Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengatur pelaksanaan salat Jumat 2 gelombang berdasarkan ganjil-genap nomor HP. Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mengenal cara itu.
Awalnya, DMI mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai tata cara salat Jumat yang dibuat dua gelombang dengan aturan ganjil-genap yang didasarkan pada nomor ponsel (HP) jemaah.
Kebijakan ini tercantum dalam SE Nomor 105-Khusus/PP-DMI/A/VI/2020 tertanggal Selasa (16/6/2020). SE ini ditandatangani Ketum DMI Jusuf Kalla dan Sekjen DMI Imam Addaraqutni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan tersebut dibuat karena masih ada masjid yang memiliki keterbatasan ruang salat.
Menanggapi kebijakan itu, Sekjen MUI Anwar Abbas menegaskan MUI tak mengenal cara itu. Prinsip MUI, jemaah salat Jumat bisa memilih dua opsi yang dijelaskannya tadi jika kapasitas masjid atau tempat pelaksanaan salat Jumat sudah tak bisa menampung.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk memilih setuju tidaknya dengan usulan tersebut.
Tonton juga video 'UAS Bicara Hukum Salat Berjemaah Jarak Jauh dan Melalui TV-Radio':
Berikut beda pendapat DMI-MUI soal aturan 'ganjil genap' pakai HP, jemaah pilih mana?:
SE DMI soal Aturan Salat Jumat 'Ganjil Genap' HP
Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai tata cara salat Jumat yang dibuat dua gelombang dengan aturan ganjil-genap yang didasarkan pada nomor ponsel (HP) jemaah. Kebijakan ini dibuat karena masih ada masjid yang memiliki keterbatasan ruang salat.
Kebijakan ini tercantum dalam SE Nomor 105-Khusus/PP-DMI/A/VI/2020 tertanggal Selasa (16/6/2020). SE ini ditandatangani Ketum DMI Jusuf Kalla dan Sekjen DMI Imam Addaraqutni.
DMI melihat dalam pelaksanaan dua kali salat Jumat yang digelar pada masa transisi menuju new normal, jemaah secara umum menaati protokol kesehatan yang berlaku. Namun DMI melihat banyak jemaah yang salat di halaman masjid hingga jalan raya sehingga barisannya tidak teratur.
"Banyak masjid, karena keterbatasan ruang salat, untuk memenuhi ketentuan jaga jarak, terpaksa jemaahnya salat di halaman, bahkan di jalan raya, sehingga shaf (barisan) tidak teratur, dan ada risiko penularan COVID-19 karena jalan raya tidak bersih, sel virus bisa terbawa ke rumah dari sajadah," demikian salah satu isi dari SE tersebut.
DMI meminta salat Jumat dibagi dua gelombang, yakni pada pukul 12.00 dan 13.00. Pada Jumat yang jatuh pada tanggal ganjil, jemaah yang akhir nomor HP-nya ganjil punya kesempatan salat di gelombang pertama (pukul 12.00). Sementara pada Jumat yang jatuh pada tanggal genap, jemaah yang punya akhir nomor HP genap akan mendapat kesempatan salat di gelombang kedua.
DMI juga memberi arahan bagi pelaksanaan salat Jumat di gedung bertingkat. Berikut isi Surat Edaran DMI:
Kepada Yth:
Seluruh Jajaran Pimpinan Wilayah/Daerah DMI dan OKI/ Ta'mir Masjid se Indonesia
di tempat
Bismillaahirrahmaanirraahiim,
Assalaamu'alaikum wr wb.
Menindaklanjuti surat edaran ketiga Dewan Masjid Indonesia dan sesuai dengan Fatwa MUI DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2020 tentang Hukum dan Panduan Sholat Jumat lebih dari satu kali pada saat Pandemi Covid 19 disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Setelah mengevaluasi pelaksanaan Sholat Jumat yang telah berlangsung dua kali sejak dibukanya kembali Masjid pada tanggal 5 juni 2020 dapat diketahui bahwa Jamaah yang Sholat di dalam Masjid secara umum melaksanakan dengan teratur, menaati protokol kesehatan termasuk menjaga jarak minimal 1 meter, menjaga kebersihan dengan teratur dengan disinfektan yang sebagian telah dibagikan oleh PP DMI;
2. Banyak Masjid karena keterbatasan ruang Sholat, untuk memenuhi ketentuan jaga jarak terpaksa jemaahnya salat di halaman dan bahkan di jalan raya, sehingga shaf (barisan) tidak teratur, dan ada risiko penularan Covid 19 karena jalan raya tidak bersih, sel virus bisa terbawa ke rumah dari sajadah;
3. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dianjurkan hal-hal sebagai berikut:
a. Bagi Masjid yang mempunyai halaman yang dapat dipakai untuk Sholat agar menyiapkan plastik atau tikar alas untuk sajadah;
b. Bagi Masjid yang jemaahnya banyak dan sampai membludak ke jalan dianjurkan melaksanakan salat Jumat dalam 2 (dua) gelombang/shift, yaitu Gelombang Pertama pada pukul 12.00 dan Gelombang Kedua pada pukul 13.00;
c. Agar jumlah Jamaah tiap gelombang dapat teratur dan sama tiap shiftnya, maka dilakukan pengaturan sebagai berikut:
- Apabila hari Jumat bertepatan dengan tanggal Ganjil (contoh: 19 Juni 2020) maka Jamaah yang memiliki nomor handphone (HP) ujungnya Ganjil (contoh 081 31 ), maka Sholat Jumat pada gelombang/shift pertama yaitu sekitar jam 12.00, dan bagi yang memiliki nomor HP ujungnya Genap mendapat kesempatan Sholat Jumat pada gelombang/shift kedua sekitar pukul 13.00.
- Begitu pula sebaliknya apabila hari Jumat bertepatan dengan tanggal Genap (contoh: 26 Juni 2020) maka Jamaah yang memiliki ujung nomor handphone (HP) Genap (contoh 081 ..... .40), maka Sholat Jumat pada gelombang/shift pertama yaitu sekitar jam 12.00, dan bagi yang memiliki nomor HP ujungnya Ganjil mendapat kesempatan Sholat Jumat pada gelombang/shift kedua sekitar pukul 13.00.
- Khusus untuk kantor atau gedung bertingkat, Sholat Jumat dapat dilaksanakan berdasarkan pengaturan lantai. Contoh gedung bertingkat 20 lantai, maka gelombang/shift pertama adalah lantai 1-10 dan gelombang/shift kedua adalah lantai 11-20.
Aturan Jemaah Lebih dari 1 HP dan Cek Nomor
Bagaimana jika seorang jemaah memiliki lebih dari 1 nomor HP yang belakangnya bernomor ganjil dan genap?
Sekretaris Jenderal DMI Imam Addaruqutni mengatakan hal tersebut kembali kepada jemaah soal kecenderungan nomor HP yang dimilikinya. Imam menekankan, yang penting jemaah hanya boleh melaksanakan salat Jumat di salah satu gelombang (gelombang 1 atau gelombang 2).
"HP 3 atau berapa pun, terserah yang punya. Terserah preferensi/kecenderungan yang bersangkutan apa yang ganjil atau apa yang genap, yang penting perlu diperhatikan, jangan melaksanakan kedua-dua gelombang ibadah Jumat itu," ujar Imam lewat keterangannya, Rabu (17/6/2020).
"Itu hanya di antara cara praktis yang ingin sampaikan oleh Pak JK (Ketua Umum DMI Jusuf Kalla) agar dipahami bahwa penyelenggaraan ibadah Jumat 2 gelombang itu benar-benar urgen," imbuhnya.
Imam menjelaskan, pembagian salat Jumat menjadi 2 gelombang saat ini mendesak di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Ini juga berdasarkan pengamatan yang dilakukan Ketum DMI Jusuf Kalla (JK) yang salat Jumat 2 kali di tempat berbeda. Dengan demikian, membeludaknya jemaah dapat diminimalkan.
"Dari fakta lapangan di mana ketentuan jaga jarak 1 meter antar-jemaah berefek pada penurunan daya tampung sampai hanya tinggal 40% atau bahkan lebih rendah lagi dari daya tampung normal sebelum COVID," ujar Imam.
Kembali mengenai salat Jumat berdasarkan ganjil-genap nomor HP, bagaimana tata cara pengecekan nomor HP jemaah?
"Saya rasa tak sampai harus pengecekan nomor HP. Cukuplah kalau takmir masjid bikin pamflet atau pemberitahuan dengan cara lain, pengumuman lewat loud speaker masjid, dan seterusnya," jelas Imam.
MUI: Tidak Kenal Cara Itu
Sekjen MUI Anwar Abbas menjelaskan pandangan MUI mengenai pelaksanaan salat Jumat.
"Kalau bagi MUI, salat Jumat itu pada dasarnya hanya satu kali. Jadi tidak bergelombang. Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi kita umat Islam untuk menyediakan tempat penyelenggaraan salat Jumat yang banyak di masa pandemi karena kita menerapkan physical distancing," kata Anwar Abbas saat dimintai konfirmasi, Rabu (17/6/2020).
Anwar Abbas lalu menjelaskan dua pendapat mengenai jemaah yang tak tertampung di masjid ketika hendak salat Jumat.
"Jika mereka sudah datang di awal waktu tapi mereka tidak tertampung, maka anggota komisi terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu yang pertama berpendapat bahwa mereka tidak perlu salat Jumat, tapi menggantinya dengan salat Zuhur yang diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau berjemaah," sebut Anwar Abbas.
"Yang kedua berpendapat mereka boleh melaksanakan salat Jumat seperti biasa di masjid dan atau tempat salat Jumat tersebut," urai Anwar.
Anwar Abbas menyebut tempat pelaksanaan salat Jumat harus diperbanyak. Dia mengatakan MUI pada dasarnya tidak menganut paham salat Jumat bergelombang.
"Untuk itulah supaya semua orang tertampung maka harus diupayakan untuk mencari dan memperbanyak tempat penyelenggaraan salat Jumatnya. Jadi MUI tidak menganut paham salat Jumat bergelombang. Sebab, dalam paham ini, orang bisa saja datang di gelombang kedua sehingga prinsip fas'aw, yaitu bersegera tidak tegak padahal itu adalah perintah. Tapi dia sudah bersegera tapi tidak tertampung maka pilihannya adalah dua hal di atas," sebut Anwar.
Ditanya lebih jauh soal pengaturan salat Jumat bergelombang berdasarkan nomor HP, Anwar Abbas menyebut MUI tak mengenal cara itu. Prinsip MUI, jemaah salat Jumat bisa memilih dua opsi yang dijelaskannya tadi jika kapasitas masjid atau tempat pelaksanaan salat Jumat sudah tak bisa menampung.
"Kalau MUI tidak mengenal cara-cara tersebut (pengaturan salat Jumat ganjil-genap nomor HP) karena cara-cara itu sedari awal prinsipnya sudah bergelombang. Jemaah tinggal mau memilih apakah di gelombang pertama atau kedua atau dipilih dan ditetapkan oleh pengurus masjid. Kalau bagi MUI, asumsinya semua jemaah akan tertampung karena jumlah tempat salat sudah ditambah. Tapi kalau tetap tidak tertampung baru ada 2 pilihan. Mengenai yang mana yang akan dipilih terserah kepada jemaah," kata Anwar Abbas.
Kemenag: Jemaah Boleh Memilih
Kementerian Agama (Kemenag) menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk memilih setuju tidaknya dengan usulan tersebut.
"Masyarakat boleh memilih jika kondisi harus dua kali (gelombang) karena keterbatasan ruang, sebagaimana fatwa MUI," ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kamaruddin Amin kepada detikcom, Rabu (17/6/2020).
Ia menyebut DMI mempunyai dasar terkait aturan salat Jumat dua gelombang. Meski begitu, sejumlah lembaga lainnya tak sepakat.
"DMI punya dasar, yaitu fatwa MUI meskipun MUI sendiri berbeda pendapat. LBM PBNU dan MUI jatim mengatakan tidak sah dua sif, MUI DKI dan Depok sah," tutur Kamaruddin.
MUI pusat, kata Kamaruddin, mempersilakan jemaah untuk memilih opsi mana yang kiranya dapat mempermudah dan sesuai dengan kemanfaatan tiap wilayah.
"MUI pusat menjelaskan khilafiyah ini tanpa mentarjih dan mempersilakan jemaah memilih satu diantara dua pendapat yang ada sesuai keadaan dan kemaslahatan masing-masing wilayah," tuturnya.