Jakarta -
Kabar mengenai Djoko Tjandra menembus masa tahun demi tahun. Terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali pada periode 90-an itu tiba-tiba diketahui berada di Indonesia setelah bertahun-tahun diburu penegak hukum.
Bermula dari curahan hati (curhat) seorang ST Burhanuddin di hadapan para anggota dewan saat rapat kerja di Komisi III DPR pada Senin, 29 Juni 2020, nama Djoko Tjandra muncul. Burhanuddin merasa sakit hati lantaran mendapatkan informasi bila Djoko Tjandra sudah di Tanah Air sejak 3 bulan terakhir.
"Informasinya lagi menyakitkan hati saya adalah katanya 3 bulanan dia ada di sini," kata Burhanuddin saat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini Djoko Tjandra, mudah-mudahan saya juga sangat-sangat menginginkan, kita sudah berapa tahun mencari Djoko Tjandra ini tapi yang justru melukai hati saya, saya dengar Djoko Tjandra bisa ditemui di mana-mana, di Malaysia di Singapura tetapi kita sudah minta ke sana ke sini juga tidak bisa ada yang bawa," imbuh Burhanuddin.
Selain itu diketahui bila Djoko Tjandra telah mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Burhanuddin pun mengaku bila informasi intelijen kejaksaan masih lemah lantaran bisa kecolongan informasi itu.
"Ini juga jujur ini kelemahan intelijen kami tapi itu yang ada, terus saya tanyakan pada pengadilan bahwa itu didaftarkan di pelayanan terpadu jadi tidak secara identitasnya terkontrol tetapi ini akan menjadi suatu evaluasi kami bahwa dia bisa masuk karena memang aturannya, katanya, untuk masuk ke Indonesia dia tidak lagi ada pencekalan tetapi pemikiran kami adalah bahwa dia ini sudah terpidana, pencekalan ini aja tersangka, ada batas waktunya, untuk kepastian hukum tapi kalau ini sudah terpidana seharusnya pencekalan ini terus menerus dan berlaku sampai ketangkap, ini akan menjadi persoalan kami nanti dengan imigrasi," kata Burhanuddin.
"Mohon izin kami juga tidak menyalahkan siapa, tetapi ini pemikiran yuridis kami, pencekalan kalau itu sudah terpidana artinya harusnya tidak ada batas waktunya sampai dia tertangkap, untuk pencekalan tersangka atau terdakwa ada batas waktunya ini diperlukan untuk kepastian hukum, itu akan menjadi kami akan bicara dengan pihak sebelah," imbuhnya.
Beberapa hari kemudian tepatnya pada 1 Juli 2020, pihak kuasa hukum Djoko Tjandra angkat bicara. Salah seorang kuasa hukumnya, Andi Putra Kusuma, membenarkan bila Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia sejak 8 Juni 2020, bahkan sempat ke PN Jaksel untuk mendaftarkan PK.
"Kalau pertanyaannya benar 3 bulan di Indonesia, saya kurang tahu 3 bulan di Indonesia atau tidak. Saya hanya mengetahui beliau ada di Indonesia pada saat pendaftaran PK pada tanggal 8 Juni itu pada saat pendaftaran PK yang di mana PK tersebut didaftarkan sendiri oleh Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Andi Putra.
Namun pihak kuasa hukum mengaku tidak tahu kapan atau bagaimana Djoko Tjandra masuk ke Indonesia. Mereka hanya bertemu Djoko Tjandra langsung di PN Jaksel.
"Untuk mengenai dia masuk ke Indonesia, kami tidak mengetahui. Intinya kami bertemu dengan beliau pada saat beliau sudah ada di Indonesia. Kita tidak ikut mengatur atau mengurusi bagaimana beliau masuk ke Indonesia," ungkap Andi.
Namun untuk keberadaan Djoko Tjandra saat ini Andi Putra mengaku tidak tahu. Dia hanya mengetahui Djoko membuat surat keterangan sakit untuk sidang gugatan pada 29 Juni lalu dari Malaysia.
"Pada waktu mengajukan keterangan sakit kepada majelis hakim kemarin tanggal 29 Juni, saya dapat surat keterangan sakit Pak Djoko Tjandra itu dikeluarkan dari klinik di Kuala Lumpur, dari dokter di Kuala Lumpur. Dia dari klinik Kuala Lumpur lah dari suratnya dari situ," kata Andi Putra.
