"Atas dasar kesalahan itu, kami mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk merehabilitasi nama baik keduanya serta ganti rugi materiil Rp 56 juta dan imateriil Rp 1 miliar," kata pengacara publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari, di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Klien kami saat itu mendapat perlakuan tidak manusiawi," ujarnya.
Aris dan Heri, yang yakin tidak bersalah, kemudian mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Pada 13 Juni 2017, hakim memenangkan gugatan praperadilan Heri dan Aris hingga status tersangka keduanya dicabut lewat putusan nomor 56/PID.PRAP/2017/PN.JKT.SEL.
Kini, keduanya didampingi LBH Jakarta kembali mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel agar nama baiknya dikembalikan serta mendapat ganti rugi materiil dan imateriil. Ganti rugi tersebut diajukan karena dampak yang diterima Heri dan Aris serta keluarga mereka.
Istri Aris disebut kehilangan pekerjaan sebagai buruh cuci akibat suaminya dianggap sebagai penjahat. Ayah Heri pun disebut jatuh sakit akibat anaknya ditangkap polisi.
Pihak LBH Jakarta menyebut gugatan praperadilan ini berdasarkan Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 ayat 2 KUHAP yang menjamin korban penyiksaan dan salah tangkap berhak mendapat ganti rugi yang dimintakan melalui sidang praperadilan yang telah diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 92 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan KUHAP. Selain itu, tuntutan ini ditujukan agar pihak kepolisian lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan.
"Ini pelajaran bagi polisi agar tidak sewenang-wenang, ada konsekuensi hukum dari setiap tindakan penyidikan," ujar Kepala Advokasi Bidang Fair Trial LBH Jakarta Arif Maulana.
Sementara itu, Aris, yang menjadi korban salah tangkap, berharap tidak ada lagi orang lain yang mengalami kejadian seperti dirinya. "Saya berharap supaya tidak ada lagi yang jadi korban seperti kami," ujarnya. (idh/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini