Buntut 'Nyanyian' Ulum Berujung Pemeriksaan di Kejagung

Round-Up

Buntut 'Nyanyian' Ulum Berujung Pemeriksaan di Kejagung

Tim - detikNews
Rabu, 20 Mei 2020 08:30 WIB
Eks asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum memberikan gestur finger heart saat jalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Foto: Eks asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum (Ari Saputra/detik.com).
Jakarta -

Miftahul Ulum, asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menyebut ada aliran dana ke oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dana hibah KONI. Buntut dari 'nyanyian' itu, Ulum diperiksa di Kejagung.

Awalnya Ulum, mengakui menerima uang dari mantan Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Johnny E Awuy. Jaksa mempertanyakan kenapa Ulum sempat mengelak dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

"Dulu dalam BAP Saudara mengelak, sekarang Saudara mengakui menerima ATM dari Johnny, kenapa dulu Saudara mengelak?" tanya jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Prasetya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (15/5/2020) seperti dilansir Antara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena waktu itu kejadiannya Pak Johnny memang memberi saya ATM, lalu saya akui di persidangan ini, saya berniat untuk berkata jujur," jawab Ulum di gedung KPK.

ADVERTISEMENT

Ulum menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi, yang didakwa menerima suap Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI.

Dalam dakwaan, Bendahara KONI Johnny E Awuy disebutkan mengirimkan Rp 10 miliar dan sesuai arahan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, uang Rp 9 miliar diserahkan kepada Imam melalui Miftahul Ulum, yaitu sebesar Rp 3 miliar diberikan Johnny kepada Arief Susanto selaku suruhan Ulum di kantor KONI Pusat; Rp 3 miliar dalam bentuk USD 71.400 dan SGD 189.000 diberikan Ending melalui Atam kepada Ulum di Lapangan Golf Senayan; dan Rp 3 miliar dimasukkan ke amplop-amplop diberikan Ending ke Ulum di lapangan bulu tangkis Kemenpora RI.

Tonton juga video 'Dalami Skandal Hibah KONI, KPK Periksa Sesmenpora 8 Jam':

Tujuan pemberian suap itu adalah agar Kemenpora mencairkan proposal pengawasan dan pendampingan sejumlah Rp 51,592 miliar, sehingga cair Rp 30 miliar.

"Di BAP 53 huruf c, Saudara mengatakan, 'Saya tetap di sini gak papa, yang penting dia lolos, saya akan mengakui uang yang belasan juta, saya akui yang 10 juta, 20 juta yang gede-gede gak akan saya akui, di luar itu gak saya akui, yang penting dia lolos', kalimat yang Anda maksud siapa?" tanya jaksa Agus.

"Dia itu karena yang bermasalah KONI dan Kemenpora, dia itu sebenarnya ada Pak Menteri, ada Kejaksaan Agung, ada BPK, ada 3 orang ini yang perlu dilindungi waktu itu," jawab Ulum.

"Maksud Saudara biar kasus ini sampai Pak Mulyana saja?" tanya jaksa Agus.

"Ya memang begitu, karena urusan BPK dan Kejaksaan Agung di Pak Mulyana dan KONI," jawab Ulum.

"Jangan sampai Pak Menteri?" tanya jaksa Agus.

"Ya, karena ada temuan di sana yang harus segera diselesaikan, Kejaksaan Agung sekian, BPK sekian, dalam rangka pemenuhan penyelesaian perkara," jawab Ulum.

"Saudara Saksi, Saudara Saksi, Saudara Saksi detail ya, untuk BPK berapa?" tanya hakim Rosmina.

"Untuk BPK Rp 3 miliar, Kejaksaan Agung Rp 7 miliar, Yang Mulia, karena mereka bercerita permasalahan ini tidak ditanggapi Sesmenpora, kemudian meminta tolong untuk disampaikan ke Pak Menteri, saya kemudian mengenalkan seseorang ke Lina meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan itu dulu," jawab Ulum.

"Saudara Saksi, tolong detail, seseorang itu kabur, siapa? Sebut saja namanya," kata hakim Rosmina.

"Saya meminjamkan uang atas nama saya, mengatasnamakan Lilik dan Lina untuk meminjam uang Rp 7 miliar untuk mencukupi kebutuhan Kejaksaan Agung, kemudian Rp 3 miliar untuk BPK, itu yang harus dibuka," jawab Ulum.

Menurut Ulum, pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejaksaan Agung untuk mengatasi sejumlah panggilan ke KONI oleh Kejaksaan Agung.

"Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI (Komite Olimpiade Indonesia)," jawab Ulum.

Menurut Ulum, ia membantu mencarikan uang Rp 3-5 miliar dari kebutuhan Rp 7-9 miliar.

"Karena permasalahan itulah, KONI meminta proposal pengawasan dan pendampingan itu," ujar Ulum.

Ulum pun menyebutkan uang tersebut diberikan ke beberapa oknum di BPK dan Kejaksaan Agung.

"BPK untuk inisial AQ yang terima Rp 3 miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Andi Togarisman, setelah itu KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung," ujar Ulum.

Dalam sidang sebelumnya, terungkap bahwa BPK menemukan sejumlah anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Kemenpora, KONI, maupun cabang olahraga lainnya terkait dana Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

Temuan BPK ada anggaran Satlak Prima tidak sesuai peruntukan, misalnya akomodasi yang nilainya beda dengan jumlah dicairkan, lalu penggunaan nutrisi dan seterusnya, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sesmenpora Gatot S Dewa Broto mengetahui kondisi tersebut dari anggota BPK Achsanul Qosasi, yang memaparkan audit internal tersebut pada Agustus 2019.
Atas tudingan Ulum, mantan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman membantah hal itu. Menurut Adi tudingan yang disampaikan Ulum tersebut fitnah.

"Itu tudingan yang sangat keji terhadap saya, fitnah," kata Adi dalam keterangannya, Senin (18/5).

Selain itu Adi mengaku tidak mengenal dan tidak pernah bertemu dengan pihak yang disebut Ulum, dalam kaitan untuk membahas penanganan perkara di Kejagung. Ia menyebut tudingan tersebut tak berdasar.

"Saya juga tidak tahu nama-nama yang disebut (Ulum), ada Ferry, Jusuf , Yunus. Kenal saja tidak, apa lagi bertemu," tegas Adi.
Adi memaparkan kronologis penanganan perkara dugaan korupsi dana hibah KONI yang ditangani Kejaksaan Agung. Ia menjelaskan kasus tersebut bermula dari adanya pengaduan masyarakat pada 16 Maret 2018. Lalu dilakukan telaah oleh Kasubdit Ladumas sesuai pada 6 Juni 2018.

Setelah diteliti, kata Adi, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Warih Sadono (pada saat itu) mengirimkan nota dinas kepada Jampidsus pada 26 Juni 2018 tentang telaah atas laporan pengaduan. Atas nota dinas tersebut, Adi menyetujui untuk dilakukan penyelidikan.

"Tanggal 9 Juli 2028 diterbitkan Sprinlid oleh Diriku dan dilaksanakan sesuai dengan SOP," ujar Adi.

Setelah dilakukan penyelidikan, lanjut Adi, Tim penyelidik melaporkan kepada Dirdik dengan saran agar perkara ini ditingkatkan ke tahap pendidikan.

"Ini laporan tim penyelidik tanggal 17 September 2018," sambungnya.
Selanjutnya, tanggal 21 Febuari 2019 dilakukan ekspos hasil penyelidikan yang hasilnya ditingkatkan ke tahap penyidikan. Hasil ekspose ini dikirimkannya nota dinas dari Dirdik saat itu (Asri Agung) kepada Jampidsus tanggal 12 maret 2019.

"Begitu ada nodis tanggal 12 Maret 2019, tanggal 13 maret 2019 langsung saya setujui untuk ditingkatkan ketahap penyidikan," ucapnya.
Ia menegaskan sejak awal penanganan kasus tersebut dilakukan secara profesional, sesuai SOP, serta sesuai semangat Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Ia menegaskan kasus tersebut masih berproses hingga saat ini.

"Jadi rentetan penanganan perkara sangat cepat, tidak ada itu untuk menghentikan perkara, semua berjalan, bahkan sampai sekarang masih berjalan perkara," ucap Adi.

Sementara itu Kejaksaan Agung RI pada akhirnya memeriksa Ulum, hari ini. Ulum diperiksa terkait dugaan suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun 2017.

"Penyidikan perkara dugaan tipikor dana hibah KONI tahun 2017 sedang berjalan dan sesuai agenda pemeriksaan saksi-saksi termasuk saudara Miftahul Ulum hari ini dilakukan pemeriksaan sebagai saksi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono melalui pesan singkat, Selasa (19/5).

Dalam pemeriksaan hari ini, Hari mengatakan pihaknya akan meminta keterangan Ulum terkait dugaan suap yang menyeret nama mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Adi Toegarisman. Dia menyebut kasus ini sedang ditangani tim penyelidik Kejagung.

"Sedangkan terkait dugaan suap kepada Kejagung telah ditangani tim penyelidik," ujar Hari.

KPK memfasilitasi pemeriksaan mantan asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini. KPK menyebut pemeriksaan Ulum tersebut sudah mendapat izin oleh majelis hakim PN Tipikor Jakarta.

"Berdasarkan Informasi yang kami terima, atas seizin majelis hakim, Miftahul Ulum hari ini diperiksa oleh tim penyidik dari Kejaksaan Agung," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (19/5).

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads