Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan lagi alasan penerapan aturan larangan orang keluar masuk Jakarta. Dia juga bicara denda dan mengingatkan potensi ancaman gelombang dua virus Corona (CoVID-19).
Pernyataan terbaru Anies ini disampaikan dalam dialog dengan Ben Soebiakto di acara Live Stream Fest Vol 3, Sabtu (16/5/2020). Anies mengungkapkan Pergub Nomor 47 Tahun 2020 yang melarang warga DKI keluar-masuk kawasan Jabodetabek untuk mencegah penularan virus Corona.
Dengan begitu, petugas tidak memiliki dasar hukum untuk menindak warga yang melanggar. Selain itu, Anies meminta masyarakat.mengantisipasi potensi gelombang kedua Corona. Kuncinya disiplin tetap di dalam rumah dan memakai.masker.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga mengatakan sanksi bagi warga yang tidak.mengenakan masker baru diterapkan pada awal Juni 2020. Berikut Anies bicara penerapan denda hingga wanti-wanti potensi gelombang kedua Corona:
Beberkan Alasan Keluarkan Pergub
Anies mengungkap alasan mengeluarkan Pergub Nomor 47 Tahun 2020 yang melarang warga DKI keluar-masuk kawasan Jabodetabek untuk mencegah penularan virus Corona. Anies menyebut, jika hanya imbauan, petugas tidak memiliki dasar hukum untuk menindak warga yang melanggar.
"Kalau kita buat keputusan untuk melarang orang bepergian jauh, itu harus tentunya regulasi. Kalau disampaikan dalam bentuk anjuran, petugas di lapangan itu tidak punya dasar hukum," ujar Anies.
"Apa dasar hukumnya polisi, petugas Dishub dan Satpol untuk melarang orang bepergian, karena itulah kenapa saya keluarkan peraturan gubernur yang melarang warga DKI Jakarta bepergian keluar Jabodetabek. Yang boleh bepergian adalah memang yang sektornya dikecualikan, energi, pangan, dan lain-lain, supaya kehidupan esensial kita tetap jalan," katanya.
Anies menyebut pergub itu membuat aparat bisa melakukan tindakan tegas. Anies menegaskan anjuran tidak memiliki dasar hukum.
"Jadi sekarang petugas di lapangan punya dasar hukum untuk menghentikan. Tanpa itu, mereka tidak punya dasar hukum supaya kita lebih ketat. Sekarang mau protes, saya mau jalan terus, dasar hukumnya Bapak apa menghentikan saya, repot juga jawabnya karena anjuran tidak bisa menjadi dasar hukum," kata dia.
Lebih lanjut, Anies mengatakan, di setiap check point petugas akan melakukan pengetatan. Kepada kelompok yang dikecualikan dalam pelarangan itu harus memiliki surat izin keluar-masuk yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI.
"Jadi sekarang semua check point mereka yang di sektor yang diizinkan tidak otomatis bisa berangkat, harus mengurus izin dulu dan menyertakan bukti-buktinya nanti keluar surat izin dari Pemprov," jelasnya.
Antisipasi Potensi Gelombang Kedua Corona
Anies Baswedan mengingatkan agar tidak ada keramaian saat Lebaran. Sebab, jika terjadi keramaian, kondisi wabah Corona bisa kembali seperti saat bulan Maret lalu.
"Ini yang saya rasa kita semua perlu antisipasi. Pekan depan sudah Lebaran. Nah, kita alhamdulillah sudah turun sampai 1, kita harus turun lagi sampai di bawah satu, artinya tidak menularkan ke orang lain. Kalau masa Lebaran besok orang keluar ramai-ramai, berkeliling seperti tahun-tahun yang lalu, bisa-bisa kita kembali di kondisi bulan Maret," kata Anies.
Jika itu terjadi, Anies mengingatkan, berarti kita menghadapi gelombang kedua sehingga semua yang selama ini dikerjakan untuk memutus wabah Corona akan sia-sia.
"Kalau sampai kondisi bulan Maret, artinya itu seperti second wave, sudah satu gelombang naik, udah turun, kemudian terjadi naik lagi. Kalau udah naik lagi, kita harus mengulangi lagi. Jadi seperti yang kita kerjakan selama ini menjadi tidak ada gunanya, karena kita tidak menahan diri, padahal tunggu lagi beberapa waktu," ujarnya.
Anies mengaku tidak bisa mengatakan berapa hitungan minggu lagi karena tidak ada satu pun yang bisa memastikan waktunya. Namun dia meminta semua mempercayakan pada pendekatan sains.
"Para epidemiologist hitung terus kok, memonitor, begitu angkanya 0,8, 0,7 kita sudah mulai lega ini. Dan pada saat itu insyaallah kita bisa mulai easy, mulai melonggar, kita ini sudah di satu tinggal turunnya 0,3 0,4 lagi ni, terusin," tuturnya.
Namun Anies menekankan perlu kolaborasi semua pihak untuk mewujudkan itu. Penghentian penyebaran virus Corona tidak cukup hanya dengan penegakan hukum.
"Karena di Jabodetabek ini lebih dari 25 juta orang. Jadi pengendaliannya itu harus dengan kesadaran, apakah kita mau tetap di rumah berbulan-bulan ke depan, atau pengin cepat selesai di rumahnya, pengin bisa kembali ke normal. Kalau pengin bisa kembali ke new normal itu, kita disiplinkan beberapa waktu lagi. Ini yang perlu kita kerjakan bersama-sama," ujarnya.
Denda Diterapkan Awal Juni 2020
Anies mengeluarkan peraturan gubernur soal sanksi terhadap pelanggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Soal aturan denda bagi warga yang keluar tak pakai masker akan mulai diterapkan pada awal Juni mendatang.
"Ini kami di Jakarta memproduksi 20 juta masker untuk seluruh warga. Nanti semua warga, jadi nanti setiap warga diantarkan ke rumahnya 2 masker, lalu mulai awal Juni kita akan menerapkan denda bagi mereka yang tidak menggunakan masker," ungkap Anies.
Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 4 Pergub DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan pada 30 April lalu. Anies menyebut penggunaan masker sangat penting untuk menghindari penyebaran virus Corona.
"Orang tanpa gejala bepergian ke mana-mana tanpa merasa sadar membawa virus. Itulah sebabnya kenapa penting untuk kuncinya adalah disiplin berada di rumah dan masker. Kami merasa salah satu kesuksesan yang ada di Jakarta oleh masyarakat ini adalah karena masyarakat yang menggunakan masker itu relatif banyak, relatif menaati," jelas Anies.
"Pakai masker itu membantu mengkarantina wajah kita ini agar droplet tidak keluar. Bila semua orang memakai masker, potensi terjadinya contagion itu menjadi turun," sambungnya.
Anies menyebut menggunakan masker akan menjadi gaya hidup baru setelah pandemi Corona berlalu. Masker akan menjadi budaya baru bagi masyarakat.
"Karena masker menjadi kenormalan baru. Jadi bagian pakaian kita besok. Seperti kita pakai baju ya kita harus pakai masker," sebut Anies.
Berikut bunyi aturan soal penggunaan masker di Jakarta:
Pembatasan Aktivitas di Luar Rumah
Pasal 4
(1) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban menggunakan masker di luar rumah pada tempat umum atau fasilitas umum selama pemberlakuan pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi:
a. administratif teguran tertulis,
b. kerja sosial berupa membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi; atau
c. denda administratif paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu) dan paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Tidak Ada Pelonggaran PSBB
Anies mengatakan Jakarta tidak akan melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga angka penularan virus Corona di bawah angka 1 persen. Anies menyebut saat ini Ibu Kota masih dalam suasana pengetatan.
