KPK menetapkan Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan istrinya, Encek UR Firgasih sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek infrastruktur. KPK mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ismunandar itu merupakan penyadapan perdana setelah UU Nomor 19 Tahun 2019 berlaku.
"Benar kasus ini malah dalam catatan kami ini adalah penyadapan pertama yang kami lakukan pasca revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, itu dalam catatan saya," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (3/7/2020).
Nawawi mengatakan penyadapan tersebut dilakukan sejak Februari 2020. Penyadapan itu dilakukan atas adanya informasi dari masyarakat soal adanya dugaan penerimaan suap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama atas dasar adanya informasi dari masyarakat dan ini adalah kasus yang, jadi memang sudah dipantau sejak adanya pengaduan laporan masyarakat dimaksud pada Februari," ujarnya.
KPK melalukan OTT terhadap Ismunandar dan sejumlah pihak pada Kamis (2/7) di Jakarta, Kutai Timur dan Samarinda. Dari OTT itu, KPK menetapkan 7 orang tersangka kasus dugaan suap pembangunan proyek insfrastruktur di Kutai Timur.
Berikut identitas ketujuh tersangka tersebut:
Sebagai penerima
-Ismunandar selaku Bupati Kutai Timur;
-Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutai Timur;
-Suriansyah selaku Kepala BPKAD,
-Aswandi selaku Kadis PU;
-Musyaffa selaku Kepala Bapenda
Sebagai pemberi
-Aditya Maharani selaku kontraktor;
-Deky Aryanto selaku rekanan.
KPK mengatakan total uang disita dalam OTT itu senilai Rp 170 juta dan beberapa tabungan sengan total saldo sekitar Rp 4,8 miliar. Penerimaan suap itu diduga terkait sejumlah pembangunan proyek infrastruktur di Kutai Timur tahun 2019-2020.
Ismunandar, Encek UR Firgasih, Suriansyah, Musyaffa dan Aswandi disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Aditya Maharani dan Deky Aryanto dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ibh/zap)