Andi menjelaskan tidak mengetahui keberadaan Djoko saat ini apakah berada di Malaysia atau tempat lain. Tak ada keterangan pula soal penyakit yang diidap Djoko Tjandra.
"Mengenai sakitnya apa di situ tidak ada keterangannya, atau tinggal di Kuala Lumpur juga tidak ada, cuma itu kliniknya di Kuala Lumpur," imbuhnya.
Kabar ini sontak membuat gempar. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun memerintahkan jajarannya untuk mencari tahu perihal ini.
"Bisa jadi masuk dengan paspor nama orang lain," kata Yasonna pada Kamis, 2 Juli 2020.
Selain itu, Yasonna menyebut bisa saja Djoko Tjandra masuk tanpa melalui pemeriksaan imigrasi. Kemungkinan ini, sebutnya, masih didalami oleh pihak imigrasi.
"Atau melalui jalur non TPI resmi, kami sedang mengumpulkan informasi termasuk data CCTV," ucapnya.
Di sisi lain Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyebut Djoko Tjandra sudah mengubah nama lewat pengadilan negeri di Papua. Seperti diketahui, MAKI pernah mengungkapkan informasi soal keberadaan buron KPK, Nurhadi, yang akhirnya bisa ditangkap.
"Berdasar pemberitaan, Djoko S Tjandra telah kabur dari Indonesia pada tahun 2009 dan telah berpindah kewarganegaraan negara Papua Nugini. Djoko S Tjandra saat ini telah memiliki kewarganegaraan Indonesia dan mengubah nama Joko Soegiarto Tjandra melalui proses Pengadilan Negeri di Papua," kata Boyamin kepada wartawan.
Boyamin menyebut perubahan nama Djoko menjadi Joko mengakibatkan perbedaan data di paspor sehingga Djoko Tjandra tidak terdeteksi ketika masuk Indonesia. Bila nama Djoko Tjandra di paspor benar sudah berubah menjadi 'Joko Tjandra', Boyamin berpendapat upaya hukum PK di PN Jaksel seharusnya tidak bisa diterima Mahkamah Agung. Identitas menjadi masalahnya.
"Jika mengacu Djoko S Tjandra telah kabur dan buron sejak tahun 2009 dan paspor hanya berlaku 5 tahun, maka semestinya sejak tahun 2015 Djoko S Tjandra tidak bisa masuk Indonesia atau jika masuk Indonesia mestinya langsung ditangkap petugas Imigrasi karena paspornya telah kedaluwarsa," ungkap Boyamin.
"Jika mengacu nama barunya, upaya hukum PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan semestinya tidak diterima Mahkamah Agung karena identitasnya berbeda dengan putusan persidangan dalam perkara cessie Bank Bali," katanya.
Kembali pada keterangan Yasonna. Dia mengaku membentuk tim bersama kejaksaan untuk mencari tahu lolosnya Djoko Tjandra masuk ke Indonesia. Dia turut menduga bila Djoko Tjandra masuk ke dalam negeri melalui 'jalur tikus'.
"Jadi kita sudah cek semua data perlintasan kita baik laut, laut itu misal di Batam, baik udara, Kualanamu, Ngurah Rai dan lain-lain, itu nggak ada sama sekali namanya Joko Tjandra," kata Yasonna.
"Kemungkinannya mungkin pasti adakala itu benar bahwa itu palsu atau tidak. Kita tidak tahu melalui pintu-pintu yang sangat luas di negara, pintu tikus, jalan tikus," ujar Yasonna.
Djoko Tjandra terseret kasus cessie Bank Bali yang meledak tahun 1998 senilai lebih dari Rp 500 miliar. Djoko dihukum 2 tahun penjara dalam putusan PK yang diajukan jaksa. Djoko tidak terima lalu melakukan PK dan ditolak MA.
Atas hal itu, istri Djoko, Anna Boentaran tidak terima dan mengajukan permohonan penafsiran ke MK. Anna meminta MK menafsirkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Anna meminta pasal itu ditafsirkan bahwa jaksa tidak berwenang mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Siapa nyana, permohonan itu dikabulkan.
Djoko diduga meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby, PNG, pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan atas perkaranya.
Sementara itu pihak Djoko Tjandra menilai tidak terdapat kerugian negara pada kasus tersebut. Pihak Djoko Tjandra menilai kasus lebih kepada sengketa bisnis perdata. Hal tersebut sebagaimana putusan PN Jaksel nomor 156/PID.B/PNJKTSEL.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini