Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Kuningan, menyegel bangunan bakal makam sesepuh Masyarakat Adat Karuhun (Akur) Sunda Wiwitan. Alasannya bangunan tersebut masuk dalam kategori tugu, sehingga perlu adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Di sisi lain, Masyarakat Akur Sunda Wiwitan kekeh bangunan tersebut merupakan makam. Sekadar diketahui, bangunan bakal makam sesepuh Sunda Wiwitan berada di area Curug Go'ong Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Bangunan itu memiliki dua liang lahat. Di atasnya terdapat batu besar yang tinggi menjulang. Ukurannya lebih dari tiga meter.
Masyarakat Akur Sunda Wiwitan menyebutkan batu besar itu merupakan penanda makam. "Kalau di tatar Sunda, itu hanya ciri. Tetenger, atau penanda makam saja," kata Penanggungjawab pembangunan bakal makam sesepuh Sunda Wiwitan, Darman, Selasa (21/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darman menceritakan bangunan bakal makam itu disiapkan untuk sesepuh Sunda Wiwitan yakni Pangeran Djatikusumah dan Ratu Emalia Wigarningsih. Darman menerangkan bentuk dan lokasi bangunan bakal makam itu disesuaikan dengan permintaan Pangeran Djatikusumah.
Dalam proses pembangunan tak hanya Masyarakat Akur Sunda Wiwitan yang dilibatkan, sejumlah masyarakat di Cigugur juga ikut membantu. Semangat gotong royong dan keberagaman hadir dalam proses pembangunannya.
"Pengerjaannya ini secara swadaya. Bukan dari masyarakat adat Sunda Wiwitan saja. Masyarakat dari berbagai agama, seperti Islam, Katolik dan lainnya ikut membantu. Kita membangun ini tanpa memandang latar belakang, kami menghormati keberagaman," kata Darman.
Darman menggebu-gebu menceritakan tentang keberagaman yang ada di Kecamatan Cigugur, Kuningan. Lokasi bangunan bakal makam sesepuhnya itu masih berada di sekitar area pemakaman umum, tak jauh dari Situs Gua Maria Kuningan. Di lokasi pemakaman itu terlihat pula keberagaman, ada makam pemeluk Islam, Katolik dan lainnya. Ada yang menghadap Timu-Barat, Utara-Selatan dan lainnya.
Menurut Darman, masyarakat Cigugur selaku gotong royong ketika ada orang yang meninggal. "Kalau ada orang yang meninggal, yang ikut menggali makamnya itu sekitar 30 orang. Sekalipun itu hanya ukuran 1x2 meter. Semua membantu tanpa memandang agama dan latar belakang lainnya. Kita masih menjaga tradisi gotong royong," kata Darman.
Usai menceritakan tradisi gotong royong masyarakat Cigugur, Darman kembali menceritakan tentang proses pembangunan bakal makam. Batu besar yang dijadikan sebagai penanda makam ternyata diangkut secara gotong royong oleh masyarakat Cigugur. Puluhan orang terlibat dalam proses pengangkutan batu besar itu.
Menurut Darman, berat batu yang dijadikan sebagai penanda makam itu kurang lebih mencapai 10 ton. "Prosesnya lama sekali. Batu itu diambil dari tanah milik orang lain, kami meminta izin terlebih dahulu. Bersama masyarakat di sini kami mengangkatnya dan memecah batunya, prosesnya lama hingga akhirnya bisa diangkat ke atas makam," papar Darman.
Darman mengaku tetap mematuhi hukum. Ia menghentikan sementara proses pembangunan bakal makam sesepuhnya. Darman berharap masalah penyegelan ini bisa diselesaikan.
"Semoga tidak ada masalah. Pengin secepatnya selesai, umur tidak ada yang tahu," kata Darman.
Tonton video 'Makam Seram di Kota Madiun Penuh Warna-warni dan Jadi Tempat Selfie':
Terpisah, Girang Pangaping Masyarakat Akur Sunda Wiwitan Okky Satrio Djati mengatakan batu satangtung itu bukan lah tugu. Menurutnya, Pemda Kabupaten Kuningan keliru tentang penyegelan tersebut. "Itu hanya tanda, bukan tugu," kata Okky.
Okky menegaskan pihaknya tak akan membongkar bangunan bakal makam terebut, termasuk batu satangtung. Menurutnya, tradisi Sunda Wiwitan pantang untuk membongkar apa yang sudah dibangun dan dinginkan leluhurnya.
"Kami pantang membongkar, yang sudah kami bangun. Kami sudah membangun dengan gotong royong yang positif, kalau mereka ingin membongkar dan mencontohkan gotong royong yang negatif silakan," kata Okky.
"Ini bentuk kesewenang-wenangan. Sebab, dalam Perda Nomor 13/2019 tentang IMB, belum ada juklak dan juknisnya. Kemarin Satpol PP bilang akan menyegel batunya, bukan makamnya. Tapi kalau dilihat di lokasi, yang disegel itu batu dan makamnya. Ada gak juklak dan juknisnya, ini kesewenang-wenangan," ucap Okky menambahkan.
Okky juga menyayangkan adanya ormas yang menyuarakan sentimen SARA tentang pembangunan bakal makam tersebut. Menurut Okky, ada ormas yang menuding bakal makam tersebut dijadikan tempat pemujaan. Ia menjamin bakal makam itu hanya dijadikan tempat pesarean.
"Ajaran kami melarang untuk menyembah makam. Lihat saja makam Pangeran Madrais (leluhur Sunda Wiwitan)," katanya.
Okky menilai pemerintah membiarkan gerakan ormas tersebut. "Bagaimana pemda secara sistematik memberi peluang pada kelompok yang tadi ikut mengawal penyegelan. Ini upaya pembiaran yang sistematik. Ini pelanggaran HAM. Kami laporkan ke Komnas HAM," kata Okky.
Sebelumnya, Satpol PP Kabupaten Kuningan menyegel bangunan bakal makam sesepuh Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Djatikusumah dan Ratu Emalia Wigarningsih. Bangunan tersebut dinilai tak memiliki IMB.
Kepala Satpol PP Kuningan Indra Purwantoro mengatakan bangunan bakal makam tersebut masuk kategori tugu. Sehingga, lanjut Indra, dalam Perda nomor 13/2019 tentang IMB menyebutkan tugu termasuk dalam bangunan non gedung, yang harus memiliki IMB.
"Makam itu bagian dari tugu, satu kesatuan. Jadi disegel. Bangunan di sana kita kategorikan tugu. Menurut KBBI, tugu itu bangunan tinggi yang terbuat dari batu, bata dan lainnya," ucap Indra.