Karawang -
Bicara Tugu Santri di Karawang tidak terlepas dari peradaban jejak Islam di Jawa Barat, terutama keberadaan Masjid Agung sebagai pertanda awal kedatangan Syeh Quro. Tugu Santri yang berada di halaman depan Masjid Agung Karawang ini merupakan salah satu titik awal penyebaran Islam di Karawang.
"Tugu Santri dibuat sebagai monumen yang bisa mengingatkan kita bahwa di sini (Masjid Agung Karawang), pernah berdiri madrasah atau pusat pendidikan yang dibangun oleh Syeikh Hasanudin yang dikenal sebagai Syeh Quro. Dia sebagai sosok ulama pertama penyebar dakwah Islam di Jawa Barat," kata Ketua DKM Masjid Agung Acep Jamhuri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (19/10).
Tugu santri di Masjid Agung Karawang terdiri dari empat kujang dan pada bagian puncaknya terdapat mushaf Al Quran yang terbuka. Sementara di bagian tengah terdapat simbol kemudi kapal laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudi kapal menunjukkan proses penyebaran islam oleh Syekh Quro dilakukan melalui jalur laut di pesisir Karawang," ujarnya.
Tugu Santri di Karawang (Foto: Yuda Febrian Silitonga/detikcom) |
Kujang melambangkan senjata khas Jawa Barat, yang sering digunakan oleh Sri Baduga Prabu Siliwangi. Kemudian, tasbih melambangkan cinta kasih antara Sri Baduga Prabu Siliwangi dengan Nyi Mas Subang Larang.
"Pada saat itu Nyi Mas Subang Larang meminta Tasbih sebagai mas kawinnya, sehingga Sri Baduga Prabu Siliwangi memeluk Islam dan dinikahkan di Masjid Agung Syeikh Quro Karawang ini," ucap Acep.
Tugu Santri ini, kata dia, diresmikan pada 2018. "Peresmiannya oleh pak Ridwan Kamil," ujar Acep.
Sejarah Singkat Syeh Quro
Dikutip dari buku 'Sejarah Karawang Pemkab Karawang', pada tahun 1340 Saka (1418 M) didirikan pesantren dan sekaligus masjid di Pelabuhan Bunut Kertayasa Karawang. Namanya Pondok Quro yang artinya tempat untuk belajar Al Quran. Syekh Quro adalah penganut mazhab Hanafi, yang datang bersama para santrinya antara lain: Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur, dan Nyai Subang Larang.
Syekh Quro kemudian menikah dengan Ratna Sondari, putri dari Ki Gedeng Karawang, dan lahir seorang putra yang bernama Syekh Akhmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Syekh Quro juga memiliki salah satu santri yang sangat berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam di Karawang yaitu Syech Abdulah Dargom alias Syech Darugem bin Jabir Modafah alias Syech Maghribi, keturunan dari Sayyidina Usman bin Affan r. a. Nama itu terkenalnya Syekh Bentong alias Tan Go. Syekh Bentong. Dia memiliki istri yang bernama Siu Te Yo dan mempunyai seorang putri, Siu Ban Ci.
Ketika usia anak Syekh Quro dan Ratna Sondari sudah beranjak dewasa, Syekh Quro berwasiat kepada santri-santri yang sudah cukup ilmu pengetahuan Islam yaitu Syekh Abdul Rohman dan Syekh Maulana Madzkur. Santri tersebut ditugaskan untuk menyebarkan Islam ke bagian selatan Karawang, tepatnya ke kecamatan Telukjambe, Ciampel, Pangkalan, dan Tegalwaru sekarang. Sedangkan anak Syekh Quro bernama Syekh Ahmad ditugaskan meneruskan perjuangan menyebarkan Islam di Pesantren Quro Karawang atau Masjid Agung Karawang sekarang.
Sedangkan sisa santrinya yang lain yakni Syech Bentong ikut bersama Syech Quro dan Ratna Sondari pergi ke bagian utara Karawang, tepatnya ke Pulo Bata, Desa Pulokalapa, Karawang. Di Pulo Bata, Syech Quro dan Syech Bentong membuat sumur yang bernama sumur Awisan. Kini sumur tersebut masih dipergunakan.
Syech Quro meninggal dan dimakamkan di Pulo Bata. Penerus penyebaran ajaran Islam di Pulo Bata ini diteruskan Syekh Bentong hingga akhir hayatnya.
Makam Syekh Quro Karawang dan Syekh Bentong ditemukan oleh Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syech Tolha pada tahun 1859 masehi atau pada abad ke-19. Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syech Tolha, ditugaskan oleh Kesultanan Cirebon, untuk mencari makam Maha guru leluhur Cirebon yang bernama Syech Quro.
Bukti adanya makam Syekh Quro Karawang di Pulo Bata ini diperkuat lagi oleh Sunan Kanoman Cirebon yaitu Pangeran Haji Raja Adipati Jalaludin saat berkunjung ke tempat itu. Surat penjelasan sekaligus pernyataan dari Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII Nomor: P-062/KB/PMPJA/XII/11/1992 pada tanggal 05 Nopember 1992, ditunjukan kepada Kepala Desa Pulokalapa Karawang.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini