Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan skorsing kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) berinisial P karena tidak profesional. Ketidakprofesionalan yang dimaksud saat P menjabat Ketua PN Purwokerto, Jawa Tengah, melakukan eksekusi aset Pemda Banyumas.
"Benar, pelanggaran saat menjadi Ketua PN Purwokerto terkait eksekusi," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro saat berbincang dengan detikcom, Rabu (27/5/2020).
Eksekusi itu adalah eksekusi terhadap putusan peninjauan kembali (PK) Nomor 530 PK/Pdt/2011 antara Pemda Banyumas Vs PT Graha Cipta Guna (GCG). Di mana kedua belah pihak membuat perjanjian pada 1986 tentang pengelolaan lahan bekas terminal Kebon Dalem, Purwokerto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perjanjian itu, Pemda Banyumas memberikan izin kepada GCG untuk mengelola bekas lahan terminal menjadi pusat perbelanjaan selama 30 tahun, kios selama 15 tahun dan taman hiburan rakyat selama 20 tahun. Kompensasinya, GCG membangun 2 unit SD, satu unit kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan serta 15 kios.
Belakangan perjanjian itu bermasalah. GCG menilai Pemda Banyumas wanprestasi karena tidak memenuhi klausul yang dijanjikan.
GCG kemudian menggugat Pemda Banyumas ke pengadilan dengan nilai kerugian materiil Rp 24 miliar serta kerugian immateril Rp 20 miliar. Kasus ini bergulir hingga MA pada 27 Oktober 2009, majelis kasasi memutuskan:
1. Menyatakan bahwa perjanjian mendirikan bangunan yang dituangkan dalam Surat Perjanjian tanggal 7 Maret 1986 adalah sah.
2. Menyatakan bahwa Tergugat (Pemda Banyumas) memberi izin kepada Penggugat (GCG) atas biaya Penggugat (GCG) untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik Tergugat (Pemda Banyumas) seluas 20.637 m2.
3. Menyatakan bahwa Tergugat (Pemda Banyumas) telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dan cidera janji (wanprestasi) yang sangat merugikan Penggugat.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat sebesar Rp. 24.410.883.023
Putusan ini dikuatkan di tingkat Peninjauan Kembali (PK) Nomor 530PK/Pdt/2011 pada 2 Februari 2012 dengan ketua majelis hakim agung Atja Sonjaya.
Pada 2017, PN Purwokerto melakukan eksekusi kasus itu. Belakangan, MA menilai ada ketidakprofesionalan yang dilakukan pejabat PN Purwokerto, yaitu Ketua PN Purwokerto inisial P dan Panitera PN Purwokerto inisial MNC. Investigator Badan Pengawas (Bawas) MA kemudian menelusuri dugaan pelanggaran etik itu.
Pada April 2020, P dijatuhi sanksi berupa penurunan gaji sebesar 1 kali kenaikan gaji berkala selama 1 tahun dan MNC dibebastugaskan dari jabatannya. P kini menjadi hakim di PN Jakpus.
"Yaitu tidak cermat mempelajari dan menentukan obyek eksekusi. Dia hanya percaya saja dengan hasil pengukuran panitera, padahal obyek yang dieksekusi itu adalah aset pemda," ujar Andi Samsan Nganro yang juga Ketua Muda MA bidang Pengawasan itu.
(asp/elz)