INTERMESO
Untuk mencapai lokasi kerusakan jaringan listrik di pedalaman Banten, terkadang petugas harus berjalan kaki dalam jarak yang jauh. Sebab, jalanan tidak bisa dilalui kendaraan bermotor.
Petugas pelayanan gangguan listrik sepi pujian saat menjalankan tugas. Yang sering adalah kalimat cacian jika terlambat datang. Begitulah yang dialami Sigit Basuki Raharjo, petugas gangguan teknik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) wilayah Banten Selatan, yang meliputi Pandeglang dan Lebak.
Sigit lahir di Cimahi, Bandung, 34 tahun lalu, dan mulai bertugas di Kantor PLN Labuan sejak sepuluh tahun lalu. ”Kami tidak pernah diingat saat listrik nyala. Kami hanya diingat saat listrik padam. Ibaratnya begitu,” ujar Sigit saat berbincang dengan kami pada 8 Mei 2017.
Petugas gangguan, kata Sigit, sering mengalami masalah dalam bertugas. Sebab, mereka harus terjun ke lapangan meski kondisi tidak bersahabat. Misalnya saat hujan dan angin kencang, yang sering membuat jaringan listrik terganggu.
Sayangnya, terkadang ada saja masyarakat yang kurang bersabar. Jika petugas PLN terlambat 5 menit saja, kalimat umpatan akan diterima. Padahal wilayah selatan Banten sangat luas. Apalagi bila gangguan listrik terjadi di wilayah yang terpencil, sehingga membuat petugas sering datang terlambat.
Sigit Basuki Raharjo (kanan) saat pemasangan jaringan listrik di Cigorondong
Foto: Ibad Durohman/detikX
Saya dulu pernah diacungin golok saat mau menebang pohon. Seorang warga mengancam, kalau berani tebang pohon itu, kaki saya akan ditebang.”
Misalnya ada pelanggan yang melaporkan kerusakan pada pukul 19.00 WIB tapi petugas baru tiba di lokasi pukul 21.00 WIB karena jalan rusak atau proses pendeteksian kerusakan yang memakan waktu. Kalau sudah begitu, omelan wargalah yang menjadi kata sambutan. “Kalau mati lampu, kami selalu saja dapat teror,” jelas bapak satu anak ini.
Sigit, yang bermarkas di PLN Labuan, punya tugas menangani gangguan di sejumlah desa, dari Saketi, Pantai Carita, Cikeusik, Malingping, sampai Ujung Jaya, desa di ujung barat Pulau Jawa, berbatasan dengan Taman Nasional Ujung Kulon.
Perbaikan sering kali memakan banyak waktu. Pernah suatu hari di wilayah Kecamatan Sumur mengalami gangguan trafo pada pukul 22.00 WIB. Penanganan baru selesai pada pukul 08.00 WIB keesokan harinya.
Sigit dan tim harus mengambil trafo ke Rangkasbitung, yang berjarak 126 kilometer dari Sumur. Bolak-balik Sumur-Rangkasbitung, Sigit mesti menempuh jarak lebih dari 250 kilometer. Ditambah proses menurunkan trafo rusak dan menaikkan trafo baru, petugas membutuhkan waktu 2 jam.
Selain itu, untuk perawatan, Sigit dan timnya sering mendapat masalah. Seperti saat hendak menebang pohon yang mengganggu jaringan listrik. Ada kalanya pemilik pohon minta bayaran alias ganti rugi untuk penebangan pohon miliknya. Jika tidak diberi ganti rugi, pemilik mengancam petugas.
Baca Juga : Ketika Azan Bergema di Desa Terpencil Banten
Sigit Basuki Raharjo
Foto: Ibad Durohman/detikX
“Saya dulu pernah diacungin golok saat mau menebang pohon. Seorang warga mengancam, kalau berani tebang pohon itu, kaki saya akan ditebang,” ujar Sigit mengenang.
Setelah melakukan dialog di kantor desa, lama-lama warga yang mengancam memahami alasan Sigit dkk. Warga yang tinggal di Desa Cigorondong, Kecamatan Sumur, itu akhirnya merelakan pohonnya ditebang. Alhasil, proses penebangan pohon yang merintangi jalur kabel listrik pun memakan waktu. Sebab, proses pendekatan terhadap warga terkadang perlu waktu hingga seminggu.
Dikatakan Sigit, wilayah yang memiliki tantangan terberat adalah daerah di Kecamatan Sumur hingga Ujung Kulon. Sebab, kondisi jalan kurang bagus. Mobil atau sepeda motor petugas gangguan harus berhenti 5 kilometer dari lokasi. Selanjutnya petugas harus berjalan kaki untuk sampai di lokasi. “Kebanyakan dari Cibaliung sama Sumur yang berat banget aksesnya. Kalau yang lain relatif gampanglah,” ujar Sigit.
Memang, dari pengalaman tim detikXpedition, akses jalan dari Cibaliung menuju Sumur hingga Ujung Jaya (kawasan Taman Nasional Ujung Kulon), yang berjarak sekitar 60 kilometer, kondisinya rusak parah.
Sigit memantau pemasangan tiang listrik PLN di Cigorondong.
Foto: Ibad Durohman/detikX
Baca Juga : Berjuang Demi Tegaknya Tiang
Apalagi jika hujan turun, jalan nasional itu pun berubah menjadi kubangan yang membahayakan bagi pengguna jalan jika melintas pada waktu malam hari. Jika Sigit harus pergi ke wilayah Cibaliung atau Kecamatan Sumur, istrinya di rumah sering melontarkan protes. Soalnya, komunikasi Sigit dengan keluarga sering terganggu karena sinyal seluler timbul-tenggelam, terkadang malah tidak ada sama sekali.
Namun saat ini sang istri akhirnya bisa memahaminya setelah diajak Sigit menemani bertugas di kawasan itu. “Alhamdulillah ngerti. Jadi nggak ada masalah lagi,” terang Sigit.
Meski banyak kendala yang dihadapi saat bertugas, Sigit mengaku tetap menikmatinya. Bagi Sigit, berhasil mengatasi gangguan listrik yang mati merupakan sebuah kebahagiaan walau ucapan terima kasih jarang terdengar.
Simak terus perjalanan detikXpedition lainnya di sini:
Reporter: Ibad Durohman
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.