Ilustrasi : Edi Wahyono
Senin, 23 September 2024Suasana tenang dan nyaman beberapa menit sebelumnya nyaris terlupakan begitu raut perempuan di hadapan Jaka—bukan nama sebenarnya—berubah jadi serius dan merengut. Nama perempuan itu Kwan Cherry Lai. Dia atasan Jaka di Brandoville Studios, perusahaan game art dan animasi yang sebelumnya berkantor di Menteng, Jakarta. Cherry Lai adalah istri Cham Chuen Lay alias Ken Lai, pendiri sekaligus Direktur Utama Brandoville Studios.
Mendadak Cherry Lai memberikan perintah ganjil. Dia meminta karyawan perempuan berinisial CS untuk memilih siapa orang di antara Jaka beserta timnya yang ia sukai maupun sebaliknya. Yang membuat Jaka semakin terkesiap, Cherry memaksa CS ‘menampar’ sebagai ganjaran dari setiap pilihannya.
“Jadi dia suruh pilih. Intinya tuh, dia pilih mau gebuk orang itu kalau nggak suka atau gebuk diri sendiri, atau kalau misalnya suka,” kata Jaka kepada detikX.
“Nah, waktu itu pertanyaan pertama ke teman saya satu, nah dia gebuk tuh, dia pilih gebuk diri sendiri karena memang nggak ada masalah sama orang itu, kan. Terus ke saya, dia pilih gebuk diri sendiri, jadi intinya tampar diri sendiri-lah,” lanjutnya.
Peristiwa ganjil itu pertama kalinya Jaka saksikan dengan mata kepalanya sendiri di perusahaan tempatnya bekerja. Ia tak menyangka kejadian itu merupakan hal yang berulang dan lebih parah.
Baca Juga : Tipu-tipu Duo Sejoli Pengusaha Gim Animasi
Potret bersama Cherry Lai dan Ken Lai.
Foto : Akun X Cherry @CherryLai2020
Mulanya sederet kasus eksploitasi dan kekerasan ini terkuak karena beberapa unggahan akun media sosial. Isinya kronologi disertai sejumlah bukti video dan tangkapan layar kekerasan yang dialami karyawan CS.
Aku dibilang bitch, fat, kasarlah segala macam. Merasa kayak, walaupun masalahnya sepele, aku pernah merasa I deserve this. Untuk baju juga dibatasi di kantor. Kalau aku badannya berisi, tapi nggak gendut-lah. Tapi katanya aku gendut banget, ‘Kamu harusnya kurus seperti aku (Cherry)’.”
Jaka membenarkan beberapa hal ganjil yang sempat dialami CS di kantor. Beberapa kali ketika mengadakan rapat, Cherry Lai kerap meminta CS turut hadir di rapat, tapi memintanya berdiri dan menghadap tembok berjam-jam lamanya, hingga rapat selesai.
Bukan hanya Jaka, Ziva—bukan nama sebenarnya—juga menyaksikan kekerasan yang dialami CS dengan konteks yang berbeda. Lebih dari dua kali, tanpa alasan, Cherry memaksa CS menampar dirinya sendiri beberapa kali, bergantian pipi kanan dan kiri.
Baik Ziva maupun Jaka membeku ketakutan ketika menyaksikannya. Cherry Lai dianggap menciptakan suasana yang membuat karyawan tak berkutik dan menganggap biasa apa yang telah terjadi.
Pernah suatu kali Ziva dipaksa menampar koleganya ketika sedang rapat. Ziva menggeleng dan menolaknya. Tapi Cherry Lai terus memaksa dan memarahinya. Merasa terdesak, Ziva akhirnya menepuk pelan pipi koleganya. Cherry Lai tak terima dengan hal itu. Ia meminta karyawan lainnya menampar orang tersebut. Sama dengan Ziva, karyawan itu menolak sekuatnya.
