Sebab itu, Chep mengklaim, sekitar 700 WNI eks ISIS yang masih ada di Suriah merasa nyaman, betah, dan tidak kekurangan tempat tinggal atau penghasilan. "Kalau di sini misalnya ada yang jadi kuli bangunan, paling dapat penghasilan Rp 1,5 juta per bulan, yang sarjana atau insinyur paling besar Rp 5 juta," katanya.
"Tapi di sana (Suriah) paling kecil mereka bisa kirim Rp 25 juta per bulan, makanya tidak benar jika ada yang mau pulang," tutur Chep menambahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain soal kesejahteraan, Chep mengungkapkan para mujahidin termasuk calon kombatan ISIS sempat menggelar pertemuan di Cipanas, Kabupaten Cianjur, pada tahun 2010. Menurut Chep, dalam pertemuan yang dihadiri puluhan orang itu saling berikrar untuk berjuang di daerah konflik di luar negeri. Mereka berikrar untuk tidak melakukan aksi teror atau bom di Indonesia.
"Waktu itu saya tegaskan pada mereka, silakan berjuang di Suriah atau tempat lain, jangan di Tanah Air. Saya tanyakan apakah mereka setuju? Dan semuanya kompak menjawab setuju," ucap Chep.
Ia mengungkapkan bahwa aksi dilakukan WNI di Suriah itu hanya sebatas perlawanan. Sebab dalam kondisi konflik tersebut hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. "Di Indonesia sendiri tidak ada konflik. Dan saya yakin tidak ada yang ingin pulang, mereka sudah hidup enak dan nyaman di sana. Sampai bisa ngirim uang ke keluarga di Tanah Air," kata Chep.
(bbn/bbn)