sekarang lebih besar dua kali lipat," tutur Darman.
Sedangkan batu yang satu lagi memiliki ukuran lebih kecil. Batu itu bukan hanya membesar tetapi juga melebar. Lokasinya berada disamping makam Syekh Abdul Wajah, tidak dipindahkan karena ukurannya saat itu masih kecil. "Kalau setiap malam Jumat Kliwon banyak peziarah ke sini. Umumnya para santri berasal dari berbagai daerah selain dari Ciamis dan Tasikmalaya. Ya mereka berdoa dan tawasulan. Biasa sampai jam 2 sampai jam 3 dini hari," ucap Darman
Warga Tasik Tersesat di Hutan Majalengka
Kisah horor ini dialami oleh rombongan keluarga Enjang Imron (49) warga Jalan Panunggal, Kelurahan Cipedes, Kota Tasikmalaya. Dia tersesat di tengah hutan kawasan Gunung Putri, Blok Maniis, Desa Maniis, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka. Dalam istilah Sunda, apa yang dialami oleh Enjang ini dikenal dengan istilah 'kasarung'. Korban yang 'kasarung' ini merasa seperti ada yang menuntun untuk mengikuti jalan, sampai akhirnya dia tersadar telah tersesat.
Ceritanya berawal ketika Enjang bersama enam orang keluarganya pulang dari menengok kerabat yang sakit di Cirebon, Jumat (12/2/2021) lalu. Sekitar pukul 10 malam mobil Avanza Z 1167 LD yang dikemudikan Enjang memasuki wilayah Majalengka.
Entah apa yang terjadi, Enjang malah membawa kendaraannya masuk ke kawasan hutan pinus. Menembus gelapnya malam dan pekatnya kabut. Mobil itu juga menempuh rute jalan yang sebenarnya sulit untuk dilalui kendaraan minibus biasa.
Beruntung ada seorang warga yang sempat melihat laju mobil itu dan melapor ke polisi. "Jadi Jumat malam sekitar jam 11 kita mendapatkan informasi dari masyarakat adanya kendaraan tersesat menuju hutan Gunung Putri di Blok Maniis Desa Maniis," kata Kapolsek Cingambul AKP Udin Saepudin.
Setelah menerima informasi itu, lanjut Udin, anggota dibantu warga langsung mencari keberadaan mobil Enjang. Baru pada pukul 02.00 WIB, mobil tersebut ditemukan di tengah hutan. Saat ditemukan mobil itu berada 5 kilometer dari jalan raya. Seisi mobil dalam keadaan ketakutan. Polisi akhirnya datang untuk melakukan evakuasi. "Kondisinya kabut hujan dan di lokasi banyak hutan pinus jadi tersesat. Pengemudi juga tidak hafal jalan," kata Kapolsek Cingambul AKP Udin Saepudin.
Bocah Pendaki Sempat Hilang di Gunung Guntur Garut
Serupa dengan kejadian mobil tersesat di Majalengka, bocah pendaki bernama M Gibran (14) juga mengalami 'kasarung' saat mendaki gunung Guntur Garut. Dia tersesat dan dinyatakan hilang 5 hari sebelum akhirnya ditemukan dalam keadaan selamat.
Boleh percaya atau tidak, di balik hilangnya Gibran terselip kisah mistis. Pengakuan horor itu disampaikan Gibran saat ditemui detikcom di Puskesmas Tarogong, Jumat (24/9/2021) malam. "Enggak merasa apa-apa. Biasa saja," ucap Gibran mengawali perbincangan
Gibran mengungkapkan, yang terakhir dia ingat, saat berada di dalam tenda itu ada yang berteriak memanggil namanya. "Ada yang teriak panggil 'Gibraaan...'. Nah saya ikuti, tapi ke jurang," katanya. Setelah itu, dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak bisa berbuat banyak, namun merasa tetap sadar.
Seingatnya waktu itu sempat berjumpa dengan lima sosok, terdiri satu lelaki dan lima perempuan. Mereka menawarkan makanan kepada bocah pendaki tersebut. "Seingat saya makanannya ikan, nasi. Tapi saya enggak makan, karena enggak kenal. Sosok yang perempuan pakai baju putih, terlihat sudah tua," ucap Gibran.
Hal yang tak masuk akal, Gibran mengaku selama lima hari hilang itu tidak merasakan pergantian langit siang ke malam. "Lima hari itu terang saja, nggak ada malam," kata dia. Dia sempat berupaya keluar dari tempat yang dilihatnya menyerupai tebing. Namun upayanya itu selalu gagal. "Naik ke tebing, tapi jatuh
Gibran menghilang misterius dalam proses pendakian di Gunung Guntur, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kisah bermula saat dia bersama 13 orang rekannya mendaki pada Sabtu (18/9). Hari Sabtu, mereka tiba di kawasan Pos 3 sekira pukul 17.00 WIB. Karena sudah gelap, mereka memutuskan untuk bermalam di sana.
Keesokan harinya, rombongan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Namun, Gibran dikabarkan enggan ikut dan memilih bertahan di tenda. Sekitar empat jam kemudian rombongan kemudian kembali ke Pos 3 dari puncak. Mereka kaget saat Gibran tidak ada di tenda. Sejak saat itu, Gibran menghilang hingga akhirnya ditemukan Jumat petang oleh tim SAR gabungan di Curug Cikoneng. Jaraknya sekitar 750 meter dari dari Pos 3.