INTERMESO
Dulu kawasan Blok M begitu digandrungi anak muda. Sampai-sampai ada istilah, bukan anak gaul kalau belum pernah mejeng di Blok M.
Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Sabtu, 28 Mei 2022Perasaan campur aduk mewarnai hati Lia Muliana setiap kali melintasi kawasan Blok M di Jakarta Selatan. Wujudnya kini sudah banyak berganti, begitu pun dengan orang-orang yang pernah mengisinya. Namun, memori indah yang tercipta di sini saat ia masih remaja masih begitu lekat. Lia yakin pula, kenangan ini bukan hanya miliknya saja, tapi juga milik anak-anak gaul Jakarta yang menghabiskan masa mudanya di era tahun 1980-1990-an.
“Sekarang, mah, Blok M udah berubah, udah nggak seperti dulu. Kalau dulu asyik dan seru banget,” mengawali kisahnya.
Kawasan Blok M sempat menjadi magnet bagi berbagai lapisan warga metropolitan. Alasannya karena di tempat ini terdapat berbagai pusat perbelanjaan modern yang lokasinya saling berdekatan. Semua aktivitas bisa dilakukan, mau itu nongkrong, belanja, makan, atau sekedar membawa anak jalan-jalan. Di kawasan itu terdapat Pasaraya, Blok M Mall, Plaza Blok M dan Aldiron Plaza yang sudah berubah wujud menjadi Blok M Square. Di masa jayanya, orang bahkan rela menunggu meski jam operasional tempat belanja ini belum dibuka.
Di tengah kawasan ini terdapat Terminal Blok M yang terhubung dengan Blok M Mall. Daerah mana pun dari sekitar Jakarta pasti memiliki bus dengan trayek tujuan akhir Blok M. Untuk pergi ke Blok M, Lia cukup satu kali naik bus dari rumahnya di Kebayoran Baru. Tarifnya hanya Rp 100 perak. Setiap akhir pekan, Lia selalu mampir ke Blok M untuk bermain sepatu roda. Saking seringnya, Lia sampai mendapat julukan anak HD alias anak Happy Day.
Mal Blok M merupakan salah satu pusat perbelanjaan legendaris di Jakarta. Namun kini pusat perbelanjaan itu seakan terlupakan dan sepi dari aktivitas jual-beli
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Baca Juga : Fenomena Kohabitasi Kaum Urban Jakarta
“Teman-teman di sekolah suka aku ajakin juga buat main di sana. Seminggu bahkan bisa sampai tiga kali aku main di sana,” ucap perempuan kelahiran tahun 1977 ini. Tren bermain sepatu roda sempat diramaikan oleh film berjudul Olga dan Sepatu Roda yang diproduksi pada tahun 1991. Film ini dibintangi oleh Desy Ratnasari dan Nike Ardilla.
Happy Day merupakan arena indoor untuk bermain sepatu roda. Letaknya ada di lantai enam Aldiron Plaza. Tangga di plaza tidak ada yang sampai ke lantai enam. Maka dari itu Lia harus naik lift. Dengan membayar Rp 3 sampai 5 ribu, Lia sudah bisa menyewa sepatu roda dan bebas bermain sepuasnya.
“Paling seru kalau mainnya rame-rame. Kita bisa bikin formasi kayak kereta-keretaan. Nguras energi banget tapi seru. Sayang sekarang tempatnya udah nggak ada lagi,” pungkas Lia.
Selain Happy Day, sebetulnya ada satu lagi arena bermain sepatu roda. Letaknya diapit bar dan diskotik atau tepatnya di pertokoan di samping Aldiron Plaza yaitu Disco Skate Lipstick. Logonya orang meliuk seperti sedang menari. Hanya saja Lia tidak pernah berani berkunjung ke sana. Karena katanya Lipstick hanya diperuntukkan untuk orang dewasa yang ingin ‘ajojing’ sambil mendengarkan lagu disko dan bermain sepatu roda.
“Kalau aku kelasnya main di HD aja. Itu pun di HD nggak cowok nggak cewek semua yang datang keren-keren. Soalnya di sana kita sekalian mejeng cari temen atau gebetan baru,” katanya. Jika sudah puas bermain, Lia akan mampir ke toko buku Gramedia. Lia biasanya menutup harinya dengan makan es krim di Swensen Ice Cream. Kabarnya kini Disco Skate Lipstick sudah berubah fungsi menjadi tempat bermain bilyard.
Jika ingin tahu betul hingar bingar di Blok M saat itu, tontonlah film berjudul Blok M (Bakal Lokasi Mejeng). Film ini tayang pada tahun 1990. Diperankan oleh Desy Ratnasari sebagai tokoh utama, film ini mampu menggambarkan budaya pop serta pergaulan anak muda di era 1980-1990-an. Desy memerankan sosok Lola, anak remaja yang gemar mejeng dan berdisko ria dengan sekelumit drama.
Baca Juga : Blok M Punya Cerita
Salah satu penjual di kawasan Mal Blok M yang mulai sepi
Foto : Rengga Sancaya/detikcom
Bekas luka di sikut Bayu Birowo juga turut membawa kenangan di Blok M. Selain sebagai tempat nongkrong sekaligus ngeceng atau pamer dandanan dan mobil mewah, bagi Bayu, Blok M merupakan tempat ia unjuk gigi kemampuan bermain papan seluncur. Di Blok M juga terdapat pertokoan yang menjual aneka perlengkapan skateboard.
“Di sekitar toko-toko itu banyak anak-anak yang sering ngumpul dan bermain skate,” kata wirausahawan ini yang sempat menguasai teknik skateboard seperti Ollie, Slides, Flip dan sebagainya. Bayu berhenti bermain tak lama setelah mengalami cedera akibat salah posisi saat jatuh. “Tapi saya berhenti main bukan karena kapok. Cederanya nggak sampai kenapa-kenapa. Seiring bertambah usia, fokus kegiatannya udah bukan main skate lagi. Itu aja, sih, alasannya.”
Selain sepatu roda, gaya hidup yang popular pada masa itu adalah breakdance. Bermodal kardus bekas yang dibuka untuk menjadi alas, dan tape player combo berukuran besar, mereka bergantian adu kebolehan dalam beragam gerakan dance.
“Saya sih nggak pernah ikutan. Cuma herannya setiap lagi main skate di sana pasti ada aja anak yang bawa tape player sambil nari di sana,” ungkapnya.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho