Meriam 'Si Jagur' telah banyak melewati berbagai peristiwa dan berpindah tempat dari masa ke masa. Benda tersebut sempat disorot publik lantaran tidak terawat di bekas gedung Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Dahulu, masa kolonial, tempat tersebut terkenal dengan nama Gedung Kewedanaan Rengasdengklok.
Ramai kabar bahwa meriam 'Si Jagur' pernah dibiarkan lama 'menghuni' tempat sampah. "Waktu dulu, kata warga sekitar, meriam 'Si Jagur' pernah berada di tempat sampah. Karena berat bobotnya, warga sekitar tidak ada yang kuat memindahkannya. Dulu sempat jadi sorotan banyak media, juga pegiat sejarah," kata Juru Pelihara (Jupel) Gedung Kewedanaan Rengasdengklok, Opik, kepada detikcom, Rabu (22/9).
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karawang Firman Sopyan mengatakan meriam 'Si Jagur' awalnya menghuni Aula Gedung Kewedanaan Rengasdengklok. Lalu, pihaknya memindahkan meriam tersebut ke kantor Disparbud Karawang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu memang tergeletak begitu saja di lantai keramik. Sekarang sudah kita pajang dan menjadi ikonik di kantor Disparbud," kata Firman.
Soal asal usul penamaan 'Si Jagur', menurut Firman, didapatkan dari warga lokal Rengasdengklok. "Jadi nama 'Si Jagur' itu dari warga sekitar, bilangnya karena bersuara 'ngajelegur'. Dalam bahasa Sunda atau dalam artian Indonesia artinya 'menggelegar'," ucapnya.
Simak juga 'Rumah Djiaw Kie Siong, Saksi Bisu Perumusan Naskah Proklamasi':
Di balik sejarahnya itu, ada saja kisah yang menyeruak berkaitan hal magis 'Si Jagur'. Konon, menurut Firman, pernah ada orang yang sakit dan sulit sembuh karena memindahkan meriam tua tersebut. Orang itu, kata dia, bisa sembuh setelah mengembalikan meriam ke tempat semula.
"Warga juga percaya ada hal-hal magis pada meriamnya. Itu tadi (orang sakit gegara memindahkan meriam) salah satu kisahnya. Masih banyak (cerita lain) sebenarnya," ucap Firman.
Dari beberapa referensi sejarah, Firman menjelaskan, meriam 'Si Jagur' ini diperkirakan dibuat pada 1884. Fungsinya sebagai senjata pertahanan di Benteng Belanda Distrik Cabangbungin untuk mengamankan pelabuhan dan gudang garam milik Belanda.
"Setelah masa kemerdekaan, meriam ini berada di gedung bekas Kantor Kewadanaan Rengasdengklok. Meriam ini berukuran panjang 164 sentimeter, diameter atas 23 sentimeter, diameter bawah 33 sentimeter. Kalau beratnya belum ditimbang, mungkin ratusan kilo," tutur Firman.
![]() |
Selain itu, menurut dia, seharusnya ada delapan mortir dan satu meriam lagi bekas peninggalan zaman dulu. Pihaknya tengah menelusuri.
"Dari beberapa informasi dari saksi sejarah di Rengasdengklok, harusnya ada satu meriam lagi dan delapan mortir, tapi hilang. Kami tengah mencarinya," ujar Firman.