Iran Dituduh Bentuk Akun Palsu Yahudi di Facebook untuk Pecah Belah Israel

BBC Indonesia - detikNews
Jumat, 04 Feb 2022 15:09 WIB
Jakarta -

Sebuah unit disinformasi milik pemerintah Iran dicurigai menjalankan jaringan rumit di Facebook untuk menyasar kelompok nasionalis dan ultra-religius Yahudi di Israel.

Menurut penelitian yang dibagikan secara eksklusif kepada BBC, badan ini diduga berupaya memicu perpecahan dan mengobarkan ketegangan Israel dengan Palestina.

Campur tangan asing yang diduga dilakukan di berbagai platform media sosial. Akun tersebut menyamar sebagai kantor berita Yahudi ultra-Ortodoks yang mendukung kelompok sayap kanan ekstrem.

Tujuan mereka adalah memicu "perang agama" dengan cara memperkuat "ketakutan, kebencian dan kekacauan", kata pemantau disinformasi yang berbasis di Israel, FakeReporter. Mereka adalah yang mengungkap dugaan ini.

Ini adalah temuan terbaru dalam pertempuran disinformasi yang berkembang di media sosial dan aplikasi perpesanan di Israel. Badan yang digerakkan Iran itu disebut beroperasi setelah gejolak kekerasan sektarian tahun lalu di Israel.

Baca juga:

Dalam sebuah kasus, akun disinformasi itu mengunggah ulang video konfrontasi antara seorang anggota parlemen sayap kanan yang membawa senjata dan petugas parkir mobil berkebangsaan Palestina.

Dalam video itu, mereka menambahkan tulisan, "Sayang sekali dia tidak menembak kepalanya."

Facebook dan Twitter menonaktifkan halaman grup tersebut dan profil terkait merekra setelah diadukan oleh FakeReporter. Meski begitu, kelompok ini tetap aktif di saluran pesan Telegram.

Facebook berkata, akun itu muncul kembali setelah mereka menghapus "operasi kecil Iran untuk mempengaruhi publik" Maret lalu.

Facebook menanggap kelompok yang berbasis di Iran tersebut sebagai kelompok yang gigih dan memiliki sumber daya yang baik dalam mengeksploitasi media sosial.

BBC berusaha berbincang dengan pengelola grup itu, termasuk untuk menanyakan lokasi dan alasan mereka mengunggah ulang sejumlah konten. Namun hingga saat ini mereka tidak memberikan tanggapan.

Di sisi lain, Kedutaan Besar Iran di London tidak menjawab permintaan wawancara BBC.

'Fasih dalam politik Israel'

Grup di media sosial itu diberi nama Aduk atau yang secara terminologis berarti "sangat religius".

Aduk juga merupakan akronim bahasa Ibrani dari "persekutuan agama virtual untuk masyarakat religius".

Mereka menyebar artikel dan unggahan yang mendukung politisi sayap kanan. Grup ini mendorong protes dan menumbuhkan sentimen anti-pemerintah dan anti-Arab. Salah satu akun yang mereka kelola memiliki ribuan pengikut.

"Kami melihat jaringan ini muncul lagi setelah peristiwa di bulan Mei, ketika Israel berada di salah satu titik terendah dalam sejarahnya dalam hubungan antara warga Yahudi dan Arab," kata kepala eksekutif FakeReporter, Achiya Schatz.

Sumber BBC di badan keamanan Israel mengatakan profil online memiliki karakteristik yang mirip dengan aktivitas Iran yang sebelumnya terjadi di media sosial.

Jaringan di media sosial itu berusaha keras untuk terlihat asli. Mereka membuat halaman untuk toko roti fiktif di sebuah kota Israel yang cenderung ultra-Ortodoks.

Mereka juga mencuri identitas online seorang laki-laki Yahudi ultra-religius dari Rusia yang meninggal empat tahun lalu.

Saat mengetahui profil palsu itu, saudara perempuan laki-laki tersebut berkata kepada BBC bahwa platform media sosial harus ditutup.

"Ini adalah sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya, menciptakan latar belakang seperti itu," kata Schatz.