"Saya tidak bisa katakan berapa hari, berapa minggu, saya rasa tidak ada yang bisa mengatakan itu. Tapi kita percayakan pada pendekatan sains, nih. Para epidemiologis ngitung terus, monitor, begitu angkanya 0,7 atau 0,8, kita sudah mulai lega nih dan pada saat itu kita insyaallah mulai easy, mulai melonggarkan (PSBB)," kata Anies.
Saat ini penularan COVID-19 di Jakarta, menurut Anies, sudah di angka 1 persen, sehingga pihaknya akan menunggu penurunan hingga 0,4 persen.
"Nah, kita ini sudah di 1, tinggal turunnya 0,3 atau 0,4 lagi nih, terusin," ungkapnya.
Namun, untuk menurunkan angka penularan itu, kata Anies, perlu kolaborasi semua pihak. Dia meminta warga tetap berada di rumah beberapa bulan ke depan.
"Ini yang membutuhkan kolaborasi semua pihak. Tidak cukup hanya penegakan hukum. Di Jabodetabek lebih dari 25 juta orang, jadi pengendaliannya harus dengan kesadaran, apakah kita mau tetap berada di rumah berbulan-bulan ke depan atau pengin cepat selesai di rumahnya, pengin kembali normal. Kalau pengin cepat kembali normal, kita disiplinkan beberapa waktu lagi," ungkapnya.
Baca juga: Mau Keluar Masuk Jakarta? Ini Syaratnya |
Anies mengatakan pihaknya belum bisa memprediksi kapan pelonggaran itu akan dilakukan. Dia menyebut penyebaran virus Corona bukan sesuatu yang bisa dijadwalkan.
"Karena kita harus mengandalkan pada sesuatu yang bisa kita lihat dan bukan sesuatu yang ada jadwalnya. Misalnya seperti Lebaran, yang bisa Lebaran kan manusia, kalau virusnya nggak ada Lebaran, kita berkumpul di banyak orang yang dia menular. Kita tidak berkumpul ya tidak menular," jelasnya.
Dengan demikian, Anies meminta warganya tidak terbawa wacana pelonggaran. Anies kemudian menegaskan Jakarta masih dalam pengetatan PSBB.
"Saya sampaikan kepada semua, jangan terbawa wacana pelonggaran saat ini. Ini kita masih suasana pengetatan," tutur Anies.
Jangan Sepelekan Corona
Anies meminta seluruh masyarakat, khususnya warga Jakarta, tidak menyepelekan virus yang kini sudah menjadi pandemi global itu.
"Di Jabodetabek lebih dari 25 juta orang, jadi pengendaliannya harus dengan kesadaran, apakah kita mau tetap berada di rumah berbulan-bulan ke depan atau pengin cepat selesai di rumahnya, pengin kembali normal. Kalau pengin cepat kembali normal, kita disiplinkan beberapa waktu lagi," ungkap Anies.
Menurut Anies, ada kemajuan di Jakarta terkait virus Corona ini. Saat ini jumlah pasien sudah mulai berkurang. Menurut Anies, peran warga yang disiplin dengan berada di rumah cukup besar.
"Di rumah-rumah sakit teman-teman juga merasakan bebannya jauh lebih berkurang dibandingkan bulan April, misalnya. Artinya tanda-tandanya cukup baik. Saya harus sampaikan terima kasih kepada teman-teman yang memilih disiplin di rumah. Anda kontributor yang menyelamatkan Jakarta dan Jabodetabek. Anda yang bekerja membuat situasi ini menjadi baik," tuturnya.
Anies pun mengimbau warga yang masih kerap keluar dari rumah untuk menyadari bahayanya penularan virus Corona. Kelompok warga yang masih kerap keluar dari rumah bukan untuk tujuan penting disebutnya bisa menjadi faktor yang membuat adanya gelombang kedua wabah Corona.
"Dan bagi yang masih berada di luar, Anda sebaiknya segera menjadi bagian yang menyelamatkan kita karena yang berada di luar Anda berpotensi membuat ini menjadi gelombang yang kedua. Sebesar 80 persen orang tanpa gejala, dan ini yang bahaya dari Corona ini," kata Anies.
"Saya makanya selalu bilang, hati-hati dengan kasus seperti COVID, jangan pernah bilang 'case fatality rate-nya cuma 3 persen, yang meninggal cuma 3 persen atau 5 persen, don't worry it will be fine, kanker, jantung meninggalnya lebih banyak'. Ini cara pemikiran yang keliru," tambahnya.
Menurut Anies, tingkat fatalitas kasus atau angka kematian yang rendah akan virus justru lebih bahaya. Dia memberikan analogi akan penyebaran COVID-19.
"Justru karena case fatality rate-nya rendah, penularan lebih besar. Kalau case fatality rate-nya 50 persen, lalu yang 50 persen meninggal, maka yang 50 persennya di rumah sakit. Yang sakit berat nggak ke mana-mana, nggak nyebar," ucap Anies.
Sementara itu, kelompok yang tanpa gejala klinis Corona lebih besar dibanding yang merasakan sakit, sehingga penularannya lebih banyak. Inilah yang menurut Anies jauh lebih berbahaya.
"Yang sakit 20 persen, yang meninggal 3 persen, yang 80 persen tanpa gejala. Inilah berbahayanya sebuah wabah, terbalik cara berpikirnya. This is more dangerous," sebutnya.
"Tapi ini orang tanpa gejala pergi ke mana-mana, tanpa prasangka membawa virus. Makanya kuncinya disiplin berada di rumah dan pakai masker," imbuh Anies.
Belajar dari Flu Spanyol
Anies meminta warga tetap berada di rumah. Anies mengingatkan soal wabah flu Spanyol yang terjadi seabad silam, yang penularannya meningkat drastis saat warga lengah dan tak disiplin.
"Saya ingin ingatkan kejadian seratus tahun yang lalu. Itu pandemi seperti ini, namanya Spanish flu, itu tahun 1918-1999, ada kenaikan," kata Anies.
Anies menyebut pandemi flu Spanyol itu sempat landai selama tiga bulan. Namun terjadi peningkatan yang signifikan pada bulan kelima.
"Ada kasus waktu itu kira-kira di gelombang pertama itu sekitar angka kematiannya 5 dari 1.000 orang. Itu naik sampai bulan Juli. Lalu Juli, Agustus, September itu landai, semua orang merasanya it's over. The pandamic is overkarena sudah landai. Apa yang terjadi? Bulan Oktober dia meningkat dan meningkatnya hampir 5 kali lipat dari gelombang pertama," kata dia.
"Jadi gelombang pertama sudah turun, sudah rata, lompat menjadi 5 kali lipat dan seluruh dunia yang meninggal 50 juta kira-kira. Walaupun diduga itu unreported karena pencatatan belum rapi. Di Indonesia diperkirakan 1,5 juta meninggal, ada juga yang menyebut 4 juta meninggal, penduduk kita waktu itu masih 60 juta," imbuhnya.
Anies ingin semua belajar dari peristiwa tersebut. Anies berharap sejarah itu tak terulang lagi pada pandemi Corona saat ini.
"Artinya, saya ingin mengingatkan pada kita semua, kalau kita sudah turun, di bawah satu, di nol koma, itu pun kita harus menjaga kedisiplinan baru, kemudian kita new normal.Kalau tidak, seperti 100 tahun yang lalu, gelombang yang kedua lebih besar," ungkapnya.
Dengan demikian, Anies meminta warga Jakarta tetap berada di rumah beberapa minggu ke depan. Anies menyebut, jika saat ini dilakukan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bukan tidak mungkin kasus Corona kembali meningkat.
"Jadi jawaban singkatnya adalah makin banyak warga kita mau berada di rumah di hari ke depan makin cepat kita bisa melakukan pelonggaran, makin cepat kita melakukan kegiatan ekonomi lagi. Tapi kalau kita masih seperti sekarang flat terus, maka potensinya kalau dilakukan pelonggaran kita kembali ke masa bulan Maret," paparnya.