Seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (16/6/2020), lebih dari 100 vaksin tengah dikembangkan secara global, termasuk beberapa vaksin yang dalam tahap uji coba terhadap manusia seperti dari AstraZeneca dan Pfizer. Vaksin yang akan diuji coba para peneliti Singapura merupakan buatan perusahaan Amerika Serikat (AS), Arcturus Therapeutics.
Vaksin itu akan dievaluasi oleh Dukes-NUS Medical School di Singapura, yang bekerja pada teknologi Messenger RNA (mRNA) yang belum teruji, yang menginstruksikan sel manusia untuk membuat protein virus Corona spesifik yang memproduksi respons imun.
"Fakta bahwa itu mereplikasi dan memicu respons imun yang sangat seimbang, baik dalam hal antibodi dan sel pembunuh -- itu sifat yang disambut baik," ujar Wakil Direktur Program Penyakit Menular pada Dukes-NUS Medical School, Ooi Eng Eong, kepada Reuters.
Dijelaskan Ooi bahwa antibodi menempel pada virus dan mencegahnya menginfeksi sel, sedangkan sel pembunuh -- perpanjangan dari sistem imun -- mengenali sel yang terinfeksi dan menghancurkannya.
Pendekatan mRNA belum disetujui untuk pengobatan apapun, jadi para pendukungnya termasuk perusahaan biotech AS Moderna menjajaki area yang belum dipetakan. Oleh karena itu, sebut Ooi, kajian lebih panjang diperlukan untuk memastikan keamanannya.
"Kasus paling optimis adalah periode waktu ini tahun depan, bahwa kita akan mendapatkan vaksinnya," ucapnya.
Ooi juga tengah mengembangkan pengobatan antibodi monoclonal untuk virus Corona dan memulai uji coba keselamatan pada relawan yang sehat pada pekan ini, sebelum mengujinya pada pasien Corona dalam beberapa pekan ke depan.
Pengerahan pengobatan semacam itu, sebut Ooi, bisa lebih cepat dari vaksin. Antibodi dihasilkan dalam tubuh untuk melawan infeksi. Antibodi monoclonal meniru antibodi alami dan dapat diisolasi dan diproduksi dalam jumlah besar untuk merawat penyakit ini. (nvc/ita)