"Ada kekhawatiran lain karena jaringan ini menjadi semakin berkembang. Mereka terhubung dengan ekstremis dan kelompok kekerasan seperti itu. Mereka sangat fasih dalam politik Israel," ujarnya.

Kelompok itu berulang kali mendukung anggota parlemen ultra-nasionalis Israel, Itamar Ben Gvir. Dia adalah pengikut gerakan rasis terlarang yang menyerukan pengusiran orang Arab dari Israel.

Unggahan lain oleh jaringan yang dicurigai berbasis di Iran itu, antara lain:

  • Berulang kali menyerukan kehadiran masyarakat pada protes anti-pemerintah di Israel, terutama yang diselenggarakan oleh sayap kanan
  • Seruan yang di-retweet oleh Ben Gvir untuk membunuh "penghasut" keturunan Arab-Israel di kota-kota yang dilanda kekerasan sektarian pada Mei 2021
  • Mengunggah ulang foto yang secara keliru menunjukkan bahwa koalisi Israel dikendalikan oleh kelompok Muslim karena masuknya partai Islamis dalam pemerintahan
  • Mendorong sentimen anti-polisi di antara komunitas Yahudi ultra-Ortodoks Israel, banyak dari mereka tidak percaya pada penegakan hukum dan negara

Para pengamat membandingkan campur tangan asing sebelumnya yang dirancang untuk mengacaukan dan memperkuat perpecahan di AS dan Eropa.

'Jejaring sosial ini harus ditutup'

Ketika Olga Veshueva mendapat pesan dari saudara laki-lakinya, Reuven, dia tersenyum lebar sambil mengklik untuk membuka foto itu.

Dalam foto itu, Reuven mengenakan topi mahal. Dia berencana memakainya topi itu saat bertemu teman-temannya di seminari Yudaisme, tempatnya bersekolah di St Petersburg.

Namun momen di tahun 2017 itu kini menjadi kenangan tragis bagi Olga. Beberapa hari kemudian, Reuven, yang masih berusia 20-an, meninggal mendadak karena serangan jantung. Olga memiliki hubungan erat dengan gambar itu karena itulah foto terakhir Reuven sebelum meninggal.

Olga tidak menyangka hal yang akan terjadi empat tahun setelahnya. Tanpa sepengetahuan keluarga, foto dan informasi lainnya diambil dari profil media sosial Reuven.

Berbagai data itu disalin operator disinformasi yang diyakini berada di Iran. Data itu lalu digunakan untuk menjadi profil seorang laki-laki yang menyebut dirinya Ariel Levi. Dia merupakan administrator jaringan berita Aduk.

Identitas Reuven yang dicuri kini telah muncul ke ribuan pengguna media sosial Israel dalam unggahan di kelompok yang mendukung politisi sayap kanan ekstrem dan mengobarkan ketegangan antara orang Yahudi dan Arab.

Olga menangis ketika melihat bagaimana foto kakaknya digunakan untuk profil palsu di Facebook selama delapan bulan terakhir.

"Dia meninggalkan jejaknya sebagai orang yang baik dan lembut. Dia adalah saudara lelaki terhebat, orang yang penuh kasih," ujar Olga kepada BBC dari rumahnya di Kazakhstan.

"Tapi apa yang bisa saya lakukan? Saya tidak punya kekuatan. Semua jejaring sosial ini harus ditutup," tuturnya.

Beberapa pemuda Israel ultra-Ortodoks mungkin lebih rentan terhadap campur tangan asing karena rendahnya literasi digital.

Pendapat itu dikatakan Tehilla Shwartz Altshuler dari lembaga pemikir Institut Demokrasi Israel. Menurutnya, lebih banyak orang yang sekarang memiliki akses internet untuk pertama kalinya.

"Komunitas ini sangat konservatif dan tidak memiliki pengalaman 70 tahun menonton TV," katanya.

"Setiap kebencian terhadap masyarakat Israel, atau ekstremisme sayap kanan, atau perasaan anti-Arab, anti-Muslim dapat dieksploitasi.

"Komunitas semacam ini tidak siap untuk menghadapi berita palsu atau manipulasi digital," ucapnya.

Jaringan Aduk menggunakan pendekatan yang tersebar untuk mendapatkan perhatian. Halaman di beberapa platform hampir tidak aktif dan banyak unggahan mereka mendapat sedikit komentar.

Namun, halaman Facebook untuk administrator Aduk yang bernama Ariel Levi memiliki sekitar 3.000 teman di media sosial tersebut.

ReutersPeristiwa kekerasan antara kelompok Arab dan Yahudi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya pecah di kota-kota Israel pada Mei 2021.

Pola interferensi asing ini telah terlihat di negara lain, kata Simin Kargar, seorang peneliti di Laboratorium Penelitian Forensik Digital Dewan Atlantik.

Kargar menilai, Iran mendapat manfaat dari lawan-lawannya yang mengamati kampanye disinformasi itu sendiri.

"Sejak pemilihan presiden di Amerika Serikat, kami telah melihat taktik Iran semakin beragam, bagian dari pedoman yang lebih luas dan lebih rumit. Mereka menanggap bahwa mereka diperhatikan dan ditakuti," katanya.

Perang bayangan

Erez Kreimer, mantan kepala divisi siber di badan keamanan domestik Shin Bet Israel, menyebut jaringan Aduk tidak profesional tetapi efisien.

Menurunya, pemerintah Iran melihat Israel sebagai target utama dalam upaya serangan siber mereka.

Kasus ini adalah yang terbaru dari serangkaian dugaan intervensi asing yang lebih luas di Israel.

Januari lalu, badan keamanan Israel melakukan beberapa penangkapan. Otoritas setempat memperingatkan tentang upaya Iran untuk menarik warga Israel menjadi mata-mata.

Sejak akhir tahun 2020, setidaknya lima kasus telah terungkap dugaan campur tangan Iran pada aplikasi perpesanan untuk menyusup dan mendorong protes anti-pemerintah di Israel.

Simin Kargar dari Dewan Atlantik menghubungkan upaya tersebut dengan perang bayangan yang lebih luas di Timur Tengah. Dia merujuk pembunuhan kepala ilmuwan nuklir Iran dan ledakan misterius di fasilitas nuklirnya.

Banyak yang mengaitkan mereka dengan Israel, tapi tidak pernah mengakui keterlibatan apa pun.

"Bagi Iran, cara untuk membalas Israel adalah dengan melakukan kampanye yang lebih subversif atau serangan siber untuk menunjukkan bahwa mereka tidak tinggal diam," kata Kargar.

"Mereka juga melakukan hal-hal untuk mengurangi ancaman tersebut. Tapi jelas dengan biaya yang lebih rendah karena standar untuk masuk jauh lebih rendah di ruang siber ini," tuturnya.

Tehilla Shwartz Altshuler dari Institut Demokrasi Israel menggambarkan ini sebagai bentuk intervensi asing yang murah.

"Biayanya yang lebih banyak keluar untuk meluncurkan rudal ke Lebanon daripada byte digital ke Israel," katanya.

AFPPerusahaan induk Facebook, Meta, mengatakan akan mengambil tindakan terhadap dugaan intervensi Iran di Israel.

Sementara itu, para peneliti FakeReporter menyerukan pemantauan yang lebih kuat oleh platform media sosi

"Kita perlu memahami bahwa jika negara dan jaringan sosial, teknologi besar, tidak melangkah maju dan meningkatkan keamanan dan membela hak-hak pengguna online, kita akan melihat lebih banyak infiltrasi politik dan ketidakpercayaan antara orang-orang," kata Schatz.

Perusahaan induk Facebook, Meta, menyebut mampu memperlambat upaya kelompok disinformasi Iran dan mencegah mereka membangun kembali audiens di platform yang sama.

"Mengingat sifat permusuhan dari ruang ini dan mengetahui bahwa aktor jahat ini akan selalu mencoba untuk kembali, kami akan tetap waspada dan mengambil tindakan yang diperlukan," begitu pernyataan Meta.

Sementara itu, seorang juru bicara Twitter berkata, "Akun yang dirujuk telah ditangguhkan secara permanen karena melanggar manipulasi platform dan kebijakan spam kami."

Telegram tidak menanggapi permintaan komentar.




(ita/ita)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork