Menkum HAM Yasonna Laoly berhasil mengekstradisi buron Maria Pauline Lumowa, tersangka pembobol BNI Rp 1,7 triliun, ke Indonesia. Berbagai upaya lobi-lobi dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa, yang kini berkewarganegaraan Belanda.
"Ini adalah proses pencarian yang panjang yang kita lakukan untuk menunjukkan negara kita adalah negara hukum. Dan mencoba sebaik mungkin. Perjalanannya ini memang agak tertutup," ungkap Yasonna dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (9/7/2020).
Menurut Yasonna, Maria Pauline Lumowa awalnya melarikan diri ke Singapura kemudian ke Belanda. Pemerintah Indonesia meminta agar perempuan yang buron selama 17 tahun tersebut diekstradisi ke Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah melarikan diri ke Singapore dan melarikan diri ke Belanda, kita sudah melakukan upaya-upaya hukum juga untuk meminta agar yang bersangkutan diekstradisi dari Belanda, 2 kali ya. Tapi pemerintah Belanda menolak dengan alasan kita belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Belanda," sebut Yasonna.
Kemudian 1 tahun lalu, Maria Pauline Lumowa berhasil ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan kepada pemerintah Serbia.
"Pasca-tertangkapnya kita terus memantau. Setelah pemberitahuan dari Pemerintah Serbia, Interpol Serbia, Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum) tahun lalu langsung mengirimkan surat permintaan percepatan permintaan ekstradisi tanggal 31 Juli 2019. Kemudian kita susul lagi dengan surat tanggal 3 September 2019 permintaan percepatan ekstradisi yang disampaikan surat dari AHU," paparnya.
Yasonna mengatakan pihaknya melakukan pendekatan tingkat tinggi agar Maria Pauline Lumowa bisa diekstradisi. Bahkan ia sendiri melakukan negosiasi langsung.
"Kemudian kita melakukan pendekatan-pendekatan high level dengan Pemerintah Serbia. Sebelum saya ke sana, staf dari Ditjen AHU, interpol kita terus melakukan upaya pendekatan. Setelah ada negosiasi, saya sendiri saya melaporkan melalui Mensesneg bahwa diperlukan langkah-langkah. Karena kalau kita lewat tanggal 16 mereka masa penahanannya akan berakhir dan mau tidak mau harus dibebaskan," ucap Yasonna.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Tonton juga 'Menkum HAM Ekstradisi Maria Puline Lumowa Pembobol Bank Rp 1,7 T':
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari orang dalam karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp, yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI. Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga terhadap transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tidak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, tapi Maria Pauline Lumowa sudah lebih dulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
"Beliau adalah pembobol Bank BNI dengan teman-temannya melalui L/C fiktif yang terjadi pada 2003, sebesar Rp 1,2 T itu tahun 2003, mungkin kalau dihitung sekarang kursnya sudah beda, jauh lebih besar. Tersangka yang lain sudah dijatuhi pidana dan sedang menjalani hukuman," tutup Yasonna.
(elz/fjp)