Posting-an Badrudin alias Badru di Facebook soal ibu hamil ditandu karena jalan rusak yang berujung ia harus menginap dua hari di markas polisi menimbulkan banyak respons. Padahal gambar ibu hamil ditandu dan jalan rusak itu bukan hoaks. Muncul pembelaan dari Pemkab Lebak hingga anggota DPR di Senayan untuk Badru.
Fakta terbaru justru muncul dari keterangan Kepala Desa Barunai bernama M Hasan, tempat Badru tinggal. Rupanya, alasan kepala desa membawa warganya tersebut ke Mapolsek Panggarangan akibat posting-an yang diunggah Badru membuat 96 komentar. Komentar itu menyudutkan pemerintah desa, makanya Badru dibawa ke Mapolsek Panggarangan.
"Menurut keterangan Kades Barunai M. Hasan, masalah ibu yang hamil itu nggak menyangkut apa-apa. Tetapi, 96 komentar dalam posting-an itu menjelekkan kepada pemerintah setempat. Daripada terjadi kejadian yang lain, sebagai kepala desa membawa ke kantor polsek untuk dilakukan musyawarah dan menyelesaikan masalah tersebut," ujar Kabid Humas Polda Banten Kombes Edy Sumardi, Jumat (6/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya, Badru juga dibawa ke Polsek diantar ketua RT, karang taruna dan ketua pemuda. Termasuk kepala desa ikut dengan alasan menyelesaikan masalah akibat komentar tersebut agar menghindari keresahan.
"Bukan diamankan untuk ditahan. Namun, Kapolsek Panggarangan menerima pengunggah video tersebut atas inisiatif dari kepala desa Barunai M Hasan beserta perangkat desa, ketua RT, Karang Taruna, tokoh masyarakat dan ketua pemuda untuk melakukan pemecahan masalah atau problem solving, sehingga tidak mengakibatkan keresahan di masyarakat dan mengganggu kamtibmas," tutur Edy.
Tapi, keterangan itu berbeda dengan yang disampaikan oleh perwakilan keluarga. Kepala desa dianggap tidak terima karena unggahan sampai membawa Badru ke kantor polisi. Badru dibawa pada Senin (2/11).
"Alasanya ngamankan, sedangkan Polsek ngakui itu aspirasi masyarakat, jaro (kepala desa) keukeuh katanya pencemaran nama baik," kata Rinaldi selaku kakak ipar kepada detikcom, Rabu (4/11).
Tonton video 'Desanya Tak Bisa Diakses Mobil, Kakek Tola Ditandu ke Puskesmas':
Bahkan, Kapolsek Panggarangan AKP Rohidi yang mengatakan soal ketidakcocokan Badru dan kepala desa tersebut. Hanya saja polisi enggan ikut campur atas masalah di desa itu. Rohidi menyebut bahwa Badru baru diamankan dengan maksud agar dibuat jera.
"Saya enggak ikut campur masalah kepala desa mah. Siang ini mau dijemput sama keluarga sama jaro, biar kapok aja biar nggak liar main Facebook saja itu," kata Rohidi.
Pada Rabu (4/11) itu, Badru memang dikeluarkan dari kantor Mapolsek Panggarangan. Ia menandatangani surat pernyataan yang isinya mengakui kesalahan dan diminta untuk tidak melakukan unggahan serupa. Ada klausul jika mengulangi unggahan dengan nada yang sama, ia akan diproses secara hukum. Surat dibuat antara pihak kepala desa dan Badru.
"Dan apabila mengingkari maka siap untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," bunyi surat pernyataan sebagaimana dikutip detikcom.
Namun, pihak keluarga menganggap surat itu berat sebelah dan memberatkan pihak kedua. Apa yang dilakukan oleh anggota keluarganya dianggap sebagai aspirasi dan masukan baik dari pemerintah desa dan pemerintah daerah.
"Itu kan berat sebelah, memberatkan pihak kedua dong. Itu kan aspirasi, ibaratnya mengeluarkan unek-unek di kampungnya," kata Rinaldi saat dihubungi.
Telah banyak respons atas peristiwa menginapkan Badru di kantor polisi akibat posting-an itu. Anggota Komisi I DPR menilai apa yang di-posting warga Lebak itu harusnya jadi masukan pemerintah setempat dan bukan malah disebut sebagai sesuatu yang meresahkan. Apa yang disampaikan juga fakta, bukan berita bohong.
"Selama kritiknya wajar dan bukan berita bohong, harusnya tidak ditahan. Dianggap masukan saja agar ibu hamil dapat terlayani baik," kata Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid, Kamis (5/11).
Begitu pun yang disampaikan Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum. Kepala desa dan polisi dinilai terlalu reaktif atas posting-an Badru.
"Ini kan saya lihat mungkin baik itu pemerintah desa maupun polisi terlalu reaktif karena mereka melihat ini bisa mempunyai potensi pencemaran nama baik dengan UU ITE," kata Anggota Komisi III DPR F-Gerindra Wihadi Wiyanto.