INTERMESO

Blok M Punya Cerita

“Demi beli komik, ayah saya rela nemenin dari Ciledug ke Blok M naik angkot terus nyambung bus sampai tiga kali.”

Foto: Suasana di Blok M ketika bus kota seperti Metro Mini dan Kopaja masih banyak beroperasi (Jhoni Hutapea/detikcom)

Minggu, 29 Mei 2022

Wajah Melda Rahmawati tampak begitu girang. Baru saja ia menerima gaji setelah resmi satu bulan bekerja sebagai pegawai toko baju di Blok M Mall, Jakarta Selatan. Uang yang totalnya tak sampai Rp 100 ribu itu ia terima dalam sebuah amplop panjang berwarna coklat.

Di tahun 1996 saat pertama Melda bekerja, tidak ada istilahnya gaji ditransfer ke rekening bank. Gaji biasanya diberikan setiap akhir bulan dalam bentuk uang tunai. Dengan sangat hati-hati, amplop itu ia simpan di dalam tas jinjing berwarna merah. Begitu jam kerjanya usai, Melda buru-buru ingin menggunakan uangnya untuk membeli makanan di restoran gaul Blok M.

“Dulu anak-anak yang nongkrong di sini makannya di AH. Soalnya dibandingkan fast food yang lain, AH harganya lebih pas di kantong,” tawa Melda saat dihubungi detikX.

AH atau dibaca AHA merupakan singkatan dari American Hamburger. Restoran yang berdiri sejak tahun 1977 ini merupakan tongkrongan wajib bagi anak gaul di sekitaran Blok M. Seperti namanya, restoran ini menyediakan berbagai macam menu barat seperti fried chicken, french fries, salad, spaghetti dan masih banyak lagi. Harganya pun lebih murah ketimbang KFC atau Kentucky Fried Chicken yang juga terletak tak jauh dari AH.

Dengan uang jajan seadanya, biasanya Melda hanya bisa memandangi anak-anak muda itu sedang lahap menyantap makanannya. Untuk menghibur dirinya, paling-paling Melda hanya bisa membeli bakwan dan beberapa potong kue ape di sekitar jalur terminal Blok M. Makanan ringan itu ia santap sebelum menaiki bus patas Mayasari Bhakti tujuan akhir Rawa Mangun, Jakarta Timur.

Salah satu sudut Blok M yang kini sepi
Foto: Rengga Sancaya/detikcom 

“Aku pengen nyobain choco milk shake sama kue. Mereka juga jual cake per potong. Yang paling terkenal dan paling enak menurut aku black forest cake,” seusai makan di sana, rencanannya Melda juga ingin mampir ke Aldiron Plaza yang kini sudah berubah wujud dan nama menjadi Blok M Square. Jika tidak kemalaman, ia ingin bermain dingdong di lantai enam.

Namun, sayang, rencana berubah ketika ada seorang laki-laki paruh baya yang tiba-tiba mencegatnya. Laki-laki itu menyapa lalu menyentuh pundak Melda. Saat itu Melda masih berusia 20 tahun. Ia tak begitu ingat lagi apa yang terjadi setelahnya. Hanya saja saat hendak membayar pesanan makanannya, amplop coklat itu sudah raib.

“Malu betul kalau diingat-ingat lagi. Aku sudah pesan makan tapi aku cari-cari amplopnya, kok, nggak ada. Untung saya bertemu satu bapak-bapak baik. Saya dibayarin dan dikasih ongkos untuk pulang,” cerita Melda.

Sesampainya di rumah, Melda pun menceritakan pengalaman apesnya seusai pulang kerja. “Kata ibu dulu aku, tuh, kena hipnotis,” begitulah cerita gaji pertama Melda yang ludes tak bersisa beserta kenangan pahitnya di sekitar kawasan Blok M.

Jika kawasan Blok M selalu mengingatkan Melda akan kisah apesnya, lain ceritanya dengan Ahmad Adriansyah. Blok M tak hanya jadi tempat tongkrongan gaul anak muda, tapi setiap sudut di sana telah menyimpan banyak kenangan bersama ayahnya yang telah tiada.

Ayah Ahmad pertama kali memperkenalkannya dengan komik bikinan Kho Ping Hoo. Ia merupakan seorang legenda dalam dunia cerita persilatan. Sudah lebih dari 400 judul cerita silat yang ditulis oleh pria kelahiran Sragen, 17 gustus 1926, ini. Sejak kecanduan dengan komik berjudul Pendekar Super Sakti, Ahmad selalu merengek minta dibelikan serial komik lanjutannya.

Suasana tangga menuju kawasan perbelanjaan di bawah Terminal Blok M
Foto: Rengga Sancaya/detikcom

“Demi beli komik, ayah saya rela nemenin dari Ciledug ke Blok M naik angkot terus nyambung bus sampai tiga kali. Dulu belum ada Busway koridor 13,” ungkap Ahmad yang kini tinggal di Bogor, Jawa Barat. Demi menyenangkan sang anak, ayahnya tak mengeluh meski Ahmad tahu pinggang sang ayah menahan sakit karena terlalu lama naik bus. “Total perjalanan tiga jam cuma buat nemenin saya beli komik di pertokoan di sekitaran Blok M. Dulu banyak toko yang jual buku.”

Setelah beli buku, Ahmad dan ayahnya menghabiskan waktu dengan jalan-jalan, dan makan. Samar-samar Ahmad masih ingat bagaimana ayahnya terkadang kesulitan menaiki tangga saat keluar dari Blok M menuju Pasaraya. “Soalnya dulu ayah ada pengapuran di tulang pinggang, jadi buat jalan lama agak susah,” cerita Ahmad yang kalau diingat-ingat kembali membuatnya terharu.

Tak hanya membeli buku, Ahmad pun menemani ayahnya mencari kaset lagu The Beatles. Kawasan Blok M juga terkenal dengan aneka toko kaset dan piringan hitam dari berbagai genre musik seperti jazz, klasik, pop maupun rock. Jika ingin mendengarkan lagu dan membeli CD premium, pengunjung biasa mampir ke Aquarius Mahakam. Namun, ada juga pertokoan yang menjual kaset bekas.

“Kalau kita malah biasanya beli yang second ada di Blok M Mall. Sebelum pulang biasanya mampir buat beli kaset bekas. Walaupun bekas tapi kondisinya masih bagus sekali kayak beli baru,” ucap Ahmad. Kini gedung yang masih bertahan di Blok M dan deretan komik yang masih ia simpan rapi di kamarnya menjadi saksi bisu kenangan mereka berdua.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE