Jejak Nazaruddin dari Kasus Wisma Atlet, Buronan Interpol hingga Bebas

Jejak Nazaruddin dari Kasus Wisma Atlet, Buronan Interpol hingga Bebas

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Selasa, 16 Jun 2020 16:26 WIB
Terpidana korupsi yang juga mantan anggota DPR M Nazaruddin keluar dari gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta,Kamis (29/9). KPK meminta Nazaruddin memberikan keterangan terkait dugaan keterlibatan sejumlah pejabat dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 yang merugikan negara mencapai Rp 1,12 triliun.
M Nazaruddin (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin akhirnya menghirup udara bebas. Terpidana kasus korupsi Wisma Atlet ini kini sudah dibebaskan dari Lapas Sukamiskin.

Suami Neneng Sri Wahyuni ini menjalani cuti menjelang bebas.

"Pada hari Minggu 14 Juni 2020, dikeluarkan satu orang WBP (warga binaan pemasyarakatan) atas nama M Nazaruddin untuk melaksanakan cuti menjelang bebas," ucap Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Jabar Abdul Aris via pesan singkat, pada Selasa (16/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aris menyatakan sebelum dibebaskan, Nazaruddin dihadapkan terlebih dahulu ke petugas Badan Pemasyarakatan (Bapas) Bandung.

"Pembimbingan awal WBP di Bapas sudah selesai. Selanjutnya WBP menjalani CMB (cuti menjelang bebas) dengan pengawasan dan pembimbingan dari Bapas Bandung," kata Aris.

ADVERTISEMENT

Aris menambahkan pemberian cuti menjelang bebas ini berdasarkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM RI nomor : PAS-738.PK.01.04.06 tahun 2020 tanggal 10 Juni 2020 tentang cuti menjelang bebas atas nama Muhammad Nazaruddin bin Latief (alm).

"WBP atas nama Muhammad Nazaruddin Bin Latief (Alm) selanjutnya menjalani CMB mulai tanggal 14 Juni 2020 dan berakhir pada tanggal 13 Agustus 2020 dengan pengawasan dan bimbingan dari Bapas Bandung sesuai domisili penjaminnya," katanya.

Nazaruddin sempat bikin heboh saat dirinya kabur ke luar negeri pada 23 Mei 2011. Pelarian itu dilakukan beberapa jam sebelum Dewan Kehormatan Demokrat mengumumkan pemecatannya.

Kemudian, KPK mengatakan Nazaruddin telah berstatus tersangka. Pengejaran Nazaruddin pun dilakukan.

"Dia Baru saja ini kami tetapkan sebagai tersangka hari ini," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas saat itu di sela acara Milad UII dan pemberian UII Award di Kampus UII, Yogyakarta, Kamis (30/6/2011).

Nazaruddin sempat beberapa kali dikabarkan ditangkap. Misalnya pada 6 Juli 2011, dia dikabarkan tertangkap di Filipina.

Tonton juga video 'Yasonna Perintahkan Setnov dan Nazar Tetap di Sel Palsu!':

Namun akhirnya informasi ini nihil. Nazaruddin kemudian masuk di jajaran buronan Interpol. Dua foto Nazaruddin yang tengah memakai baju safari coklat muda dipajang di situs www.interpol.int.

Pada 22 Juli 2011, Nazaruddin sempat muncul dalam wawancara di salah satu tayangan televisi swasta. Saat itu, berdasarkan laporan polisi yang diucapkan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok, Nazaruddin ada di Argentina.

Nazaruddin kemudian dikabarkan ditangkap di Kuala Lumpur pada 31 Juli 2011. Namun, saat petugas mendatangi suatu tempat, Nazaruddin sudah berpindah lagi.

Berikutnya, pada 4-5 Agustus 2011 tim gabungan KPK, Menkum HAM, Mabes Polri, Interpol, mendapat laporan adanya dugaan paspor palsu dengan menggunakan foto mirip Nazaruddin di Kolombia. Tim bergerak.

Akhirnya pada 8 Agustus 2011, Menko Polhukam saat itu, Djoko Suyanto, memberitahukan kabar penangkapan Nazaruddin. Tim gabungan memverifikasi penangkapan Nazaruddin.

Nazaruddin kemudian menjalani proses hukum. Dia dipidana kurungan selama 13 tahun untuk 2 kasus. Terkait kasus yang menjeratnya, Nazaruddin telah menjadi JC dan mendapat remisi.

Kasus pertama yang menjerat Nazaruddin adalah kasus suap wisma atlet, di mana Nazaruddin terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar dari mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Vonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta dibebankan kepada Nazaruddin pada 20 April 2012. Namun vonis itu diperberat Mahkamah Agung (MA) menjadi 7 tahun dan denda Rp 300 juta.

Kemudian kasus kedua berkaitan dengan gratifikasi dan pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads