Petani porang di Kabupaten Pangandaran berharap pemerintah membantu menjaga stabilitas harga jual hasil panen mereka. Pasalnya saat ini harga jual porang mengalami penurunan drastis ketimbang beberapa bulan lalu ketika petani menanam.
"Petani porang di Kecamatan Langkaplancar mengeluh, karena harganya jadi Rp 7.000 per kilogram. Padahal waktu menanam dulu katanya Rp 14 ribu," kata Enceng warga Kecamatan Langkaplancar Pangandaran, Kamis (2/9/2021).
Enceng mengatakan waktu tanam porang dari menanam sampai panen memakan waktu sampai 8 bulan, sehingga potensi fluktuasi harga menjadi sangat rentan.
"Kalau ada standar harga yang ditentukan pemerintah tentu akan lebih terjamin," kata Enceng.
Aris Tri Wibowo direktur sebuah perusahaan eksportir porang mengakui saat ini terjadi penurunan harga porang yang cukup tajam.
"Tahun lalu di bulan yang sama harga porang di tingkat petani Rp 13 sampai 15 ribu per kilogram, sekarang Rp 7 ribu," kata Aris.
Penyebabnya diakui Aris kembali kepada hukum ekonomi, ketika suplai melimpah sementara demand stagnan atau berkurang maka harga otomatis berkurang.
"Pemainnya sudah banyak, suplai banyak, demand ada, tapi lama-lama menurun," kata Aris.
Namun disamping penyebab klasik itu, ada perubahan signifikan dalam mekanisme impor komoditi yang satu ini.
Salah satunya adalah kebijakan pajak sebesar 18 persen yang ditetapkan pemerintah China kepada importir porang. Angka pajak yang dianggap cukup tinggi itu, menurut Aris kontan berpengaruh terhadap perdagangan porang.
Harga porang yang biasanya USD 5,5 per kilogram diterima di Cina tanpa pajak sepeser pun, otomatis terganggu. Importir dan eksportir saling melempar beban pajak ini.
"Sudah 6 bulan ini vakum tidak ada ekspor ke Cina. Pihak eksportir di kita sedang negosiasi dengan broker importir di China, terkait sharing beban pajak itu. Kalau beban pajak di kita harga jadi USD 4 per kilo," kata Aris.
Dia juga mengatakan eksportir Indonesia tidak bisa langsung mengirim ke China karena belum adanya kerjasama antara kedua negara. Kondisi ini disiasati dengan cara ekspor melalui Hongkong, Vietnam dan Birma.
"Harusnya didukung oleh kerjasama G to G (antar pemerintah) Indonesia dan Cina. Sehingga barang kita bisa langsung masuk Cina," kata Aris.
Disamping itu tantangan lain juga menghadang bisnis porang internasional.
"Produksi porang bukan hanya Indonesia. Ada Afrika yang jadi pesaing. Mereka (Afrika) sanggup jual USD 2,8 per kilo, padahal kita USD 5,5," kata Aris.
(mud/mud)