Sementara itu Fitria Caroline (39) anak dari Marsinah yang juga korban pengusiran tersebut bercerita bila upaya pengosongan lahan tersebut dilakukan dengan paksa.
"Mamah saya didorong keluar dan ponakan saya juga disuruh keluar. Mereka panggil tukang untuk buka pintu keluar, setelah pintu dibuka, kita dipaksa lagi kursi diangkat dan didorong lagi keluar," tutur dia.
Terkait alasan pengosongan lahan itupun Fitria tak mengetahui secara pasti. Fitria mengakui jika rumah tersebut bukanlah miliknya melainkan milik dari atasan kakaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya gak ngerti, kakak saya yang ngerti. Dia hanya menyuruh saya keluar dan meminta mengosongkan rumah dengan cepat. Kakak karyawan Pak Hendra, Pak Hendra yang punya rumah sertifikat nomor 128 ini. Sudah lima tahun. Kita tidak tahu persoalan lainnya. Ini rumahnya pak Hendra, bukan mereka. Tapi saya dipaksa untuk keluar. Malah saya didorong supaya masalah cepat selesai," tutur dia.
Kasus pengusiran paksa ini pun dilaporkan oleh pemilik lahan atas nama Tine Yoargana ke Polda Jabar. Laporan dibuat kemarin malam.
"Jadi intinya, kita gak tau awal mulanya kenapa bisa memaksa masuk ke rumah, karena mereka gak tau posisi objek yang dipersengketakan itu bukan di situ, rumah itu adalah rumah milik kita Pak Hendra, tapi mungkin karena mereka salah objek, jadi paksa masuk dan salah keluar untuk ibu-ibu dan anak kecil keluar meminta untuk mengosongkan rumah segera," kata Riki Zaelani.
Kuasa hukum lainnya, Bram Bani mengatakan laporan yang dibuat itu berkaitan dengan upaya pengusiran dan intimidasi secara paksa oleh gerombolan orang.
"Jadi kami dari kuasa hukum keberatan dengan cara premanisasi atau mengeksekusi orang. Pengadilan aja mengeksekusi orang ada putusan pengadilan yang inkrah dan ada bacaan putusannya. Dan itu kami mengutuk keras dan di sini ada orang tua dan anak kecil. Kami meminta Polda Jabar untuk mengusut orak intelektualnya siapa di belakang ini," katanya.
(dir/mud)