Nahasnya, Cherry tak kehabisan akal. Ia meminta orang tersebut menampar dirinya sendiri. Siksaan pun tak berhenti di sana, perempuan asal Hong Kong itu memaksa semua karyawan menyaksikan kekerasan itu berlangsung.
“Kalau merem atau menunjukkan rasa takut, Cherry bakal marah lagi. ‘Are you being drama right now?’, itu yang sering dia katakan,” ujar Ziva via sambungan telepon.
Ziva kerap menelan umpatan kejam sehari-harinya. Jika karyawan melakukan kesalahan sedikit saja, Cherry bakal langsung memuntahkan berbagai olokan kejam kepadanya.
“Aku dibilang bitch, fat, kasarlah segala macam. Merasa kayak, walaupun masalahnya sepele, aku pernah merasa I deserve this. Untuk baju juga dibatasi di kantor. Kalau aku badannya berisi, tapi nggak gendut-lah. Tapi katanya aku gendut banget, ‘Kamu harusnya kurus seperti aku (Cherry)’,” cerita Ziva.
Bagi Ziva, sukar mengetahui lebih jauh apa yang dialami CS selama di kantor. Sebab, Cherry Lai melarang tegas siapa pun untuk berkomunikasi dengan CS.
Berdasarkan bukti-bukti yang beredar di media sosial, CS kerap mendapat kekerasan fisik berupa pemaksaan menampar diri sendiri, pemukulan, pencekikan, dijambak, dan diseret badannya. Juga kekerasan finansial, seperti menguras kartu kredit CS, memaksa CS melakukan pinjaman online, dan tidak mengupahnya.
“Dulu kami percaya CS itu tangan kanannya Cherry. Karena Cherry bikin peraturan kami nggak boleh komunikasi sama CS. Pokoknya ada suatu meeting dia marah, ‘You can not talk to CS, CS can not talk to anyone. CS is my pet!’ Ujung-ujungnya (alasannya) itu,” jelasnya.
Hal berat yang Ziva ketahui adalah, baik Cherry maupun Ken Lai kerap memotong rencana waktu untuk menyelesaikan sebuah proyek. Ini menyebabkan para pekerja di bagian produksi, yakni animator, mesti bekerja lembur dan kurang tidur selama berhari-hari. Meski Ziva sudah berusaha membuat rencana penyelesaian proyek dengan waktu yang masuk akal dan tak membebani pekerja, Cherry Lai kerap menginterupsinya.
Perbudakan di dunia kerja itu juga dirasakan betul oleh Ari dan Wilo—bukan nama sebenarnya—sebagai animator Brandoville. Keduanya mengaku selalu ada satu hingga dua minggu setiap bulannya harus bekerja lembur hingga dini hari. Wilo bahkan pernah pulang dari kantor pukul enam pagi dan harus berangkat kembali pukul sembilan pagi, untuk kembali bekerja.
“Start kerja kami jam 09.00, itu benar-benar ditegaskan kami nggak boleh telat semenit pun. Kalau telat semenit, itu gaji cuti dipotong. Tapi (peraturan setelahnya) yang baru jam 11.00, sebelumnya jam 09.01 sudah dipotong,” aku Wilo.
Seingat Ari, kontrak kerja tak menuliskan perjanjian memotong gaji apabila terlambat masuk kerja. Sayangnya, Ari maupun Wilo tak memegang salinan kontrak kerja tersebut. Begitupun dengan rekan-rekan koleganya yang lain. Cherry Lai terus menjanjikan untuk memberikannya, tapi sampai Ari memutuskan resign, ia tak pernah mendapatkannya.
Kerja-kerja lembur tersebut pun tak mendapat upah maupun hari pengganti libur. Ini dibenarkan oleh lima eks karyawan Brandoville yang detikX tanya. Bahkan dua karyawan di antaranya pernah diminta menghadiri rapat pada Sabtu dan Minggu. Meski pulang pada Subuh keesokan harinya, tak ada libur pengganti yang bisa mereka dapatkan.
Berbagai peraturan ganjil terjadi di bawah arahan Cherry Lai, setidaknya itu yang Ari rasakan dan ia dengar dari kolega-koleganya. Setiap kali ada tamu asing yang berkunjung ke kantor, misalnya, semua karyawan diperintahkan berdiri, menaruh tangannya kanannya di dada, dan menunduk hormat.
Tak hanya itu, sudah menjadi rahasia umum, apabila rekan satu divisi membuat kesalahan, satu tim divisinya-lah yang akan kena marah. Itu mengakibatkan setiap karyawan enggan memprotes Cherry Lai atau menolak keinginannya. Sebab, itu akan berdampak pada rekan kerjanya yang tak berbuat apa-apa.
Cherry juga kerap mengganti secara mendadak hari libur tanggal merah yang menyebabkan agenda para karyawan jadi berantakan. Apabila para karyawan memaksa tetap libur, imbasnya gaji mereka akan dipotong.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Hari Nugroho mengakui adanya sejumlah eksploitasi dan kekerasan yang terjadi di Brandoville Studios.
"Adanya tindak pidana ketenagakerjaan berupa tidak dibayarkannya upah lembur," jelasnya.
Disnaker DKI Jakarta akan memanggil perusahaan Indonesia yang bekerja sama dengan Brandoville untuk meminta keterangan dan mendalami para pelaku. Namun Hari mengakui adanya tantangan dalam menyelesaikan kasus ini.
Penampakan kantor Brandoville Studios yang kini sudah tutup di Jl. Sumenep No.23, Menteng, Jakarta Pusat.
Foto : Ahmad Thovan Sugandi/detikX
“Biasanya kasus seperti ini kan kami menyelesaikan sengketa, dua pihak kami panggil, kami periksa, pertemukan mereka untuk mediasi, tapi ini (Cherri dan Ken) sudah ke luar negeri. Dan perusahaannya kan sebenarnya sudah tutup dari Juli. Kasusnya viral kan baru September. UU-nya kan ada, ada sanksinya, denda, tapi ini kan perusahaan (Brandoville Studios) sudah ditutup, sudah tidak beroperasi, BPJS sudah nonaktif juga,” tutur Hari kepada detikX.
Hari mengatakan, untuk kasus kekerasan, ia menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak kepolisian. detikX mendapati garis pengaman polisi telah terpasang di depan kantor Brandoville di Menteng. Sebab, kepolisian menduga ada upaya merusak barang bukti.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus mengatakan akan melakukan penyelidikan sesuai tahapan. Mereka hendak mengamankan beragam bukti dan dokumen yang ada, salah satu bukti yang hendak menyita CCTV. Namun, saat detikX mendatangi lokasi, pihak kepolisian terkendala saat menyita CCTV.
“CCTV ini, CCTV dapat, cuma kami tadi teknisinya belum ada, nanti kami akan lakukan olah TKP lanjutan terkait dengan pengambilan. Masih aman atau tidak, kami belum (cek), teknisinya belum datang,” ujar Firdaus kepada detikX.
Sementara itu, dari hasil olah TKP, Firdaus mengatakan mendapatkan gambar hasil dari penyitaan dokumen-dokumen dari lokasi perusahaan tersebut.
"Kami dapat gambaran kekerasan yang terjadi itu di lantai 2, tepatnya di ruang kerja. Untuk lebih tepatnya, kami akan mengevaluasi kembali apakah nanti kami perlukan untuk olah TKP lanjutan atau tidak," katanya.
Delapan orang saksi sudah dimintai keterangan terkait kejadian tersebut. Pihak kepolisian juga akan berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk mencari keberadaan Cherry Lai dan Ken Lai yang kabur ke luar negeri.
Reporter: Ani Mardatila, Fajar Yusuf Rasdianto, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban